Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Aku Miskin, tapi Bohong

Aku Miskin, tapi Bohong

Bingang Venus

5.0
Komentar
7.6K
Penayangan
63
Bab

Maya, wanita yang terlahir dari keluarga kaya raya harus menerima perlakuan buruk dari suami dan mertuanya hanya karena menyembunyikan identitas asli tentang kekayaannya. Dirga, Laki-laki yang memintanya berulang kali kepada kedua orang tuanya nyatanya hanya memandang sebelah mata dan hanya menginginkan uang tabungan yang Maya miliki. Maya sangat ingin mengakhiri hubungannya namun tidak semudah yang ia kira karena ia harus mempertahankan pernikahannya untuk mempertahankan kondisi orang yang sangat di cintainya. Akankah Maya berhasil pergi dari belenggu keluarga Dirga, ataukan Maya selamanya akan di jadikan budak oleh Dirga dan Ibunya.

Bab 1 1. Babu di rumah mertua

"Sedang apa kamu di sini? Tuh cucian masih numpuk!" seru ibu mertuaku saat aku tengah duduk di dekat pintu.

Sudah sekitar lima bulan sejak pernikahanku dengan Bang Dirga dilaksanakan, aku dengan terpaksa harus ikut tinggal di rumah mertuaku. Bagaimana tidak terpaksa jika saja di rumah ini aku diperlakukan layaknya pembantu. Belum lagi aku juga harus bekerja untuk perekonomian keluarga ini. Belum cukup penderitaanku hanya di situ, setiap gaji yang harusnya aku dapatkan malah diambil alih oleh Bang Dirga dan diserahkan kepada ibunya yang ingin selalu terlihat modis.

"Aku capek, Bu. Istirahat sebentar ya," pintaku memelas.

"Tidak ada istirahat-istirahatan. Ini sudah siang sebentar lagi kamu kerja. Kalo kerjaan rumah gak beres siapa yang mau beresin. Ibu mana mau mengerjakan kerjaan pembantu seperti itu," tukas ibu mertuaku.

Bagi Ibu dan kakak iparku, mengerjakan pekerjaan rumah itu hanya pantas dilakukan oleh seorang pembantu. Jadi meskipun mereka menganggur dan hanya ongkang-ongkang kaki mereka tidak akan sudi untuk mengurus rumah ini.

"Kalo pekerjaan rumah belum selesai kamu gak boleh berangkat kerja. Kamu harus selesaikan pekerjaan rumah dulu baru boleh kerja." Ibu melotot kepadaku.

"Tapi, Bu kalo gak kerja aku gak dapat uang," aku menunduk. Menyembunyikan raut kesalku agar ibu mertuaku tidak mengetahui itu.

Aku ingin agar ibu hanya mengetahui bahwa aku menantu yang lemah dan penurut sebelum akhirnya akan kuberi kejutan yang mengesankan.

"Halah sok gaya kamu, kayak gaji berapa aja. Cuma pegawai biasa aja belagu sok-sokan mau datang tepat waktu," kata ibu mertuaku penuh cibiran. "Dibayar berapa kamu sama bos di tempat kerja kamu sampe suka banget datang tepat waktu kayak gitu? Untuk kebutuhan kamu satu bulan saja kurang udah berani ngelawan, Ibu. Makanya cari kerja tuh yang bener. Yang gajinya gede jadi bisa bayar pembantu buat urusin rumah. Masa ibu yang urusin rumah, bisa kasar nanti tangan ibu," sambung ibu mertuaku.

Gaji dengan posisi karyawan sepertiku saat ini memanglah sedikit. Hanya mampu menutupi kebutuhan rumah tangga satu bulan. Itupun harus pandai berhemat. Tapi seharusnya itu menjadi hakku seratus persen bukan. Kebutuhan rumah tangga itu seharusnya di tanggung oleh suami tapi di sini akulah yang harus jadi tulang punggung keluarga ini. Mengabdikan waktu dan tenaga untuk kebutuhan seisi rumah.

"Cepetan kerjakan, atau kamu tidak ibu kasih makan untuk hari ini," ancam ibu.

"Ba-baik, Bu," ucapku seraya berlalu ke tempat dimana setumpuk cucian telah menantiku.

Bukanya aku lemah dengan tidak pernah melawan setiap perlakuan mereka terhadapku. Tidak, aku bisa membalasnya dengan mudah hanya saja aku ingin melihat sampai mana mereka bisa merendahkanku seperti ini. Toh tanpa mereka pun aku masih bisa hidup dengan layak bahkan sangat jauh dari kata layak.

"Nanti kamu gajian kan, May?" tanya kakak iparku saat aku tengah mencuci baju miliknya.

"Iya, Mbak," jawabku tanpa menoleh kepadanya.

"Nanti kasih ke aku lima ratus ya jangan kasih ke Ibu semua. Aku perlu uang untuk beli baju couple dengan suamiku," Mbak Sinta berujar dengan penuh penekanan.

"Tapi, Mbak. Semua gajiku di kirim ke rekeningku sedangkan kartu ATM ku saja di pegang Bang Dirga," jujurku karena memang demikian meskipun aku masih memiliki kartu ATM yang lainnya. Yang tak seorangpun tahu.

Sejak menikah dengan Bang Dirga lima bulan lalu memang aku sudah tidak pernah lagi mengetahui dimana kartu ATM dan tinggal berapa uang yang ada di dalamnya.

Dulu sebelum aku menikah dengan Bang Dirga aku memiliki tabungan yang lumayan di rekeningku. Bahkan aku bisa menggunakan uang gajiku untuk memenuhi kebutuhan serta menabung sedikit demi sedikit untuk kebutuhan yang akan datang. Tapi, setelah aku menikah dengan Bang Dirga dengan paksa Bang Dirga mengambil buku rekening serta kartu ATM ku.

"Kamu minta sama Dirga lah," sinis Mbak Sinta kearahku.

Bagaimana aku akan meminta uangku pada Bang Dirga sedangkan untuk makanku saja sering kali hanya menggunakan mie instan dengan alasan harus mengirit dan setiap makanan enak di rumah ini di simpan di lemari dan kuncinya ibu yang menyimpannya.

"Bukankan Mbak selalu mendapatkan jatah dari Bang Dirga setiap bulannya. Mengapa meminta lebihan, Mbak?" tanyaku karena memang setiap Bang Dirga gajian Ibu dan Mbak Sinta, kakak iparku selalu di berikan jatah bulanan yang lumayan besar.

"Di mintain uang segitu aja pelitnya minta ampun kamu, May. Dasar orang miskin gaji secuil aja belagu. Besok kalo aku punya uang lebih dari gaji kamu gak akan sudi aku pake uang kamu lagi," ucap Mbak Sinta geram. Ku lihat wajahnya mulai memerah menahan emosi.

Memangnya dia siapa seenak jidatnya saja meminta uang padaku. Dia pikir gampang apa cari uang. Aku saja yang kerja ingin segala sesuatu harus di tunda dulu. Bukan karena uang tapi karena sebuah alasan.

"Heh, Babu. Nyucinya cepetan dong. Mau terlambat kamu ke tempat kerjamu?" seru ibu berjalan dari arah dapur menghampiriku.

Aku sudah biasa di panggil Babu atau sejenisnya di rumah ini. Mungkin namaku hanya mereka sebut saat mereka memerlukan uangku. Selebihnya hanya panggilan-panggilan tak mengenakan hati yang mereka sematkan untukku.

Aku bergegas menyelesaikan cucianku mengingat hari sudah semakin siang. Buru-buru aku bersiap tidak ingin terlambat bekerja hari ini. Biarlah perutku lapar. Aku bisa mengisinya nanti di tempat kerja yang terpenting aku bisa datang tepat waktu.

Aku membangunkan Bang Dirga dan menyiapkan semua kebutuhan dia untuk berangkat bekerja. Memang dia merupakan seorang karyawan pada salah satu bank swasta tapi sifat pemalasnya membuat Bang Dirga acap kali datang terlambat dengan menggunakan berbagai alasan yang akan di pakainya untuk mengelabuhi atasannya.

"Bang, bangun ini sudah siang. Aku mau berangkat bekerja. Seragam dan makanan untuk sarapan sudah aku siapkan."

"Apaan sih, ganggu aja. Aku masih ngantuk," gumam Bang Dirga dalam tidurnya.

Memang semalam Bang Dirga menonton siaran laga sepak bola sampai pagi buta. Mungkin karena itulah Bang Dirga masih sangat mengantuk untuk saat ini.

"Kamu harus kerja, Bang ini sudah siang," ucapku lagi sambil menggoyangkan tubuhnya. Berharap Bang Dirga akan segera bangun dan aku bisa berangkat bekerja.

"Udahlah sana berangkat. Bisanya cuma mengganggu saja kamu jadi istri," Bang Dirga mendorongku sampai aku tersungkur ke belakang

"Astagfirullah," ucapku mengelus dada.

"Jadi istri yang berguna sedikit kenapa sih. Sudah kerja gaji pas-pasan. Muka pas-pasan, penampilan gak ada menarik-menariknya. Miskin pula!" ucap Bang Dirga sambil memiringkan tubuhnya membelakangiku

Apa katanya tadi. Muka pas-pasan dan penampilan gak ada menarik-menariknya. Dia pikir dulu siapa yang ngejar-ngejar sambil mohon-mohon untuk di terima cintanya. Kalo bukan karena kasihan juga aku ogah mau nikah sama dia. Apalagi jika tau sifat aslinya seperti ini.

Ku langkahkan kaki keluar dari kamar membiarkan Bang Dirga yang masih terlelap. Bodo amat lah jika Bang Dirga kena omelan nanti di kantor. Kan aku sudah membangunkannya. Dia nya saja yang tidur seperti kerbau. Menjengkelkan!

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Bingang Venus

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku