Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
“Pagi itu semuanya berubah menjadi gelap, tak ada selipan cahaya sedikit pun bahkan di lubang pintu yang masih menganga lebar tidak dia temukan sedikit pun cahaya yang mencoba menyelinap masuk. Seorang gadis paruh baya duduk meringkuk dalam ruangan sempit yang kapan pun bisa menerkamnya. Alunan musik klasik menemani dia yang mulai mengantuk dan mulai terlelap. Dia tertidur namun tidak dengan pikirannya, ia berjalan semakin jauh bahkan dia lupa dari mana langkahnya dimulai.”
“Buset cerita lo serem banget Gi!” ucap seorang pria tengil di kelas itu “Mendingan lo ceritain cerita yang romantis, cerita kita berdua mungkin?” ucapnya lagi dengan wajah nakalnya. Sontak saja suasana hening berubah ramai dan dipenuhi gelak tawa akibat ulah Rico, dan Giselle tentu saja membenci hal itu.
“Sudah sudah, kita dengarkan dulu cerita Giselle. Silakan lanjutkan.” ucap pak Lucas melerai tawa yang memenuhi seisi kelas pagi itu.
“Dia berjalan semakin jauh dan masuk ke dalam sebuah tempat yang lagi-lagi gelap tanpa pencahayaan sedikit pun. Tidak merasa takut, dia justru merasa jauh lebih nyaman. Perlahan dia melihat sekelilingnya, mencoba mengenali tempat berukuran 1 x 2 meter tempat dia tertidur sekarang ini. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak dan semakin sesak saat dia menyadari tempat itu tidak memiliki pintu keluar. Dia memukul sebuah kayu kokoh di depannya, memukul dengan sangat kuat sampai dia terbangun dan tersadar kalau itu adalah bayangan dari pikirannya sendiri sesaat setelah dia melihat sebuah kereta melaju sangat kencang di depannya, mengibas hampir seluruh rambutnya dan menutup setengah wajahnya yang sudah penuh dengan keringat…”
“Baiklah, saya rasa cerita kamu cukup sampai di sini saja”
“Tapi ceritanya belum selesai Pak”
“Kamu selesaikan saja di kertas yang sudah saya bagikan tadi, silakan kembali ke tempat duduk kamu”
Giselle kembali ke tempat duduknya dan memandang kertas kosong di depannya. Entah apa yang kini ada di pikirannya, tentu hanya dia yang tahu.
“Woy! Cerita lo barusan tentang orang yang mau bunuh diri ya?” bisik seseorang di sebelah Giselle.
Giselle menoleh ke arah Rico dan menatapnya. “Kamu mau tahu kelanjutan ceritanya?”
Rico langsung menggeleng dan menjauhkan tubuhnya yang sempat mendekat ke arah Giselle. “Ga deh, makasih”
Itu adalah sepenggal dari kejadian yang bersarang di dalam ingatan Giselle. Masih banyak lagi selama bayang-bayang kejadian sialan itu terus bersarang di kepala Giselle. Ingatan tentang kejadiaan naas itu seperti bayangan yang selalu ada bersama Giselle dan senantiasa mengikutinya kemana pun dia pergi.
“Giselle! Bagun sayang sudah jam 8 pagi, kamu ga ke kampus?” teriak seorang wanita sembari membuka tirai hitam penutup jendela kamar Giselle. Sinar matahari sontak menyambar wajah gadis itu yang masih bersatu dengan bantal.
“Ahhh, tutup lagi tirainya!”ucap Giselle seraya menutupi wajahnya dengan bantal lain.
Melanie menarik bantal dan selimut yang menutupi tubuh Giselle. “Gi…bangun sekarang!” ucapnya dengan kedua tangan yang sudah berada di pinggang rampingnya. “Mama tidak mau kamu terlambat lagi, hari ini kamu diantar sama Tuan Ren.”
Giselle mengerutkan dahi mendengar nama yang asing di telinganya. “Siapa Tuan Ren?”
“Dia sopir baru dan tugas dia adalah mengantar dan menjemput kamu.”
“Aku kan sudah punya Pak Tedi” ucap Giselle kembali menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.
“Pak Tedi sudah tidak bekerja dengan keluarga kita”ucapan Melanie berhasil membuat Giselle melepas selimutnya dan berdiri dari tempat tidur. “Mama pecat Pak Tedi? Kenapa?”