Utami mendonorkan ginjalnya kepada Eros, yang tak lain adalah suaminya saat ini. pernikahan yang terjadi, Karena perjodohan. Eros membawa wanita lain dan menikahinya. Kesehatan Utami semakin menurun, membuat Eros perlahan-lahan mulai mengingat Utami
"Aku akan menikah, dengan kekasihku."
Seperti belati yang menghujam jantung. Perkataan itu terdengar sangat menyakitkan bagi Utami. Apa diamnya selama ini, tidak berharga bagi Eros? Utami menghela nafasnya panjang, semoga dia salah dengar, dan Eros hanya melindur, dengan ucapannya.
"Mas, makan dulu. Aku sudah masak makanan kesukaanmu." Utami bersikap seperti biasanya. Melayani suami dan hormat pada suaminya, meskipun semua yang di lakukannya, tidak berharga sama sekali.
"Kamu tidak dengar tadi aku apa bicara apa?" Eros menggebrak meja makan, membuat Utami terkejut.
"Mas, tidak baik berdebat ada makanan, yang terhidang dihadapan kita," ucap Utami mengalihkan pembahasan itu lagi."
Eros yang sudah emosi tidak terkendali, membalikkan meja makan. Semua makanan yang di hidangkan Utami, berserakkan di lantai. Utami memejamkan matanya, menahan sakit hati yang terus diberikan Eros.
"Sudah tidak ada makanan lagi. Bisa kita bicara?" tanya Eros dengan mata yang memerah, karena menahan emosinya.
"Apa kamu akan mendengarku? Seandainya aku mengatakan, tidak," ucap Utami dengan susah payah menahan air matanya.
"Tentu saja tidak! Kamu harus tahu diri, tahu posisi kamu, tahu kalau aku tidak pernah, dan tidak akan pernah mencintaimu!" bentak Eros.
"Lantas, kenapa kamu harus mengatakannya kepadaku?" tanya Utami, dengan air mata yang tidak bisa di bendungnya lagi.
"Mau tahu kenapa? Yakin, mau tahu?" Eros tertawa dengan nada mengejek.
"Tentu saja aku harus tahu! Aku adalah istrimu, sekalipun kamu tidak menganggap aku ada," teriak Utami.
"Waaahh...akhirnya keluar juga sifat aslimu," ledek Eros lagi.
"Iya, ini sifat asliku. Ini aku dengan status istri, yang tidak berharga bagimu!" Utami menunjuk dirinya sendiri.
"Utami, aku tidak mau memperpanjang masalah apapun denganmu. Aku bisa memberikanmu pilihan, silahkan pilih saja," ucap Eros dengan sombongnya.
"Kenapa kamu sejahat ini, Eros? Apa yang aku lakukan kepadamu, sehingga kamu tidak memiliki hati nurani begini?" tanya Utami dengan hatri yang sangat sakit.
"Pilihan pertama : Kamu tetap tinggal di sini, kamu tetap mendapat uang dariku, aku akan menambah 2 kali lipat. Kamu berhak melakukan apapun, sesukamu saja, Utami,"
" Pilihan kedua : Aku tidak akan menikahi kekasihku, dan kamu tidak akan mendapat 1 rupiahpun dariku. Artinya kamu harus kerja keras, untuk membiayai pendidikan adikmu. Bahkan dia sekolah di sekolah terpopuler."
Utami teringat kepada adiknya, dia sangat sayang kepada adiknya itu. Ibu dan Ayahnya sudah meninggal, akibat bencana alam yang melanda kampung halamannya.
"Cita-cita Ardian ingin menjadi dokter, aku masih ingat dia membanggakan impiannya itu." Eros menghidupkan api rokoknya, sambil tertawa dengan angkuhnya.
"Aku ingin mempertahankan rumah tanggaku! Apa aku salah?" tanya Utami dengan lirih.
"Gadis bodoh!" bentak Eros, "Apa yang kamu pertahankan? Rumah tangga sandiwara ini? kamu sedang bercanda, atau memang otak kamu sudah tidak bisa berfungsi lagi?"
"Aku sudah berjanji kepada diriku, akan menjaga rumah tanggaku, Eros." Utami berbicara dengan sangat lembut.
"Utami, aku tidak mencintaimu, aku tidak mencintaimu," jelas Eros dengan teriakannya, " jangan buat dirimu menjadi wanita yang seolah-olah tersakiti. Dari awal aku sudah mengatakan kepadamu, 'kan? Aku tidak akan mencintaimu, aku jijik kepadamu, aku benci kepadamu, aku menganggap dirimu adalah pembawa sial! Apa yang kamu pertahankan dari rumah tangga ini? Kamu mau menangis setiap hari, atau kamu mau aku membunuhmu?" Eros terus menunjukkan kebenciannya kepada Utami, sedangkan, perasaan gadis baik itu sudah hancur lebur.
"Cukup!" bentak Utami, "Silahkan lakukan apa yang mau kamu lakukan. Aku tidak akan menghalangimu, tuntun kebahagiaanmu bersama wanita lain." Pertama kalinya Utami berani bicara seperti ini kepada Eros. Biasanya Utami hanya diam saja, karena Eros tidak pernah mau bicara kepadanya.
"Dasar gadis tolol! Kenapa susah sekali kamu mengatakan "iya"! Semuanya berantakkan begini, hanya karena kamu." Eros melempar puntung rokok, ke badan Utami.
"Tepati janjimu," ucap Utami lagi.
"Dasar mata duitan. Tak heran kamu mau menikah denganku, karena paksaan keluargaku!" ejek Eros lagi.
"Terserah apa katamu. Aku berharap suatu saat tidak akan penyesalan dari mulutmu! Saat aku pergi, ingatlah, aku tidak akan pernah lagi kembali padamu," ucap Utami meninggalkan Eros, yang tertawa mengejeknya.
**
Adelin, kekasih dari Eros tengah duduk di atas pangkuan Eros. Perasaannya sangat bahagia, Eros akan melamarnya, dan menikahinya. Meskipun acara lamarannya, hanya akan sederhana saja. Adelin tidak akan memaksa Eros untuk pesta mewah dan meriah. Alasannya jelas, keluarga Eros akan menarik semua fasilitas mewah Eros. Tidak hanya itu, jabatannya di perusahaan sebagai pimpinan, akan turun menjadi karyawan biasa.
"Aku mengecewakanmu, Dear," ucap Eros memeluk pinggang Adelin.
"Sudahlah, apa yang harus kita sesali? Aku cukup dengan kejutan ini, aku tulus mencintaimu, Dear," ucap Adelin yakin.
"Tapi, aku berharap kamu jangan sampai terpengaruh, pada gadis yang ada di rumahku nanti," ucap Eros, masih memeluk Adelin.
"Sudah nasibku, menjadi istri keduamu," ucap Adelin bersandar di dada Eros.
"Statusnya saja istri pertama. Kamu tetap yang paling utama, bagi hidupku, Dear." Eros mencium kening Adelin.
"Aku pasti akan cemburu nanti, melihat kemesraan kalian berdua," rengek Adelin dengan manja.
"Kamu masih waras, Adelin Margein? Aku menikahinya bukan karena cinta, tapi, semua karena uang dan Madoxx Group!" tegas Eros.
"Persetan karena apa. Aku sedang bergembira, dengan apa yang kamu katakan tadi," ucap Adelin, yang tidak perlu bertanya, seperti apa perasaan Utami, istri sah Eros.
"Aku akan menemui orangtuamu. Jelaskan semuanya, tanpa ada yang kamu tutupi. Aku akan datang bersama Ardian, sebagai waliku," jelas Eros.
"Aku akan menceritakan semuanya kepada Mama dan Papaku. Aku yakin mereka akan menerimamu, Dear." Adelin mencumbu bibir Eros, dengan senang hati pria laknat itu, menyambut pagutan liar lidah Adelin.