Sebuah Rahasia Cinta yang terpendam masa cukup lama. Tiba-tiba harus terbongkar hanya karena suatu insiden buruk yang menimpa seorang Liana Claradeka.
Namanya Liana. Anak kelas XII yang selalu dimanja oleh maminya.
Tiba-tiba datang meminta izin untuk pergi ke acara pesta ulang tahun Alea bersama sahabatnya. Gadis itu menemui maminya yang tengah sibuk memasak di dapur seperti biasanya.
"Mi?" Panggil Liana tiba-tiba sambil gelendotan di punggungnya. Wanita itu tampak terkejut dan hampir menjatuhkan sendok sayur yang sejak tadi digunakan untuk memasak.
"Liana. Ngagetin mami aja, sih?" Ucap maminya kesal. "Kalau sampai mami jantungan, terus masuk rumah sakit, te–"
Gadis itu memotong ucapannya. "Mami? Enggak boleh bilang seperti itu." Liana berkata lirih sambil mengedipkan matanya berkali-kali.
Ada hal yang ingin Liana sampaikan. Dia ingin pergi malam ini bersama Rifa. "Boleh ya, Mi?" Pinta Liana memohon. Besar harapannya jika mami akan memberikan ijin untuk dirinya bisa pergi.
"Acara apa sih, Li?" Maminya masih sibuk mengaduk sayur dalam wajan. Sambil beberapa kali mencicipi makanan itu untuk memastikan rasa yang dihasilkan sudah pas dan tidak kurang suatu apa pun.
"Pesta ulang tahun Alea, Mi? Boleh ya?"
"Ehm..., gimana ya?" Terlihat maminya mondar mandir mencari sesuatu.
"Cari ini?" Liana memberikan mangkuk saji yang terbuat dari bahan keramik berwarna putih. Di sisi luarnya terdapat sebuah lukisan bunga anggrek yang semakin membuatnya cantik.
"Nah, ini dia yang mama cari."
Liana mendengus kesal. Menunggu maminya selesai memasak masakannya yang tinggal selangkah lagi.
"Tadaaaaa....," seru maminya saat berhasil menyelesaikan tugas rutinnya. Semangkuk sup ayam sudah tersaji dengan sempurna di atas meja. Aromanya yang khas, seketika membuat perut Liana meronta-ronta untuk segera diisi.
"Kayaknya enak, nih!"
"Siapa dulu yang bikin. Mami gitu lho...," ucapnya sambil tersenyum menyeringai seraya menunjukkan jari jempolnya ke arah Liana. "Makan dulu, gih! Mami enggak mau dengar lagi di sekolah kamu pingsan gara-gara maag kamu kambuh. Padahal mami sudah dengan rutin buatin kamu sarapan." Omel maminya. Wanita itu mengambilkan nasi untuk Liana di atas piring kemudian menyiramkan kuah sup lengkap beserta sayurannya.
Gadis itu hanya mengangguk pasrah. Entah untuk keberapa kalinya penyakit maggnya kambuh di sekolah, namun enggak pernah ada kapoknya.
"Namanya juga manusia, ya wajarlah sakit. Kalau enggak pernah sakit, malah bahaya."
_Liana Claradeka_
Seperti biasa, Liana pergi ke sekolah di antar langsung oleh maminya naik mobil. Padahal jelas-jelas di rumah ada mang Oji yang selalu siap sedia mengantar ke manapun majikannya pergi. Tapi..., begitulah mami Adila.
Dia harus turun tangan sendiri jika sudah berurusan dengan putrinya.
"Mi?" Panggil Liana ke arah mamanya yang tengah fokus menyetir mobil.
"Ehm...," gumamnya tanpa sedikit pun niat untuk menoleh ke arah lawan bicaranya.
"Liana mau minta izin, boleh?"
Seketika mami memelankan laju kendaraan mobilnya, menatap ke arah putrinya sekilas kemudian bertanya, "izin ke mana sayang?"
"Mami suka pura-pura lupa, deh! Tadi kan Liana sudah bilang. Liana mau pergi ke acara pesta ulang tahun Alea nanti malam," ujarnya dengan raut wajah memelas.
"Enggak, sayang!" Jawab maminya tegas. Dia kembali fokus menyetir dan mengabaikan panggilan Liana.
Gadis itu berdecap kesal. Dan mengalihkan pandangannya ke arah luar melalui kaca mobil yang ada di sampingnya. "Ke sini enggak boleh, ke sana enggak boleh. Ke mana-mana enggak boleh, ugh." Gerutu Liana dalam hati.
"Sampai kapan sih mami akan bersikap kayak gini sama Liana?" Gadis itu memberanikan diri bertanya kepada maminya. "Liana bukan anak kecil lagi, Mi?"
Maminya menoleh sekilas ke arahnya. "Mami cuma tidak ingin terjadi hal buruk sama kamu." Jawab maminya.
"Tapi enggak seperti caranya." Liana membantah. Sudah cukup selama ini dia selalu nurut dan patuh dengan aturan maminya. Diantaranya:
1.Tidak boleh keluar malam
2.Tidak boleh pergi sendirian
3.Tidak boleh jajan sembarangan, dll.
Sebenarnya masih banyak aturan di rumah yang dibuat maminya untuk Liana. Tapi dari sekian banyak poin. Tiga poin di atas adalah hal yang berat untuk dilakukan.
Dan apabila melanggar, siap-siap saja uang jajannya akan dipotong selama sebulan. "Duh, berat juga euy!
"Sayang? Semua yang mami lakukan itu demi kebaikan kamu, lho! Mama ingin yang terbaik untuk kamu."
"Ini bukan terbaik untuk Liana. Tapi buat mami aja." Kesalnya sambil membuka pintu mobil. Gadis itu langsung turun tanpa berpamitan terlebih dulu dengan maminya.
"Bye sayang?" Seru maminya sambil melambaikan tangan ke arah putrinya. Namun sama sekali tak dihiraukan.
"Bye, Tante?" Sahut Rifa, sahabat Liana di sekolah.
"Eh, Rifa. Semangat ya sekolahnya. Jangan lupa awasin Liana, yaa...."
"Siap, Tante!"
Liana memutar kedua bola matanya malas mendengar percakapan dua manusia itu yang hanya bikin kupingnya risih. Dan enggak lama lagi....
"Selamat pagi anak mami? Semangat ya sekolahnya, jangan lupa bekalnya di makan pas jam istirahat, ingat! Engak boleh jajan sembarangan." Sahut Jesika bersama anggotanya Sheryl dan Sasha. Mereka adalah siswi yang selalu cari gara-gara dengan murid lain. Dan Liana, adalah salah satunya.
Pernah beberapa waktu saat dia hendak makan di kantin, dengan sengaja Jesika menghalangkan kakinya di depan Liana hingga membuatnya terjatuh. Hingga akhirnya seluruh siswi yang ada di sana menertawakannya sambil memberikan hujatan.
"Udahlah, Li? Orang kayak mereka enggak pantes diladenin," ucap Rifa yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya. Dia menepuk pundak sahabatnya lalu mengajaknya masuk tanpa memedulikan Jesika dan kawan-kawannya.
Sesampainya di kelas, Liana langsung duduk sambil meletakkan tasnya di atas meja. Matanya tertuju pada sebuah meja yang berada di barisan pertama paling pojok. "Belum berangkat," gumamnya kecil lalu mengambil ponselnya sambil menyetel lalu favoritnya menggunakan headset.
Putaran musik pop menjadi salah satu jenis musik yang harus Liana dengarkan sambil menunggu bel masuk berbunyi.
"Katakan sayang, bila sayang. Katakan cinta, bila...."
Tiba-tiba Rifa memotong ucapan Liana yang tengah menyanyikan lagu yang dipopulerkan oleh artis cantik Indonesia - Prilly Latuconsina. "Elo masih naksir sama Arif?" Tanyanya penasaran.
Lelaki berinisial A itu sudah sejak lama ditaksir Liana sejak awal masuk ke SMK Tunas Bangsa. Tepatnya pada masa orientasi siswa hari ke dua. Dia dengan terang-terangan mengakui perasaannya kepada Rifa kalau dia menyukainya. Dan perasaan itu terus tumbuh sampai sekarang.
Arif alias Arifin adalah pria dingin dan arogant di sekolah. Liana bahkan hampir tidak pernah melihat dia bersosialisasi bersama teman lainnya kecuali Resky, teman sebangku Arifin.
Hingga saat pembagian kelas tiba, betapa senang dan bahagianya Liana bisa berada satu kelas bersama pria yang dia suka. Kelas XII Akuntansi 3, mereka mengambil jurusan yang sama dalam bidang keuangan. Hal itu bukan tanpa alasan mengingat Liana yang sejak dulu sangat menyukai angka. Baginya, bermain dengan angka adalah sesuatu yang menarik sekaligus menantang.
"Angka adalah hal yang pasti, sesuatu yang jelas dan tak butuh logika. Dia akan tetap sama hingga ke seluruh dunia." _Liana.C_
Sosok Arifin yang dingin, menjadi daya terik tersendiri bagi Liana untuk memilikinya. Namun, sejak dulu cintanya belum atau memang tidak berbalas. Liana hanya bisa menyimpannya rapat-rapat di dalam hati tanpa ada yang tau kecuali Rifa.
Gsdis itu mendengus kesal. "Bisa enggak, jangan bahas itu?"
"Santai kali, Li? Gue tau, kok!"
"Ya kalau tau napa masih tanya, Pok?" (Panggilan kesayangan untuk sahabatnya - Epok)
"Cuma mastiin aja. Gue ada rencana nih biar kalian bisa dekat sama dia."
Liana terdiam sejenak untuk berpikir. Tak lama kemudian dia pun bertanya, "Gimana?"
"Penasaran kan, Elo!" Serunya dan langsung membisikkan sesuatu tepat di telinga Liana.
"Apa?" Liana terkejut hingga membuat seluruh murid yang ada di kelas menatap ke arahnya.
Bersambung.