Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Beautiful Secret
5.0
Komentar
465
Penayangan
36
Bab

Liam Andreas Ville, seorang billionaire matang berusia 30 tahun dan memiliki seorang istri yang sangat mengutamakan kecantikan, fashion, dan juga uang. Hari-harinya dihabiskan dengan tiga hal itu hingga ia sering kali mengabaikan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang istri untuk Liam. Emily Alexandra Orlando, seorang wanita berusia 22 tahun dan memiliki seorang saudara perempuan yang berusia 3 tahun lebih tua darinya, Roseline Marie Orlando. Kecantikan, fashion, dan uang, adalah tiga hal utama untuk mereka berdua. Tapi, tentu saja terdapat perbedaan yang mencolok di antara keduanya. Emily yang selalu bekerja keras untuk mendapatkan uang dari pekerjaan rahasianya itu dan Rose yang masih mengandalkan harta kekayaan orang tua mereka dan juga harta milik Liam, suaminya. Hingga pada suatu malam, pekerjaan rahasia yang telah dilakukan oleh Emily selama dua tahun lamanya pun akhirnya terbongkar karena telah diketahui oleh kakak iparnya itu, Liam, dan membuat mereka berdua melakukan sebuah kesepakatan rahasia agar pekerjaan yang Emily lakukan selama ini tak diketahui oleh keluarganya, termasuk Rose yang tergolong sangat selektif tentang sebuah pekerjaan.

Bab 1 POLE DANCE

Pole dance atau tari tiang semakin digandrungi oleh wanita-wanita urban atau yang hidup diperkotaan. Penggemarnya sudah berambah ke berbagai latar belakang, mulai dari artis, pilot, hingga ibu rumah tangga. Tari tiang ini adalah bagian dari sebuah olahraga senam yang mengandalkan kekuatan otot dalam menopang tubuh di sebuah tiang. Tapi kali ini Emily telah menggabungnya menjadi sebuah olahraga yang menarik banyak perhatian mereka semua.

Emily sedang melakukannya. Ya, tarian yang ia berikan terkesan sangat vulgar dan juga seksi, tapi ia masih tetap menggunakan pakaiannya itu. Walaupun hanya sebatas crop top dan juga rok mini saja.

"Lihatlah, ia sangat seksi sekali. Siapa namanya?" tanya seseorang yang saat ini sedang mengisi sebuah kursi VVIP yang tepat berada di hadapan Emily. Tapi, wanita itu tak mendengarnya karena masih sibuk dengan pekerjaannya itu.

Pria berkepala plontos itu menoleh ke arah Emily dan tersenyum, "Oh, dia adalah Emily. Ya, aku akui bahwa wanita itu sangatlah seksi sekali. Ia bahkan memiliki banyak penggemar di club malam ini."

Pria itu tersenyum saat mendengar jawabannya, "Emily.. nama yang indah untuknya."

"Kau benar sekali, Tuan," jawab pria berkepala plontos itu kembali.

Pria matang berusia 30 tahun dan memiliki paras wajah bak dewa Yunani itu kerap kali membuat pengunjung club malam itu merasa iri karena semua hal yang ia miliki. Kedua sorot matanya pun tajam dan berwarna hazel. Rambut cokelatnya itu juga berhasil membuat ketampanannya meningkat. Ia masih menonton Emily hingga semuanya terselesaikan. Bahkan, kedua rekannya itu masih saja mengomentari Emily yang terkesan sangat seksi itu. Ia hanya tersenyum sambil terus menikmati semuanya malam itu.

Setelah penampilannya selesai, wanita itu pun tersenyum kepada para pengunjung dan setelah itu pergi berlalu dari atas panggung. Ia bahkan tak sempat untuk melihat ke semua pengunjung itu, selain gelap, tentu saja karena ia merasa cukup lelah untuk malam ini.

"Kau sangat luar biasa," goda Sandra, managernya itu. Bahkan ia selalu hadir ketika Emily tampil. Penampilannya memang selalu di tunggu-tunggu oleh mereka semua.

Emily tersenyum dan menerima air mineral pemberian dari Sandra, "Terima kasih, kau sangat tahu jika aku sedang merasa haus."

"Kau ini, aku adalah managermu, jadi wajar sekali aku mengetahuinya," ujar Sandra seraya terkekeh.

Satu hal lainnya adalah, ketika Emily tampil di atas panggung perdananya itu, ia tentu saja selalu menggunakan topeng hitam untuk menutupi setengah wajahnya saja. Itu karena ia tak ingin jika semua orang yang datang mengetahui siapa dirinya sebenarnya.

"Ini, kau memang luar biasa," ujar Sandra yang memberikan sebuah amplop putih yang sangat tebal.

Emily tersenyum saat mendapatkannya. Tentu saja, satu kali tampil ia telah berhasil mendapatkan $2000 dan itu sangatlah banyak untuknya.

"Senang bekerja sama denganmu. Kalau begitu aku permisi dulu," ujar Sandra dan setelah itu pergi berlalu dengan perasaan yang sangat senang. Tentu saja karena komisi yang ia dapatkan sangatlah banyak sekali.

Emily tersenyum dan setelah itu mengganti pakaiannya. Bagaimana pun juga ia harus kembali pulang sebelum pukul 1 dini hari. Apalagi kali ini ia merasa cukup lelah akibat tak banyak beristirahat belakangan ini.

Ia melirik ke arah arlojinya itu, ternyata saat ini waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Masih ada waktu untuk mengganti semua pakaiannya saat ini sebelum kembali pulang.

***

Emily membuka kedua matanya secara perlahan saat ia mendengar teriakan dari Rose, saudara perempuannya itu.

Rose sudah menikah sejak satu tahun yang lalu, tapi sampai saat ini mereka masih belum dikarunia seorang anak. Entah kenapa, mungkin menurutnya karena di antara mereka berdua tak memiliki banyak waktu untuk 'membuatnya' sehingga pikir-pikir ada benarnya juga. Apalagi Rose adalah salah satu wanita sosialita yang sangat gemar menghabiskan uang setiap waktu.

Tak munafik, Emily juga seperti itu, tapi perbedaannya adalah ia yang sangat suka bekerja terlebih dahulu sebelum berbelanja atau pun sebagainya. Tapi tidak dengan Rose, ia masih bergantung pada kedua orang tuanya dan juga suaminya yang sangat kaya raya itu.

"Emily, ayo bangun. Ini sudah pukul 11 siang tapi kau rupanya belum bersiap-siap juga," teriak Rose dan kedengarannya sangat antusias sekali.

Ia cukup terkejut karena Rose datang ke rumah orang tuanya itu secara tiba-tiba. Ia bahkan tak pernah mempersiapkan sarapan terlebih dahulu. Tidak tentu saja karena Rose tak pandai memasak. Berbeda dengan Emily yang sangat pandai dalam bidang itu. Terlihat sekali perbedaannya, bukan?

"Prada sedang mengatakan diskon 10%, sebaiknya kau bersiap-siap karena aku tak ingin terlambat," ujar Rose seraya melihat dirinya di pantulan cermin besar itu.

Emily masih mencoba untuk menatapnya. Cukup sulit karena ia masih merasa mengantuk sekali, "Kau pergilah lebih dulu. Aku akan menyusulmu nanti."

Rose menatapnya dan terdiam sejenak, "Jika di pikir-pikir, kau ada benarnya juga. Baiklah, segera bersiap-siap. Liam akan mengantarkanmu nanti. Oke?"

Emily mengangguk dan setelah itu Rose terlihat pergi berlalu dari dalam kamarnya yang bernuansa pink tersebut.

Emily pun bangkit berdiri dan segera bersiap-siap secepat kilat. Mungkin ia akan berdandan seadanya saja, tak seperti Rose yang terkesan berlebihan sekali padahal ia hanya akan mengikuti diskon saja siang ini.

"Hoam, sepertinya aku juga harus menikmati sarapanku yang terkesan telat ini," gumam Emily seraya memejamkan kedua matanya sejenak di dalam bath up itu.

Di lain sisi, saat ini terlihat Liam yang sedang memainkan ponselnya. Rumah megah itu memang terlihat sepi sekali, hanya ada asisten dan juga bodyguard saja di sana. Itu karena kedua orang tua Rose dan Emily sedang berada di luar negeri untuk melakukan pertemuan dengan rekan kerja Ayah mereka. Tentu saja sekaligus dengan menikmati liburan untuk keduanya. Sudah biasa sekali bagi keluarga Orlando.

"Sayang, aku akan pergi lebih dulu, kau tunggu Emily di sini. Ia sedang bersiap-siap di dalam kamarnya," ujar Rose kepada Liam yang terlihat malas sekali pagi ini. Ia juga terlihat menahan kekesalannya itu.

"Kenapa aku harus menunggu di sini? Lalu, kau akan pergi ke mana?" tanya Liam kemudian.

"Oh, tenanglah sayang. Kau hanya perlu menunggu Emily saja. Aku akan pergi lebih dulu menuju ke mall itu. Kami tak ingin Prada akan kehabisan barang-barangnya sekejap saja tanpa menyisakannya kepada kami. Baiklah, aku tak punya waktu lagi. Sampai jumpa," ujar Rose dan setelah itu pergi berlalu meninggalkan Liam seorang diri.

Liam menghela napas panjang. Sejujurnya, ia sangat ingin menikmati malam-malam yang sangat bergairah seperti layaknya pasangan suami istri kebanyakan. Bahkan, ia ingin jika semua itu dilakukan setiap harinya.

Tapi tidak dengan rumah tangganya. Rose sering kali menolak kewajibannya sebagai seorang istri karena lelah. Selain itu ia juga mengatakan jika sedang tak mood untuk melakukannya. Dan setelah itu Liam dengan sangat terpaksa melakukannya seorang diri saja. Begitu seterusnya hampir setiap hari.

Liam memejamkan kedua matanya. Ia cukup pusing siang ini. Seharusnya ia beristirahat di akhir pekan atau pun menikmati hari-hari yang sangat luar biasa itu. Tapi ternyata Rose malah mengajaknya untuk pergi berbelanja. Sial sekali.

Beberapa saat kemudian, terlihat Emily dengan pakaian oversize hitam yang tak memperlihatkan celana pendeknya itu. Seolah-olah ia tak menggunakan apa pun di bagian bawahnya saat ini.

"Maaf, Liam, kau sudah menunggu lama sekali untukku. Baiklah, ayo," ujar Emily seraya berjalan menuju ke arah halaman depan.

Liam meneguk salivanya dalam-dalam saat melihat Emily tadinya. Baiklah, dua kata yang ada di dalam benaknya saat ini..

Seksi.

Menggoda.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku