Luka Batin Istriku

Luka Batin Istriku

Bingang Venus

5.0
Komentar
3.6K
Penayangan
65
Bab

"Air apa yang kamu berikan untuk Adel, Tari?" "Aku, aku hanya, itu, itu air..." "Air apa?" tanyaku berusaha menahan amarah yang mulai bergejolak dalam dada. "Itu air susu Adel, Mas." jawab Tari dengan gugup "Air apa? aku tahu susu Adel habis, lalu apa yang kamu berikan untuk anakku?" Bentakku dengan membanting dot bayi yang masih terdapat setengah isinya saat Tari tak kunjung juga menjawab pertanyaanku. Bukannya menjawab pertanyaanku, Tari malah hanya berdiri mematung dengan air mata yang terus menetes dengan derasnya dari pelupuk matanya.

Bab 1 Tari

Tangis bayi berusia empat bulan membangunkanku dari tidur nyenyak malam ini.

"Ada apa, Dek?" Tanyaku pada wanita yang dengan sigap membawa Adel, anak perempuanku kedalam dekapannya.

"Adel panas, Mas." Lirihnya menatapku khawatir.

"Apa kita bawa ke dokter saja, Dek?" Tanyaku ikut khawatir memandang bayi mungil yang terlihat berbeda dengan bayi lainnya. Lengan kecilnya keriput menandakan betapa kurusnya anakku.

Lengkingan tangis anakku menggema di seluruh ruang kamar. Tari, istriku mencoba untuk mengASIhi Adel meski Adel terus menolak.

"Nanti saja, Mas. Sekarang minum obat yang ada dulu nanti ku bikinkan susu mungkin Adel akan diam." Jawab Tari dengan gelagapan. Terlihat wajahnya menyiratkan kekhawatiran dan ketakutan berlebih saat aku akan membawa Adel ke rumah sakit.

"Sebentar ya, Mas aku ambilkan susu dulu." Tari bergegas pergi ke dapur untuk mengambilkan Adel susu.

Memang selama ini ASI tari kurang lancar sehingga aku memberikan tambahan sufor untuk memenuhi kebutuhan Adel.

Tidak berselang lama Tari datang dengan membawa sebotol susu di tangannya dan memberikannya pada Adel yang langsung diam menikmati susu yang di buatkan Tari. Dahiku menggernyit melihat susu yang di bawa istriku, terlihat lebih bening dari biasanya.

"Air apa itu, Dek?" Tanyaku dengan memandang heran botol yang sedang di sesap Adel.

"Ini, air Susu, Mas." Jawab Tari dengan sedikit gugup tanpa mau melihatku.

Setelah meminum susu dan meminum obat Adel kembali tertidur. Tari begitu telaten menjaga Adel bahkan kali ini Adel di tidurkan di sampingku, bukan di bok bayi seperti sebelumnya.

"Aku tidurkan Adel di sini ya, Mas takut rewel karena badannya panas." Tutur Tari saat membawa Adel ke tempat tidur kami.

"Iya, Sayang."

Kami kembali tertidur saat Adel telah tertidur tapi tidak berselang lama Adel kembali melengkingkan tangis yang dapat memekakan telinga.

Tari kembali menimang Adel supaya diam, tapi bukannya diam tangis Adel malah semakin melengking dengan kerasnya.

Brak

"Kamu gimana sih, Tari anak nangis bukannya di diamkan malah dibiarkan menangis sekencang itu. Bikin Ibu nggak bisa tidur!" Ibuku datang dan langsung merebut Adel dari gendongan Tari. Di timangnya Adel sebentar hingga tertidur dan di letakannya Adel kedalam bok bayi.

"Anak nangis malah diam aja, tuh tidur anaknya. Kayak gitu saja tidak bisa, dasar ibu tidak becus!" Ucapan pedas terlontar begitu saja dari mulut ibuku. Ku lihat Tari hanya diam mendapatkan makian dari Ibuku.

"Adel panas, Bu. Apa sebaiknya kita bawa ke rumah sakit saja." Kali ini aku yang bersuara.

"Halah demam begitu ya biasa anak bayi. Nanti juga sembuh. Tidak usah ke rumah sakit segala. Buang-buang biaya. Nanti juga sembuh." Cerocos Ibu menolak mentah-mentah usulku yang akan membawa Adel kerumah sakit.

"Tapi, Bu."

"Tidak usah tapi-tapian. Nurut saja sama Ibu! Kamu itu harus berhemat, Pras uangmu saja sudah habis untuk biaya operasi caesar istrimu sekarang mau untuk biaya rumah sakit anakmu. Bisa habis nanti tabunganmu!" Cerocos Ibu sambil berlalu meninggalkan kamarku.

Ku lihat Tari hanya diam memandang kepergian Ibu. Tidak ada ekspresi apapun yang tergambar dari raut tenang Tari saat ini.

"Dek!" Panggilku lembut seraya menyentuh bahunya.

"Eh, Mas. Kenapa?" Tari terkaget saat aku memanggilnya. Sudah bisa ku tebak bahwa Tari melamun saat menyaksikan kepergian Ibu.

"Kamu kenapa?"

"Aku tidak apa-apa, Mas." Tari tersenyum ke arahku namun terlihat aneh karena tatapan matanya terlihat kosong.

"Maafin Ibu Mas ya, Dek mungkin Ibu ngantuk jadi emosi." Tuturku meminta maaf mewakili Ibu dengan tulus. Terlihat Tari mengangguk bertanda ia mau memaafkan Ibuku.

Tari kembali menaiki ranjang kami dan selanjutnya merebahkan tubuhnya tanpa berkata apapun lagi padaku. Aku merasakan ada keanehan dari sikap Tari. Tidak biasanya Tari tiba-tiba mendiamkanku meskipun terkadang sikap Ibu kurang mengenakan padanya atau bahkan saat aku memiliki salah pada Tari.

Ku perhatikan tubuh kurus istriku, empat bulan setelah melahirkan tubuh Tari benar-benar berubah drastis. Dari yang terlihat berisi saat awal melahirkan hingga yang kian hari kian kurus sampai sekarang.

Ada yang mengganjal dalam benakku. Apa menyusui bisa sampai sekurus itu, padahal ASI Tari tidak begitu banyak dan Adel juga di tambah sufor sehingga tidak akan mungkin mengASI terlalu banyak pada Tari.

Aku memutuskan untuk menyusul Tari ke pembaringan. Ku amati bahu Tari yang terlihat tulangnya semakin menonjol menandakan semakin terkikisnya lapisan daging yang menutupinya. Seperti hanya tulang dan kulit saja.

Ku peluk Tari dari belakang karena memang Tari tertidur membelakangiku. Sungguh aku mencintai Tari dengan bagaimanapun kondisinya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Bingang Venus

Selebihnya

Buku serupa

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku