Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
59
Penayangan
10
Bab

Seperti bunga Smeraldo. Terkadang kehadiranmu terlihat nyata, terkadang memang hanya fiksi belaka. 13 tahun berusaha melupakan kejadian kelam yang terjadi di bawah hujan. Namun, seolah semuanya berjalan dengan bebasnya mimpi buruk itu selalu menghantui setiap malam indah. Percaya atau tidak. Wajahmu masih teringat jelas di dalam memori kenangan, kerinduan selalu menyelimutiku yang bersorai terhadap bulan yang indah. Hingga hadirnya seseorang seolah mengatakan bahwa dirimu masih hidup. Nyatanya, semuanya tak semudah yang aku bayangkan. Kamu... Sakala. Siapa dirimu sebenarnya? Kamu atau dia yang selalu manis padaku?

Bab 1 Chapter 1

Aku menangis kala itu. Saat alam bawah sadarku baru menguasai diriku setelah koma beberapa bulan yang lalu, aku menangis dengan sangat hebatnya. Aku kehilangan dia, aksara dalam kisahku. Aku kehilangan dia, diksi dalam puisi milikku. Bagaimana aku bisa menemukannya? Bahkan ketika semuanya terjadi tepat bersama denganku.

Saat itu, aku berlari dengan langkah kecilku yang baru sembuh dari rumah sakit yang selama ini menjadi tempatku untuk tertidur dan beristirahat. Namun, seseorang menahanku dan memelukku dengan erat.

"Nala, kamu jangan nangis. Udah, biarin dia tenang di sana yah nak?"

Dia Ayahku. Tapi, aku tetap tak bisa menengkan diriku. Seolah separuh duniaku telah menghilang ikut pergi bersama dirinya, Sakala. Laki-laki yang selalu bersamaku. Aku tak mau kehilangan dia, andai saat itu aku tak mengejar kupu-kupu indah sampai membuat kejadian menyeramkan ini terjadi.

Saat itu aku dan Sakala sedang bermain di taman. Seperti biasanya kami selalu bahagia setiap kali bertemu. Saat sedang asik bermain kami menendang bola nya terlalu jauh sehingga Sakala berlari untuk membawanya.

"Nala, kamu tungguin dulu ya? aku mau bawa bolana dulu," ucapnya sebelum pergi meninggalkanku yang hanya menganguk.

Benar namaku dan namanya hampir sama. Dia Sakala dan aku Shanala. Entah mengapa bisa sama, aku pun bahkan tak tahu alasannya. Namun, kedua orang tua kita memang sangat dekat karena itu juga kita berdua sering bermain dan tertawa.

Ada satu hal yang sangat istimewa, dia selalu memanggilku Sea. Katanya aku terlihat seperti lautan, aku seluas dan seindah lautan. Entah mengapa juga aku menyukai nama itu, Sea nama yang indah dari seseorang yang berada pada masa lalu yang indah juga.

Sakala belum juga kembali mengambil bola yang sedari tadi menjauh karena tendanganku. Awalnya aku yang akan mengambil bola itu, tapi Sakala melarangku. Katanya dia tak mau aku terluka sedikitpun, sehingga dia yang berlari dan mengambil bola yang pergi jauh tersebut.

Karena sangat lama, rasa bosan mulai menguasai diriku. Pada saat itu juga ada seekor kupu-kupu yang sangat cantik terbang dengan bebasnya. Awalnya aku hanya diam dan memperhatikan, namun semuanya berubah ketika aku ikut mengikuti arah terbang kupu-kupu cantik itu. Mataku hanya menatap sayap indah yang menempel, tanpa memperhatikan sekeliling dan tempat yang aku pijak.

Sampai saat itu, aku tak mengingat apapun. Selain teriakan Sakal yang memanggil namaku dan juga darah yang ada di sekitar tubuh kita berdua. Seolah cahaya datang entah dari mananya. Semuanya menjadi putih dan aku terbangun hari ini.

Saat mendengar bahwa Sakala telah pergi jauh dariku, aku takut. Aku tak pernah membayangkan sosok itu pergi jauh dari hidupku, sejak saat itu aku tak pernah terbuka kepada siapapun. Meski aku masih sangat kecil, namun rasanya seperti aku memang telah jatuh cinta kepadanya. Aku tak bisa melupakan sedikitpun kenangan masa kecil bersamanya.

***

Hari ini hujan sangat lebat. Aku melamun sambil menatap air hujan yang turun dan membuat embun di sekitar kaca yang berada tepat di sebelahku.

"Nala!" teriak Audrey membuatku terkejut kaget.

"Ishh... Drey. Gue di deket lo, kenapa teriak?" ucapku kesal. Audrey sering kali menganggu sesi melamunku.

"Temenin ngantin yuk, gue bosen. Lo nggak bosen natap hujan mulu?" gerutunya. Mungkin dia kesal, karena setiap hujan turun aku akan berdiam diri dan menatap air hujan.

Sebenarnya, bukan tanpa alasan jika aku sering menatap air hujan. Hanya saja, dia dan kenangannya tersimpan juga dalam rintikan hujan. Setiap melihat hujan, aku merasa melihat dia juga datang ke dalam hidupku yang telah lama merindukannya.

"Nala!! Ihh gue sebel sama lo yah, di ajak ngobrol malah melamun lagi." Audrey menggerutu sambil mengerucutkan bibirnya yang membuat aku tak tahan untuk melihat kegemasan.

"Iyah Drey, ayo."

Audrey menarik tanganku, mengapitnya dengan tangan milik dia. Kita berjalan menelurusi koridor yang sepi, mungkin karena hujan semuanya tidak pergi untuk keluar? Ah, aku juga tak tahu. Hanya menebaknya saja.

Kita telah sampai di kantin. Aku dan Audrey selalu duduk di bangku dekat mba Yati. Supaya lebih mudah ketika akan memesan, apalagi perut Audrey tak pernah cukup untuk satu porsi makanan saja.

"Nal, Nala..." panggil Audrey membuatku menoleh menatap wajahnya.

"Temenin gue beli makanan yah ke supermarket nanti pulang sekolah?" pintanya sambil memegang tanganku erat.

"Gue mau ke toko buku Drey, apa lo lupa?"

Audrey cengengesan. Senyumnya yang aneh membuatku mengerutkan keningku aneh. Sekarang apa lagi yang akan di lakukan Audrey.

"Nala pliss... temenin gue yah yah? nanti gue temenin ke toko buku deh," bujuknya sambil menatapku dengan wajah imutnya.

"Iyah, terserah."

Audrey berteriak kegirangan. Membuatku malu seketika, sekarang semua orang telah berkumpul di kantin dan karena ulah Audrey semua pasang mata menatap kita aneh. Ya tuhan... mengapa Shanala harus berteman dengan Audrey.

Kantin yang berisik tambah berisik ketika kedatangan seseorang. Aku tak tahu dia siapa, namun sepertinya semua orang menyukai laki-laki itu. Aku hanya mengangkat bahuku acuh, jujur saja aku tak pernah peduli pada lingkungan sekitar apalagi terhadap hal seperti ini.

"Nala nala! Itu kak Kevan ganteng banget ya tuhan," teriak Audrey histeris.

Aku mengacuhkan Audrey yang berteriak dan melanjutkan sesi makanku yang terganggu oleh kebisingan kantin yang membuatku ingin mengumpat. Siapa sih Kevan itu, mengapa semua orang menyukainya? Shanala rasa Kevan biasa-biasa saja. Tapi, kenapa semua orang berteriak setiap kali bertemu dengannya?

"Drey," panggilku.

Audrey menoleh. "Hah? Kenapa lo?"

"Dia siapa? Kenapa pas dateng semua orang teriak? Berisik," ucapku menekankan kata berisik pada kalimat yang baru saja keluar dari bibirku.

"Hah? Lo nggak becanda kan Nala. Lo beneran nggak tahu kak Kevan? Astaga, lo kenapa nggak tahu gini sih? Lo kemana aja Nala."

"Apa sih Drey, gue beneran nggak tahu. Lagian dia nggak penting," ucapku cuek.

Audrey terdengar menghela nafasnya beberapa kali. "Kak Kevan itu cowok paling ganteng di sini, asal lo tahu dia kesayangan guru meski kadang yah sering ribut sana-sini."

"Gue baru tahu."

Audrey yang mendengar ucapanku mungkin terkejut saat mendengar apa yang aku katakan. Ku lihat dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Namun, aku tetap tak peduli dengan apa yang terjadi.

***

Setelah makan dari kantin. Sekarang aku berada di perpustakaan. Tempat paling nyaman yang pernah aku temui. Tapi, berbeda dari biasanya Audrey ikut bersamaku. Entah apa yang dia inginkan sekarang, tapi mereka berdua sedang tenang dan membaca beberapa buku yang ada di perpustakaan. Rasanya sangat tenang, apalagi perpustakaan adalah tempat paling sepi dan nyaman untuk menghibur diri atau mengisi jam istirahat yang masih tersisa.

Rasanya kepalaku mendadak pusing. Bayangan ketika hari kelam terjadi kembali datang dan itu membuatku sangat ketakutan. Aku takut, Sakala pergi meninggalkanku karena diriku. Aku meremas rok dengan kepala yang mulai memberat.

