Aku adalah wanita lemah yang harus menerima nasibku berbagi hati dengan wanita lain. Mungkin semua berpikir bahwa aku adalah manusia bodoh di dunia ini yang bertahan dengan suami yang tidak punya perasaan hanya karena anak anakku Namun untukku anak anakku adalah prioritas hidupku. Apakah aku harus bertahan selamanya atau harus menyerah dengan ujian semua ini.
Plak ....Plak ...Plak....
Tamparan demi tamparan mendarat mulus di pipiku yang sudah tidak tahu bentuknya ini.
"Coba kau katakan lagi! Kau sebut apa Cyntia tadi?"ucap Suamiku dengan penuh amarah.
"Memang dia seperti itu kan? Pelakor, perusak rumah tangga orang. Duri dalam daging yang harus di buang!"ucapku dengan bibir gemetar.
Plak... Plak ... Plak....
Lagi lagi tangan Suamiku menampar pipiku, hal hasil pipiku memerah karena bekas tamparannya.
"Jangan pernah menyebut Cyntia seperti itu! Dia sudah banyak membatu kita! Kalo tidak ada dia mungkin kau dan anak anakku sudah menjadi mayat,"ucapnya sangat geram.
"Dulu waktu dia belum muncul. Toh kita juga bisa hidup tanpa bantuan dia,"ucapku tidak mau kalah.
"Tahu apa kau! Yang kau tahu hanyalah uang uang dan uang saja!"ucapnya menghardik diriku.
"Uang apa? Sedang kau hanya memberiku 50 ribu sehari. Jangankan meminta uang! Meminta perhatianmu saja aku tidak mampu!"ucapku sangat kesal.
"Kau benar benar tidak mengerti apa apa! Yang jelas Cyntia sudah banyak membantu kita! Dia membantu dengan sangat tulus tidak seperti Kakakmu yang hanya ingin pamer hartanya saja,"ucapnya sedikit berteriak.
"Mana? Kakakku tidak pernah pamer dengan hartanya! Kakakku tulus membantu kita!"ucapku tidak terima dia berkata begitu tentang Kakakku.
"Tulus dari mananya? Kalo dia tulus dia tidak akan memecat aku secara tidak terhormat hanya karena aku memakai sedikit uangnya,"ucapnya seakan mengejekku.
"Sedikit katamu? Uang 100 juta bukanlah sedikit. Untung Kakakku tidak melaporkanmu ke Polisi,"ucapku mengingatkannya.
"Gila kalo dia sampai melaporkan aku ke Polisi! Bagaimana nasib keponakan keponakannya,"ucapnya sok yakin.
"Akan lebih sejahtera tanpa mereka mempunyai Ayah!"ucapku sinis.
Diapun menamparku sekali lagi dan berkata,"Dasar Istri tidak tahu diri bukan memihak Suaminya malah mau tidak punya Suami,"ucapnya menghardik diriku.
Lalu dia pun pergi meninggalkan diriku. Begitulah dia, selalu pergi menemui gundiknya bila sedang bertengkar denganku.
Sebenarnya dulu aku menerima pinangannya karena aku merasa kasihan dengannya karena olok olokkan dari teman temannya, dia merasa rendah diri dan merasa sangat tertekan.
Aku dan Suamiku dulu satu tempat berkerja, sama sama mengajar di sebuah sekolah dasar negri. Namun setelah menikah Suamiku memintaku untuk berhenti dari pekerjaanku.
Awal awal menikah kami sangatlah bahagia, setahun setelah menikah kami di karuniai seorang Putra dan setahun kemudian seorang Putra lagi dan setahun setelah anak keduaku kami di karuniai seorang Putri yang sangat cantik.
Sebenarnya Suamiku mempunyai seorang kekasih yang sangat dia cintai namun kekasihnya lebih memilih kariernya sebagai Model.
Saat Putriku merayakan ulang tahunnya yang ketiga tahun tanpa sengaja Suamiku bertemu kembali dengan Mantan pacarnya itu. Di situlah Suamiku mulai dekat kembali dengan Mantan pacarnya.
Pertama dulu aku yang berpikiran polos, mengira Cyntia hanya perduli pada anak anakku. Karena dia sangat royal dengan anak anakku. Bila dia bertandang ke rumahku, dia selalu membawakan mainan mainan bagus untuk anak anakku. Dia juga sangat baik padaku. Namun belakangan aku tahu bahwa dia ingin dekat kembali dengan suamiku.
Suamiku yang dulu adalah seorang guru olahraga membuat badannya selalu atletis sampai sekarang. Siapa yang tidak menginginkan dia menjadi pendamping mereka.
Suatu hari Cyntia bertanya padaku, apa Suamiku masih kuat di ranjang?. Dengan polosnya aku mengatakan bahwa memang dia sangat kuat dan garang di ranjang. Bukannya malu aku mengatakan itu namun seperti ada kebanggaan pada diriku.
"Ibu...Ibu di marahi Ayah lagi?"ucap Putraku yang pertama.
Untung hari ini anak anakku yang lain sedang bermain di rumah tetanggaku sehingga mereka tidak melihat apa yang terjadi. Hanya Putra pertamaku yang di rumah karena harus mengerjakan tugas sekolahnya.
"Tidak sayang! Ibu dan Ayah hanya berselisih paham saja,"ucapku sambil mengusap lembut kepalanya.
"Ayah jahat sekali pada Ibu!"ucapnya berkaca kaca matanya.
"Tidak sayang! Ayah tidak jahat pada Ibu!"ucapku tersenyum.
"Mengapa kita tidak tinggalkan saja Ayah, Bu! Lalu kita bisa tinggal dengan Eyang!,"ucapnya sedih.
"Pasti sangat sakit ya Bu?"ucapnya dan mengelus pipiku perlahan.
"Tidak sayang! Sekarang sudah tidak terasa sakit lagi!"ucapku dan mengelus balik pipinya.
"Nanti saat Angga sudah besar. Angga mau bawa Ibu pergi jauh dan tidak akan membiarkan Ayah menemukan Ibu atau menyakiti Ibu lagi,"ucapnya masih dengan mata yang berkaca kaca.
"Aamiin, semoga semua keinginan Angga semua bisa tercapai,"ucapku tersenyum.
"Angga sudah makan?"tanyaku
"Belum Bu, tadi setelah mengerjakan tugas sekolah, Angga ingin keluar untuk makan. Namun Angga tidak berani mendengar suara Ayah yang sedang marah dengan Ibu,"ucapnya menunduk.
"Ya sudah ayo Angga makan dulu! Biar Angga lekas besar dan bisa menggapai semua keinginan Angga,"ucapku. Kami pun bergandengan menuju meja makan. Aku sangat senang melihat Angga makan dengan lahap walau dengan lauk seadanya.
Saat aku sedang memperhatikan Angga makan. Tiba tiba ada yang mengetuk pintu rumahku. Aku pun bergegas melihat siapa yang datang ternyata Kakakku.
"Kakak! Kenapa mau datang tidak bilang bilang!"ucapku dan mempersilahkan Kakakku masuk.
Belum sempat Kakakku menjawab diriku, tiba tiba dari depan pintu ada kepala yang menyembul, ternyata dia adalah Putri dari Kakakku.
"Rinjani mana Ateh?"tanyanya
"Rinjani sedang main di tetangga sebelah. Sebentar biar Ateh minta A' Angga panggilkan,"ucapku padanya dan tersenyum lembut padanya. Aku pun memanggil Putraku dan memintanya memanggil Adik Adiknya.
Sebelum pergi Putraku mencium dengan takzim tangan Kakakku. "A' aku boleh ikut tidak? Memanggil Rinjani!"ucap Putri Kakakku dan mengejar Angga. Angga menggandeng tangannya setelah Putri Kakakku sudah dekat dengannya, mereka pun pergi dengan bergandengan tangan.
"Kau tahu hari Minggu besok ada acara di rumah Mama?"tanya Kakakku setelah anak anak tidak terlihat.
"Sudah Kak. Mama sudah memberitahuku," ucapku menjawab pertanyaan Kakakku.
"Kakak bisa minta tolong tidak? Hari Sabtu waktunya toko Kakak sedang sibuk sibuknya. Jadi Kakak tidak bisa mengantar Mama belanja. Bisakah kau mengantarnya?"pinta Kakakku.
"Tapi bagaimana dengan anak anakku Kak?"tanyaku. "Tidak ada yang menjaga mereka!"ucapku lagi.
"Kau bawa saja anak anak ke rumahku. Biar mereka main di rumahku sementara kau menemani Mama berbelanja,"ucapnya.
"Baiklah kalo begitu,"ucapku menyetujui usulan Kakakku.
"Aku sudah mentransfer uang belanja ke rekening dirimu. Jangan lupa belikan baju baru juga untuk anak anakmu,"ucapnya lagi. Aku baru mau menyelanya, namun Kakakku lebih dulu melanjutkan kata katanya.
"Nanti ada Tante Rina, kau tahu sendiri bagaimana mulut Tante Rina. Bukan maksudku menghinamu namu hanya menjaga agar kau tidak di hina lagi olehnya,"ucap Kakakku. 0
Aku hanya bisa menundukkan kepalaku dan berucap terimakasih padanya. Tak berapa lama anak anak pun datang dan kami menyudahi perbincangan kami.
"Jani ...Jani. Ini Teteh belikan baju yang sama dengan Teteh. Besok di acara Eyang pakailah. Biar kita terlihat sama sama cantik,"ucap Putri Kakakku.
Putri Kakakku memang hanya terpaut 1,5 tahun dengan Rinjani, hampir seumuran dengan anak keduaku. Namun Putri Kakakku sudah sangat mahir dalam berbicara bahkan di umurnya terlihat sangat pandai.
Setelah berbasa basi sebentar, Kakakku pun pamit pulang. Aku berterimakasih dengannya sekali lagi.
Bab 1 Perselisihan.
19/10/2023