Blurb Pernikahan sejatinya adalah menyatukan dua keluarga dan dua hati. Keduanya harus seiras dan seirama. Namun, apakah jadinya bila pernikahan itu malah terjalin karena sebuah keterpaksaan oleh waktu. Apakah pernikahan yang seperti itu akan berhasil dan berjalan dengan semestinya? Akankah pula pernikahan itu berjalan dengan sangat baik dan berakhir bahagia. Amanda, wanita baik dan sabar harus menahan ego dan harga dirinya demi mendapatkan hati sang suami, masalah datang silih berganti dan itu tak membuatnya menyerah. Akankah sang suami bersedia menerima dirinya, atau tetap pada keputusan awal saat pernikahan mereka terjadi.
"Hidup yang sebenarnya baru dimulai."
***
Degupan jantung terus berdetak tak menentu, dia berdebar karena menanti beberapa kalimat yang bahkan belum terucap dari bibir lelaki di sampingnya. Amanda terus menunduk, rasa tak percaya benar-benar ia rasakan. Terlebih lagi ketika lelaki yang berada di sampingnya adalah pria yang telah dicintainya selama ini dalam diam.
Suara 'sah' akhirnya menggema dengan riuh, ucapan syukur serta alhamdulillah pun menggiringi. Amanda bahagia karena stusnya kini telah berubah.
***
Wanita itu tertegun menatap rumah megah nan mewah berdiri kokoh di hadapan. Berbanding terbalik dengan rumah yang di tinggalinya dulu. Ia benar-benar kagum bahwa kini menjadi salah satu keluarga dari orang ber-ada. Namun, kekagumannya segera sirna setelah mendengar perkataan sang suami yang cukup keras itu membuat ia terperanjat dan perlahan menghilangkan senyum yang terpatri di bibir.
"Cepat, Amanda!" ujar laki-laki berpakaian formal itu supaya Amanda mempercepat langkahnya. Masih dengan rasa kagum Amanda memasuki rumah sang mertua. Rumah yang sangat besar dan bagus. Setelah sehari menginap di rumah bunda. Keluarga suaminya langsung memboyong ke rumahnya. Mereka mengatakan ingin menggelar resepsi pernikahan yang akan dihadiri kerabat terdekat saja.
***
Acara demi acara berjalan dengan begitu baik dan lancar, meski penuh kepalsuan. Angga begitu pintar menyembunyikan kekesalannya terhadap Amanda. Sehingga yang melihat pun berpikir bahwa pengantin baru itu sangat bahagia.
***
"Mau ke mana?" tanya Angga datar ketika melihat Amanda mengambil satu bantal dan selimut.
"Mau tidur." Amanda menunduk tak berani menatap wajah Angga karena takut.
"Di mana? Di luar? Mau buat aku malu, iya? Sengaja supaya mama belain kamu," cecar Angga membuat wanita itu semakin ketakutan.
Amanda menggeleng kuat masih dengan menunduk. "Bu--bukan. Aku mau tidur di sofa, aku juga nggak mungkin buat kamu malu. Kamu, 'kan su ...."
"Tidur di kasur! Biar aku yang di sofa. Meskipun, aku nggak suka sama kamu, bukan berarti aku biarin kamu kesakitan tidur di sofa dan efek buruknya pasti ke aku. Cukup pernikahan bodoh ini efek buruknya dan aku ... nggak mau dapat efek buruk lagi karena kamu." Angga merebut paksa selimut dan bantal di tangan Amanda, lalu membaringkan tubuh lelahnya dengan kasar ke atas sofa, sedangkan Amanda istirahat di atas kasur yang empuk. Keinginan mama mertua di malam pertama tak akan terwujud, ia ditolak di malam pertama mereka.
"Cepat tidur! Aku lelah hari ini. Matikan lampunya!" Tanpa menjawab lagi Amanda segera mematikan lampu utama di kamar itu dan berganti dengan lampu tidur di samping ranjang. Ia tersenyum masam. Sepasang pengantin baru yang masih tidur terpisah.
'Aku berjanji akan menjadi istri yang baik untukmu. Meskipun kamu menolak dan sepertinya kini membenci diriku.'
***
Di hari pertama menjadi menantu ia sudah diajarkan untuk melakukan banyak hal. Bangun pagi. Membantu pembantu bersih-bersih dan menyiapkan sarapan untuk semua orang. Dewi---mama Angga---begitu baik padanya, beliau telah menganggap ia sebagai anak sendiri. Sungguh betapa beruntungnya Amanda.
"Angganya mana? Belum bangun dia?" tanya Feri---papa Angga---sambil meminum teh hangatnya.
Amanda tersenyum, menyiapkan sarapan untuk mama dan papa mertua. "Sudah, Pa, dia lagi siap-siap di kamar."
Feri menghentikan meminum tehnya. Menatap sang menantu dengan tajam dan akhirnya berucap, "Mau ke mana dia. Sepagi ini sudah bersiap-siap." Amanda menelan ludah kuat-kuat. Raut wajah Feri berubah tegas dan dingin. Sama persis dengan wajah Angga ketika marah. "Angga bilang mau ke kantor, Pa," jawabnya takut.
Amanda membeku menatap pria tampan yang telah menjadi suaminya. Ia berjalan dengan tegap menuruni anak tangga dengan pakaian formal yang sudah terpasang rapi di tubuh. Jika saja ia mau tersenyum pada wanita itu, pasti rupanya terlihat amat menawan. Amanda masih terpesona dengan penampilan maskulin sang suami, hingga suara Feri membuyarkan lamunan.
"Kamu ini bagaimana. Baru dua hari yang lalu menikah dan sekarang ingin ke kantor. Suami macam apa kamu ini!" lontar Feri tanpa mau menunggu Angga duduk lebih dulu. Amanda hanya menunduk, takut melihat ekspresi sang suami.
"Ada pertemuan penting di kantor, Pa, dan aku harus hadir." Amanda mendongak. Melihat Angga menarik kursinya, segera duduk dan mulai menikmati kopi panas buatan wanita itu.
"Papa sudah memutuskan, kamu ambil cuti satu bulan. Ajak Amanda liburan, kalian harus bulan madu." Feri mengatakan tanpa jeda. Seolah ucapannya wajib dipatuhi.
"Papa bilang apa? Mana bisa Papa mengambil keputusan tanpa bertanya sama Angga." Angga terbelalak tak percaya dengan keputusan Feri. Amanda pun sama terkejutnya dengan pria itu, kapan papa mertua menyiapkan liburan itu. Amanda menunduk kembali ketika melihat tatapan menusuk dari Angga. "Angga menolak, Pa. Kerjaan di kantor menumpuk, bagaimana bisa ditinggal dalam waktu se lama itu." Angga masih protes. Sudah Amanda duga pria itu tak akan mau menerima keinginan Feri.
"Semuanya sudah papa atur. Izin satu bulan dari kantor dan kamu lupa ... papa tidak suka dibantah Angga." Feri tetap pada keinginannya. Ingin mereka berdua bulan madu, menghabiskan waktu hanya berdua.
"Sudahlah, turuti perintah papamu!" Dewi berusaha membujuk anak semata wayangnya supaya menuruti keinginan sang suami.
"Terserah! Selama ini juga kalian yang selalu mengatur hidupku." Angga mendorong kursi yang ia duduki dengan kasar, melangkah cepat menuju lantai atas. Dewi berteriak supaya Angga menghabiskan sarapan paginya, tetapi pria itu acuh. Amanda mendesah pelan, kini semakin yakin bahwa rasa benci Angga kian bertambah.
Setelah membereskan bekas sarapan pagi Amanda menyiapkan makanan untuk Angga, pria itu hanya meminum kopi pagi tadi. Ia yakin pria itu sudah lapar sekarang. Namun, lagi-lagi kekecewaan yang diterima. Angga menolak dengan tegas makanan yang Amanda bawa.
"Cepat siapkan pakaianmu! Jam sepuluh siang nanti kita berangkat!" perintahnya dingin, enggan menatap wajah Amanda sama sekali.
"Kalau kamu nggak mau pergi, kita nggak perlu pergi," usul Amanda, karena ia tahu benar Angga tidak menginginkan liburan ini.
"Aku bilang, siapkan, ya, siapkan, Amanda! Jangan membantah." Amanda terkesiap mendengar bentakan yang keluar dari mulutnya. Ia hanya mengusulkan, tetapi reaksi Angga begitu berlebihan.
"Ma--maaf."
"Cepat, siapkan!" Perintahnya lalu pergi dari kamar begitu saja. Meninggalkan Amanda yang berusaha keras menahan genangan air mata.
***
"Kita di sini hanya dua minggu bukan satu bulan. Ingat itu!" Suara dingin Angga menyadarkan Amanda dari kekaguman. Feri benar-benar menyiapkan semua. Kamar suit room dari hotel berbintang di Negara itu dengan pemandangan langsung ke alam terbuka. Amanda hanya mengangguk pelan sebagai respon dari perkataan Angga, tak ingin memancing emosinya lebih jauh. "Satu hal lagi, jangan berharap kita akan melakukannya, sampai kapan pun aku nggak akan mau menyentuh kamu," peringat Angga seolah tak peduli jika Amanda akan terluka karena ucapannya.
Lagi-lagi wanita itu hanya mengangguk mengiyakan. Ia bahagia bisa menikah dengannya. pria yang telah dicintai dalam diam sejak lama. Namun, ada luka di sana ketika Angga dengan jujur menolak kehadiran Amanda.
'Aku nggak akan nyerah, aku yakin bisa membuatmu mencintaiku. Aku yakin bisa meluluhkan hati kamu dan mendapatkan hati kamu.' Teguhnya sambil menatap nanar punggung Angga yang menatap lautan lepas lewat jendela kamar mereka.
Bab 1 Pernikahan
28/05/2022
Bab 2 Penolakan Angga
28/05/2022
Bab 3 Bukan parasit
28/05/2022
Bab 4 Direktur Utama yang Baru
28/05/2022
Bab 5 Tetap Bersabar
28/05/2022
Bab 6 Masalah Baru
28/05/2022
Bab 7 Janji Angga
28/05/2022
Bab 8 Lelahnya
28/05/2022
Bab 9 Perubahan Angga
28/05/2022
Bab 10 Larangan-larangan Angga
28/05/2022
Bab 11 Kecupan Singkat
28/05/2022
Bab 12 Gara-gara Yuda
28/05/2022
Bab 13 Curiga
31/05/2022
Bab 14 Cemburu
31/05/2022
Bab 15 Rahasia Amanda Terbongkar
31/05/2022
Bab 16 Mulai Menjauh
31/05/2022
Bab 17 Kabar burung
31/05/2022
Bab 18 Jarak
31/05/2022
Bab 19 Tidak Sempurna
31/05/2022
Bab 20 Delima yang Menyiksa
31/05/2022
Bab 21 21. Memilih Kabur
03/06/2022
Bab 22 Selamat
05/06/2022
Bab 23 Sudah Melupakan Nessa
05/06/2022
Bab 24 Insecure
06/06/2022
Bab 25 Bukan Pelakor
06/06/2022
Bab 26 Hanya Sandiwara
06/06/2022
Bab 27 Hadiah Jebakan
06/06/2022
Bab 28 Lamaran Yuda
06/06/2022
Bab 29 Belum Siap Terluka
06/06/2022
Bab 30 Status Baru
06/06/2022
Bab 31 Kang Mesum
06/06/2022
Bab 32 Acara Penting
08/06/2022
Bab 33 Masa Lalu yang Kembali
08/06/2022
Bab 34 Masa Lalu Sela dan Bima
08/06/2022
Bab 35 Melangkah Maju
08/06/2022
Bab 36 Meyakinkan Hati Kecil
11/06/2022
Bab 37 Masih Berusaha
11/06/2022
Bab 38 Kapal yang Hampir Karam
11/06/2022
Bab 39 Keputusan Besar Seffina
11/06/2022
Bab 40 Tak Mau Kembali ke Masa Lalu
11/06/2022