Sejak itu, aku tak tahu apa yang aku rasakan. Selain kegelapan yang meliputiku dan juga teriakan namaku, aku yakin dia adalah Audrey.

"Sea, kamu mau jadi pacar aku nggak" tanya dia sambil tersenyum dengan manisnya.

Kau tahu? Senyumnya sangat manis dan umur kita berbeda 2 tahun. Saat itu umurku 5 tahun, aku tak mengerti memang apa yang dia ucapkan saat itu. Pacar? Apakah itu sebuah makanan? Atau permainan yang mengasikan?

"Pacar itu apa, Kala?" tanyaku sambil menatap dia yang sedang memegang bunga.

"Aku juga nggak tahu Sea, tapi katanya pacar itu teman yang baik!" ungkapnya sambil memberikan bunga yang dia pegang.

Tanganku dengan langsung menerimanya tanpa berpikir panjang.

"Jangan pernah pergi yah, Sea."

Jantungku berdetak lebih cepat. Rasanya andrenalin ku berpacu sangat cepat. Mimpi itu lagi, mengapa aku terus memimpikan Sakala. Aku merindukannya, aku sangat-sangat merindukannya. Aku tak tahu bagaimana caranya aku bertemu dengan Sakala, selain berkunjung menuju pemakaman dirinya.

Mataku belum sepenuhnya tersadar. Samar-samar cahaya masuk ke dalam mataku, aku mengerjap beberapa kali dan melihat Audrey yang langsung berjalan dengan wajah khawatirnya.

"Lo nggak papa? Kenapa lo nggak bilang lo sakit Shanala Arkasea," ucap Audrey sambil memanggil nama panjangku.

Aku menggeleng melihat tingkahnya. Aku tahu dia mencemaskan diriku tapi, aku tidak apa-apa. Hanya saja tadi entah mengapa perutku dan kepalaku mendadak sakit. Meskipun sekarang perutku masih sedikit sakit, tapi tak separah saat tadi.

"Ya ampun Nala! Gue nanya bukannya di jawab malah bengong lagi."

"Gue nggak papa Drey, tadi kepala gue mendadak pusing. Maaf yah bikin lo khawatir, gantinya gue temenin lo pulang sekolah seharian."

Aku tahu itu hal sederhana. Tapi, Audrey selalu suka saat aku menawarkan diri untuk berjalan seharian dengannya. Mungkin dia sangat menyukai bagaimana dia mengganggu ku dan membuatku kesal.

"Hah? Beneran Nala? Fix nanti gue mau keliling mall! Ya ampun sayang Nala banget." Dia memelukku dengan sangat erat. Aku hanya terkekeh geli melihat reaksi nya yang berlebihan.

Sudah aku bilang, Audrey akan membuatku berjalan dan pastinya mengubah cara berpakaianku. Dia akan dengan senang hati mengajakku pergi menuju salon bersamanya.

"Jam berapa sekarang?" tanyaku tiba-tiba. Aku merasa harus menuju kelas hari ini.

"Masih jam 11 Nal," jawabnya.

Aku berusaha berdiri. Namun, Audrey menghalangiku. Kedua keningku berkerut.

"Jangan ke kelas plis, gue males pelajaran bapak itu. Dia kejam ih nggak nggak!"

Aku hanya menghela nafas dan kembali menidurkan badanku di atas ranjang UKS. Baiklah aku akan terdiam dulu dan yah menatap Audrey yang sedang memegang ponsel sambil tersenyum sesekali. Pasti Audrey sedang melayani para buaya yang menggodanya.

Aku merasa lapar sekarang. Untung saja di dekatku ada semangkuk bubur, tanganku mengambil mangkuk bubur itu dan memakannya perlahan. Melihatku yang sedang makan Audrey berdiri dari duduk nya dan berjalan menuju arahku.

Dia merebut mangkuk bubur dan sendok yang sedang ku pegang. Lalu menyuapinya padaku. Astaga, aku kira aku salah memakan bubur! Aku bahkan mengira ini bubur miliknya.

"Audrey?"

"Makan aja, gue suapin. Biar makin sembuh sayang nya gue," ujar Audrey sambil terus menyuapiku dengan sesendok bubur.

Aku sedang memutuskan sesuatu. Hal yang tak pernah aku lakukan pada siapapun, bahkan ini kali pertamanya dia melakukan ini. Entah apa yang sedang ada di dalam pikiran Shanala. Dia hanya ingin menceritakan sebagian kisah masa lalunya kepada temannya Audrey.

"Drey, gue mau ngajak lo ke ke tempat dimana dia ada. Lo mau ikut?"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku