Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Istri Bar-bar Hot Duda

Istri Bar-bar Hot Duda

Kilau Cantika

5.0
Komentar
Penayangan
1
Bab

Gladys Amara, adalah seorang gadis yang cukup cuek dalan penampilan dan juga tingkah laku yang tidak jaim. Seorang pria yang berstatus duda menyukainya sejak pandangan pertama dan berusaha mendekatinya tapi Gladys benar-benar cuek hingga duda itu akhirnya melancarkan aksinya yang akhirnya membuat mereka menikah. Gladys merupakan gadis dari anak pasangan Pak Ramlan dan Bu Fatma, mereka sangat menyayangi putrinya hingga membantu menantunya yang duda untuk membuat Gladys mencintai suaminya. Akankah mereka menjadi pasangan yang bisa saling mencintai atau sang duda akan mencintai secara sepihak saja. Ikuti kelanjutan kisah Gladys dan sang duda dalam kisah yang menarik ini.

Bab 1 1. Gladys Sok Cuek

Pagi ini cuaca sedikit mendung, tak terasa pekerjaan semuanya diselesaikan dengan baik oleh seorang gadis belia yang berusia sekitar 18 tahun.

Adalah dia Gladys Amara, gadis yang notabene seorang anak dari pasangan Pak Ramlan dan juga Bu Fatma itu tampak sumringah setelah tahu hasil yang tadi dikerjakannya benar-benar memuaskan hatinya.

Ia tersenyum, benar-benar sangat mengesankan. Ia merapikan semua perlengkapan menjahitnya. Rasanya ingin sekali memamerkan hasil jahitan rajutnya pada sang ibu yang selalu saja memberinya semangat.

"Bu ... ibu, dimana ibu?"

Gladys mencari-cari dimana keberadaan ibunya yang tidak terlihat sejak tadi. Dilihatnya sang ayah yang sedang duduk di teras rumah sambil mengobrol dengan seseorang. Ia melihat pria yang tampak asing tengah berbincang serius dengan ayahnya.

Ibunya juga terlihat muncul dengan menenteng barang belanjaan di tangannya. Rupanya baru berbelanja di mamang sayur yang biasa berkeliling di area lingkungan rumahnya.

Karena tadi setelah subuh hujan, ibunya tidak bisa pergi ke pasar. Ayahnya tidak memiliki mantel jadinya terpaksa menunggu hujan reda.

"Dys, kamu ngapain ngintip-ngintip? Bantuin ibu yuk, goreng pisang"

"Bu, siapa orang itu?" tanyanya.

"Kamu penasaran? Ganteng ya orangnya," ucap ibunya setengah meledek.

"Nggak juga, aku baru lihat soalnya orang itu. Memangnya siapa dia, Bu?"

Gladys mengupas pisang dari kulitnya dan langsung mencelupkan pada tepung yang sudah dibumbui gula pasir oleh ibunya.

Gorengan pisangnya langsung tercium harum saat sudah ditiriskan. Gladys diminta untuk mengantarnya ke depan tapi dia menolak.

"Maaf, Bu perut Gladys mulas, jadi ibu saja yang antar," ucapnya sambil menuju ke kamar kecil.

Ibunya menggeleng-gelengkan kepalanya, tapi tetap mengantar piring berisi gorengan pisang yang baru matang.

**

Gladys sedang asyik merajut di taman belakang rumahnya ketika tiba-tiba bola basket menggelinding ke arahnya. Ia mendongak dan melihat seorang pria yang sedang berusaha mengambil kembali bolanya.

Pria itu adalah orang yang kemarin datang ke rumahnya, tetangga barunya. Gladys memasang wajah cemberut karena bola basket itu tepat mengenai hasil rajutannya.

"Maaf ya, bolanya kepleset," ujar pria itu sambil tersenyum.

"Kepleset? Mana bisa bola sampai kepleset begini? Yang benar saja Tuan Menyebalkan!"

Gladys benar-benar marah, ia merasa emosi, mungkin karena efek PMS atau apa tapi yang jelas dia sangat marah.

Pria itu hendak tersenyum tapi raut wajahnya berubah tatkala melihat kemarahan di wajah Gladys yang sangat emosi.

"Maaf, beribu-ribu maaf, Nona ehm ... "

"Huh! Lain kali hati-hati kalau bermain, jangan sembarangan asal lempar atau pukul bola," ketus Gladys kesal.

Ia mengangkat semua perlengkapan rajutannya dan berjalan menuju ke rumahnya.

Pria itu terus memandanginya tanpa kedip. Mungkin merasa bersalah dan tak bisa mengeluarkan kata-kata yang pantas untuk gadis yang sedang emosi.

Tiba di rumah, Gladys menghempaskan barang-barang yang dibawanya. Ia sangat kesal. Ibunya sampai heran melihatnya dan langsung menegurnya. Tapi Gladys benar-benar kesal hingga akhirnya dia langsung masuk ke kamarnya dan tertidur.

