Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Foto Mas Arya dengan perempuan lain bab 1
[Rania, bukankah itu suamimu] whatsapp masuk dari sahabatku Intan. Alisku bertaut, apa maksudnya ia berkata demikian. Belum sempat aku mengetik balasan untuknya, ia sudah lebih dulu mengirimkan sebuah pesan lagi, tapi kali ini ia mengirimkan sebuah foto.
Ia mengirimkan sebuah foto seorang laki-laki, tengah bersama seorang perempuan cantik, dan anak laki-laki berusia sekitar sembilan tahunan, sedang merayakan ulangtahun. Aku amati dengan seksama ketiga orang yang berada difoto tersebut.
Deg.. Detak jantungku berpacu begitu cepat, dengan napas yang memburu, rongga dada serasa begitu sesak, sebisa mungkin aku tidak menangis. Namun nihil pertahananku tidak kuat, akhirnya airmata itu lolos begitu saja menggenangi pipi.
Aku terisak cukup lama, aku pandangi lamat-lamat foto tersebut, laki-laki yang ada dalam foto tersebut adalah suamiku Mas Arya. Apakah ia telah berkhianat dibelakangku.
Ponselku terus berdering, rupanya Intan yang sedari tadi menghubungiku. Dengan sangat terpaksa aku mencoba menjawab panggilannya.
"Rania kamu baik-baik saja?" tanyanya dari seberang telepon, tampak sekali jika ia khawatir padaku.
"Aku baik-baik saja, kamu dapat foto itu darimana?" tanyaku, sambil menahan isak tangis.
"Dari temanku, tapi jangan salah paham dulu Rania, tanyakan baik-baik pada suamimu, jangan gegabah." pesannya. Aku mengangguk mengiyakan perkataan Intan, namun kutahu ia tidak melihat itu. Telepon pun aku putus secara sepihak, aku tidak kuat lagi menahan sesak yang menghimpit dada ini.
Tringg.. Ponselku kembali berbunyi, itu tandanya ada pesan masuk, ah Intan kamu mau apalagi, ungkapku sambil mengangkat ponsel tersebut.
Namun bukan Intan yang tengah mengirim pesan, melainkan Mas Arya suamiku.
[Lagi apa sayang, sudah makan, Mas kangen banget sama kamu, pengen cepet-cepet pulang] diakhir kalimat, ia membubuhkan emoji cium.
Pesan manis itu sudah biasa ia kirimkan, ketika kami berjauhan, ia sosok suami yang begitu baik, lembut, dan penyayang, tidak pernah terlintas di pikiranku, ia akan melakukan pengkhianatan di belakangku. Biasanya aku akan merasa senang, ketika menerima pesan itu, namun sekarang, kenapa aku begitu sakit membacanya. Kamu memang pandai bersandiwara Mas. Ketika kamu sudah melakukan kesalahan, namun masih sempat-sempatnya memberikan aku kata-kata itu. Pedih, sakit, perih, aku menekan dada ini kuat-kuat seraya menahan isak tangis.
Alasan apa yang telah melatarbelakangi kamu, untuk melakukan pengkhianatan ini. Apa aku bukan istri yang baik, atau aku pernah membuat kesalahan, hingga membuat kamu berpaling pada wanita lain. Aku terus bertanya pada diriku sendiri. Aku merutuki diri ini, yang telah gagal sebagai seorang istri.
Tringg... Ponselku kembali berbunyi, kembali ada pesan yang masuk, bisa kutebak itu pasti dari Mas Arya.
[Kenapa tidak dibalas sayang, apa kamu baik-baik saja, mas akan pulang cepat, tunggu dirumah ya]
Aku tunggu mas, kamu harus menjelaskan ini semua padaku, aku berucap lirih.
*****
Terdengar deru suara mobil memasuki halaman rumahku, tidak lain dan tidak bukan, itu pasti Mas Arya suamiku. Gegas aku kedepan untuk menyambut kedatangannya. Aku mencoba menarik napas panjang, dan membuangnya perlahan, untuk menetralkan emosiku.
Kupegang gagang pintu, dan memutarnya perlahan, ceklek.. Suara pintu berbunyi, setelah pintu terbuka sempurna, didepan sana sudah berdiri seorang laki-laki, yang begitu tampan, ia begitu rapi, dengan stelan kemeja warna navy, yang dipadu padankan dengan celana warna hitam, dan dasi dengan warna serupa. Sosok inilah yang membuatku mabuk kepayang, namun sosok ini juga yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.
Ia tersenyum begitu manis, tidak bisa aku pungkiri, ia menatapku penuh cinta seperti biasanya, ia memeluk tubuhku, mencium keningku. Terlihat sekali, jika ia memendam rindu yang begitu berat.
Jika cintamu memang besar padaku, lantas apa alasan kamu mengkhianatiku Mas, ucapku dalam hati.