Tumbal Pernikahan
baik. Itulah yang akan ditem
*
ani semua keperluan sang suami. Bangun pagi, bere
akan. Masih dengan sedikit rasa kantuk pria itu melangkah menuju dap
anya Angga pada Amanda yang sibuk
di harus masak dulu buat kamu
sekarang masih pukul enam pagi seda
bersiap, perjalanannya lumayan jauh. Apalagi harus naik kendaraan umum yang selalu saja berhenti di tiap halte dan
untuk dikecup. Namun, Amanda kembali tersayat, ketika deng
ap Amanda sinis membuat wa
lakukan itu. Kamu suami
tangga harmonis. Kita nggak akan ... pernah ... seperti itu." Lagi-lagi A
anya. Hanya mencium tangan pun, ia tak diizinkan. Amanda keluar da
telah meninggal. Teman-teman yang mendengar pun mengucapkan bela sungkawa kepadanya setelah mengetahui bahwa Rania telah tiada. Amand
*
aja pulangnya," kata Lina---teman satu
anda menolak, ia belum siap mendapat banyak pertan
satu arah, loh?" Lina mencoba mem
mendongakkan kepala dan memejamkan mata. Mengembuskan napas berulangkali supaya lelah cepat men
di kamar jangan di sini! Aku
natap Angga yang berdiri di sampingnya yang
amar." Angga mengulangi perintahnya
engah malam karena merasa lapar. Ia terlalu lelah sampai melewatkan makan malamnya, dan kini terpaksa bangun
r-benar melilit minta diisi, bukannya berdiri Amanda malah terjatuh lagi dan tak sengaja menyenggol Guci hiasan d
u jam tidurnya. "Astaga, kamu apa-apaan, sih, ribut tengah malam. lihat itu! Sud
." Amanda menatap Guci besar yang sudah p
ke
angun dan melanjutkan langkah, tetapi ia ti
i ke
eo," c
pelan, "Makanya kal
, sakit banget," keluhnya setelah sampai di kamar. Amanda meluruskan kaki dan mulai memijat bagian mana yang sakit. Bahkan, Angga belum kembali juga ke kamar untuk memastikan apakah Amanda baik-baik saja
*
seru Angga dingin yang sud
elas di tangan. Apakah Angga mengambilkan makanan untuknya? Ataukah di
Amanda mengangguk, mengambil alih piring dan gelas di tangan Angga. Ia terkesiap ketika merasakan pi
am. "Lain kali kalau jalan hati-hati dan pelan-pelan. Suka banget, ya, nyusahin aku," ujarnya kesal usai memijat
Ga. A
durku. Kamu memang penganggu Amanda, parasit
hkan air mata. Sebenci itukah Angga padan
." Amanda menggeleng sebagai respon. Dia mulai teri
ya. Aku yakin kamu iri sama Nessa, dan melakukan ini," tuding Angga
natapnya penuh benci. "Aku nggak melakukan apa
gak suka sama hubungan kita,
Angga. Demi Tuhan," kata Ama
anda, aku muak sama kamu." Angga kian
bila Angga akan memakinya seperti ini. Angga membisu. Enggan menjawab perkataan Amanda, Memi
*
u mereka masih bersama. "Kenapa kamu harus pergi di saat-saat terakhir. Kalau kamu nggak mau nikah sama aku, harusnya kamu tolak lamaranku. Bukannya, memintaku menikah dengan Aman
Aku nggak akan terima dia, nggak akan p
yang baik untuk Angga meskipun terus dilukai dengan makian kasar. Ia menulikan telinga seolah tak pernah mendengar ucapan tajam sang suami, mereka bahkan
ah Angga yang sudah tertidur. "Meskipun sekarang kamu nggak cinta sama aku, tapi aku yakin suatu hari nanti kamu pasti akan me
ang. Sesakit apa pun itu Amanda menahannya, ia akan bersabar hingga nanti Anggalah yang akan memberikan cintany