**

Malam ini hujan turun dengan sangat deras, mereka sedang menonton televisi di rumah dengan volume yang cukup keras karena melihat berita banjir yang terjadi di beberapa kota yang ada di Indonesia.

Termasuk Gladys juga yang sedang duduk sambil melanjutkan jahitan rajutannya. Seharian ini dia selalu merajut karena sedang banyak pikiran setelah kelulusannya bingung mau kemana, mau kuliah atau langsung kerja saja.

"Bu, banjirnya tinggi sekali itu. Besok kalau hujannya tidak berhenti juga bisa-bisa lingkungan kita juga kena banjir," ujar Gladys.

Ia menyelesaikan menjahit rajutannya kemudian menyadarkan kepalanya di bahu ibunya.

"Jangan doakan yang buruk-buruk, pasti nanti nggak sampai banjir, kok,"

"Ibu yakin betul. Memangnya tempat kita ini jarang banjir ya, Bu?"

"Iya, jarang. Makanya kita tidak akan pernah kebanjiran kalau hujan deras sekalipun karena letak tempat kita lebih tinggi dibandingkan dengan jalan raya dan juga selokannya selalu dibersihkan setiap saat," imbuh ibunya.

Ayahnya baru saja menunaikan shalat isya, lalu bercerita tentang tamu yang kemarin datang ke rumah mereka.

"Namanya Bara, dia ingin sekali diajak jalan-jalan keliling kota ini. Ayah memberi saran, supaya kamu saja yang menemaninya jalan-jalan," ucap Ayahnya sambil menunjuk ke arah dirinya.

Gladys tentu saja menolak karena dia tidak mau menemani pria yang baru dikenalnya.

"Kan ada Mas Yudha, Kenapa ayah menyuruh Gladys untuk menemani orang itu?"

"Yudha kan sedang kerja, dia juga baru kerja sekitar 1 minggu yang lalu. Kalau sampai mengambil cuti kasihan nantinya dia,"

Gladys langsung masuk ke kamarnya, ayahnya keterlaluan katanya. Dia sangat jengkel sampai membanting pintu kamarnya.

"Kalau tidak bisa kenapa ayah menawarkan diri untuk membantunya berkeliling kota!"

Suara Gladys berseru dari kamarnya. Anak itu memang selalu mengatakan dengan terus terang jika tidak mau melakukan sesuatu yang tidak ingin dia lakukan.

Sementara itu ayahnya menggelengkan kepalanya, mengelus dadanya. "Ayah nggak ngira, dia seperti itu, Bu,"

"Gladys kalau nggak mau tetap nggak mau,Yah. Sebaiknya jangan dipaksa,"

"Ya, sudah besok Ayah saja yang akan temani dia,"

"Ibu bantu bikin bekel besok ya, Yah. Biar lebih enak selama di jalan,"

"Boleh, boleh banget, Ayah suka gorengan pisang yang ibu buat, tapi yang pakai kremes, ya?"

"Baik, Ayah. Lebih baik ibu siapkan dari sekarang,"

Gladys mendengar semua rencana mereka, dan dengan santainya dia langsung keluar begitu ayah dan ibunya telah memiliki rencananya sendiri.

**

Keesokan harinya, Gladys melihat ibunya tengah sibuk di dapur sambil mengiris bawang yang akan digunakan untuk bumbu masakan.

"Bu, ayah jadi pergi?"

"Kenapa? Kamu mau ikut? Masih ada tuh, kursi yang kosong,"

Gladys mengerucutkan bibirnya, lalu membantu ibunya memasak. Dia tahu meski ibunya kecewa tapi tetap akan tersenyum pada putrinya yang paling disayanginya itu.

Saat akan pergi, Gladys melihat pria itu datang lagi. Mobilnya sangat bagus bahkan sangat keren untuk ukuran orang biasa.

Ia berdecak meski bukan mengagumi tapi lebih heran saja kok bisa orang dengan mudah membeli mobil sampai berpuluh-puluh juta uangnya.

Sedangkan dia, orang tuanya mengumpulkan satu juta dalam sehari pun sulit.

Ia duduk melamun hingga datang kakaknya mengejutkannya. "Dys, kamu kerja jadi bagian administrasi mau?" tanyanya.

"Dimana, Mas?"

"Ini, kamu besok datang kesini. Mas yang antar deh,"

Gladys menerima secarik kertas bertuliskan sebuah nama perusahaan dan alamat kantornya. Ia membayangkan kator itu pasti sangat megah.

Sambil tersenyum, dia mengangguk tanda setuju pada sang kakak.

Esoknya, ketika sinar matahari mulai naik, Gladys sudah berada di sebuah kantor. Dia duduk bersama dengan para pelamar kerja yang

mendengar ada lowongan kerja jadi bagian administrasi.

Sedang menunggu giliran dia dipanggil masuk ke sebuah ruangan, terlibat olehnya pria yang jadi tetangga barunya sedang berdiri di ujung ruangan lorong tempatnya menunggu antrian panggilan.

Gladys menjadi gugup tapi juga heran kenapa pria itu ada di kantor ini.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Kilau Cantika

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku