Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kesempatan Kedua Cinta

Kesempatan Kedua Cinta

Wind Lass

5.0
Komentar
155.3K
Penayangan
372
Bab

Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."

Bab 1 Aku Akan Menikah

Nadia Havian mengerang saat kukunya menusuk kulit punggung Raul Alfando. Tubuhnya basah kuyup oleh keringat, seakan-akan dia baru saja keluar dari bak mandi.

Bibirnya yang terbuka menemukan lekukan bahu Raul saat mereka makin mendekati puncak kenikmatan. Dia menggigit bahu Raul, bulu matanya yang lentik bergetar saat pinggulnya beradu dengan pinggul pria itu. Beberapa saat kemudian, dia melonggarkan cengkeramannya dan jatuh kembali ke ranjang, matanya terpejam, napasnya pelan dan dalam.

Nadia merasa sedikit kepanasan, tetapi dia terlalu menyukai kehangatan tubuh Raul untuk melepaskan diri darinya.

Pada akhirnya, Raul-lah yang melepaskan diri dan berdiri. Dia meraih jubah abu-abu yang tergantung di kaki ranjang dan mengenakannya.

Suaranya masih sedikit serak saat dia berbicara, tetapi nadanya tenang. "Aku akan menikah, Nadia."

Nadia merasa seakan-akan seember air es telah disiramkan di atas kepalanya. Dia tersentak dengan kasar dari sisa-sisa keintiman yang baru saja mereka bagi bersama. Dia duduk di ranjang, wajahnya yang tadinya memerah kini menjadi pucat.

"Jadi, ayo kita putus." Raul menambahkan sebelum dia sempat mengatakan apa pun.

Nadia bahkan tidak punya waktu untuk menenangkan diri. Matanya, yang beberapa menit yang lalu berbinar-binar penuh gairah dan hasrat, meredup. Tangannya mengepal di atas seprai.

Tubuhnya masih terasa pegal setelah kegiatan berjam-jam di atas ranjang, dan di sinilah Raul, memutus hubungan dengannya seperti menyuruh pelayan mengambilkan teh.

Sejujurnya, perilakunya memang sesuai dengan sifatnya, kejam dan tegas.

Bukankah dia seharusnya sudah tahu sejak awal?

Selama tiga tahun mereka bersama, Nadia tidak pernah berhasil mencairkan hati Raul yang sedingin es.

Jika dipikir-pikir, memang dialah yang pertama kali mendekati pria itu. Pada akhirnya, ketika hubungan mereka runtuh, tidak ada yang bisa disalahkan kecuali dirinya sendiri.

Air mata menggenang di mata Nadia. Dia mendongak dan menelan rasa pahit yang muncul di lidahnya. Rasanya tidak mudah, tetapi dia berusaha sebisa mungkin agar nada bicaranya terdengar biasa saja. "Apakah karena nona dari Keluarga Wijaya itu?"

Raul menyalakan sebatang rokok dan mengisapnya. "Ya," ucapnya setelah mengembuskan asap rokok berbentuk cincin. "Keluargaku telah berteman baik dengan keluarganya selama beberapa generasi. Pernikahan ini akan memberi banyak manfaat bagiku."

Nadia menggigit bibir bawah dan menoleh ke samping agar tidak menatapnya. Bahu dan punggungnya dihiasi dengan cupang baru.

"Dengar, kita sudah bersama selama tiga tahun. Aku akan memberikan kompensasi atas waktumu. Sebutkan saja berapa harganya, uang, rumah, mobil, apa saja."

"Aku tidak menjual tubuhku, Raul!"

Raul menjentikkan rokok ke asbak dan menarik napas panjang. "Aku tahu, tapi aku berniat untuk bersikap adil. Aku juga tidak ingin akhir yang buruk. Ambil saja kompensasi apa pun yang kamu inginkan, dan kita bisa akan berpisah dengan bersih."

"Sudah kubilang, aku tidak menjual tubuhku. Aku tidak butuh kompensasi apa pun."

Raul menghela napas. "Jangan bersikap tidak masuk akal, Nadia."

Sebuah balasan tajam berada di ujung lidah Nadia, tetapi sungguh, dia melakukan ini semua pada dirinya sendiri. Dialah yang telah memilih pria ini.

Raul selalu terkenal karena sifatnya yang dingin dan tidak peduli terhadap wanita, tetapi Nadia terlalu keras kepala untuk memercayai hal itu. Dia berbagi ranjang dengannya di malam yang sama saat mereka bertemu. Pria itu tidak pernah secara eksplisit mengakui bahwa mereka berpacaran, tetapi juga tidak pernah menyangkalnya. Tak lama kemudian, mereka tinggal bersama begitu saja.

Semuanya terjadi begitu alami sehingga Nadia mengira dia telah menjadi pengecualian dari aturan Raul. Ternyata semua itu hanya angan-angannya saja.

Dia menatap punggung Raul dan mendapati bahwa pria itu juga berpaling darinya. Jadi, Raul bahkan tidak sudi melihatnya sekarang?

Kesedihan yang mendalam muncul di dadanya. Dia menyeka air matanya dan menarik napas dalam-dalam, hanya untuk merasakan gelombang mual yang tiba-tiba. Nadia turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi untuk muntah.

Raul mengerutkan kening dan mengikutinya. "Apa kamu hamil?"

Nadia muntah, tetapi tidak ada yang keluar. Dia sebenarnya telah mengalami hal ini selama dua hari terakhir, tetapi dia mengabaikan gejala tersebut, berpikir bahwa dia hanya salah makan.

Namun setelah mendengar pertanyaan Raul, jantungnya mulai berdebar kencang.

Jika dia benar-benar hamil, mungkin ....

Namun, apa yang dikatakan Raul selanjutnya menghancurkan harapannya bahkan sebelum dia sempat memikirkannya.

"Periksakanlah, dan kita akan segera menanganinya. Aku tidak ingin ada anak haram."

Benar saja, pria ini tidak menyimpan sedikit pun perasaan terhadapnya.

Nadia menarik napas dengan perlahan. "Itu tidak perlu. Aku sudah pergi ke rumah sakit kemarin. Ini adalah penyakit lamaku."

Kerutan di kening Raul makin dalam. "Maksudmu kamu tidak mau melakukan tes kehamilan?"

"Aku paham dengan tubuhku sendiri, oke? Jangan khawatir, ini tidak ada hubungannya denganmu. Pernikahanmu akan berjalan sesuai rencana. Aku sadar diri akan posisiku."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku