Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
10.3K
Penayangan
78
Bab

Trauma masa lalu membuat Edeline ketakutan setiap kali bersentuhan dengan pria. Bertahun-tahun dia berjuang melupakan bayang-bayang gelap yang menggrogotinya. Sampai suatu ketika, Edeline harus dipertemukan dengan Elvis Dalton-dokter senior yang terkenal sangatlah arogan. Menyandang status duda memiliki anak satu, tidak membuat dokter tampan itu menjadi sosok yang hangat. Fakta yang ada malah dokter tampan itu menjadi sosok yang semakin kejam. Edeline harus dipertemukan Elvis oleh semesta. Gadis cantik itu menjadi dokter magang di rumah sakit milik dari Elvis Dalton. Semua bermula dari sini. Saling membenci, berakhir dengan saling membutuhkan. Dua orang yang memiliki kisah trauma masing-masing bertemu bagaikan puzzle yang hilang telah kembali. Lantas bagaimana kisah Edeline dan Elvis? Duda tampan yang memiliki segudang penyesalan di masa lalu, dan dokter magang cantik yang memiliki trauma pada seorang pria, mampukah mereka dipersatukan? Atau semesta memiliki rencana lain? *** Follow me on IG: abigail_kusuma95 (Info seputar novel ada di IG)

Bab 1 Pria Arogan

"Get the fuck out of here!"

Langkah Edeline seketika terhenti oleh bentakan memekik yang mengundang perhatian. Dia berhenti penuh kepedulian terhadap seorang wanita yang didorong hingga terjatuh oleh si pengumpat kejam di ambang pintu.

Edeline Johnson-gadis cantik berusia 22 tahun itu baru saja tiba di Manchester akibat pekerjaan. Dia mendapatkan fasilitas sebuah kamar dari hotel mewah di hari pertama kedatangannya-di mana dirinya tidak sengaja menjadi penonton dadakan atas sebuah kekerasan.

Awalnya, Edeline hanya ingin menuju kamarnya. Tetapi, dia dihadang oleh seorang wanita yang didorong kasar hingga terjatuh. Tatapan gadis cantik itu melihat adegan yang membuatnya kesal.

"Kenapa kau kasar sekali? Aku ini bukan orang asing bagimu!"

"Don't play dumb! Kau sangat tahu aku menganggapmu itu apa?!" pria tampan itu membalas kejam dengan tatapan dingin yang tak berhati.

Wanita cantik yang masih terduduk sakit di lantai itu sudah menangis dihujani kalimat sarkasme yang menegaskan ketidaksukaan. Tatapannya menatap lirih pria tampan yang memprilakukannya dengan sangat kasar.

Edeline berdecak atas tontonan tidak mengenakkan di depan mata. Dia tidak bisa menutup mata-lalu pergi. Sebab, situasi kejam di depan mata bagaikan dejavu nyata yang menyakiti jiwa Edeline.

Mata cantiknya memindai wanita itu. Emosi gadis berambut cokelat terang itu memuncak ke ubun-ubun ketika mendengar rintihan kesakitan serta luka di telapak tangan wanita yang terluka itu.

"Kau terlalu sempurna untuk pria sampah itu." Bibir mungil Edeline dengan sadar mengeluarkan penghinaan yang membela.

Gadis berpakaian casual itu menghampiri wanita yang menoleh ke arahnya. Dia berlutut lalu memapah wanita yang terjatuh itu untuk berdiri tegak-tanpa peduli pada sorot tajam dari pria di ambang pintu.

"Kau tidak pantas menangis dan merendahkan diri pada pria sampah dan bodoh sepertinya." Edeline mengulas senyuman manis pada wanita yang bingung menatapnya.

"Stay away!"

Edeline menolehkan pandangan pada pria yang menghardik sinis itu. Sorot matanya menajam ketika memindai pria itu. "Mulut sampahmu menjatuhkan nilai wajah tampanmu," ucapnya berani menghina.

Edeline langsung memalingkan pandangan. Dia tidak peduli pada ekspresi pria itu. Bagi gadis cantik itu, menghibur wanita di dekatnya adalah pilihan yang baik.

Untuk sejenak, Edeline teralihkan ketika tangan merogoh ke dalam tas miliknya yang bertengger di bahu kiri. Perhatiannya kembali fokus pada wanita itu saat sebuah alcohol swab dikeluarkan dari dalam tas-yang kemudian digunakan untuk membersihkan luka di telapak tangan wanita itu.

"Jika seorang pria tidak bisa mengontrol emosi, berkata dan bersikap kasar, menjatuhkan dan menginjak harga dirimu ..." Edeline terhenti sejenak saat samar-samar menghela napas sembari menutupi luka di telapak itu dengan sebuah plester.

"Please ... stop! Berhenti mendapatkan balasan dari pria bodoh dan tak bermoral seperti itu. Perasaanmu dan harga dirimu lebih penting dari apa pun," lanjut Edeline menasihati yang penuh dengan sindiran sinis.

Tidak perlu dijelaskan kepada siapa sindiran sinis itu ditujukan. Edeline pun tidak menghiraukan bagaimana perasaan dari seseorang itu. Ujung bibir itu tertarik-yang membuat bibir mungilnya menipis oleh senyuman manis yang mengembang. Wajah cantiknya pun berseri-menunjukkan ketulusan pada wanita di depannya yang kaku tidak percaya diri.

"Tadi kau terjatuh sangat keras. Sebaiknya segera memeriksakan diri. Atau ..." Edeline memalingkan wajah-yang bersamaan senyuman ramahnya berubah sinis ketika menatap pria di ambang pintu. "Lakukan visum dan laporkan pria ini. Aku bersedia menjadi saksi jika kau membutuhkan."

Pria tampan itu terkekeh kesal sembari menahan emosi yang telah bergejolak di dalam jiwa. Sementara itu matanya telah tajam membidik Edeline-gadis aneh yang berani ikut campur akan urusannya. "Kau ini masih kecil, tapi sungguh berani ikut campur urusan orang lain. Apa orang tuamu tidak mengajarimu sopan-santun?"

Mata Edeline mendelik mendapatkan kata-kata tajam pada pria tampan itu. "Aku tahu bersikap sopan dan menghargai dibandingkan orang dewasa yang tidak punya akal!" Edeline tidak mau kalah.

What the fuck? Anak kecil? Apakah tubuhnya terlalu mungil sampai dibilang anak kecil? Ingin rasanya Edeline memaki pria tampan di hadapannya itu. Memang dia akui bahwa pria berperawakan tampan itu pasti sudah berusia matang. Menurut tafsirannya pria tampan itu sudah berusia di atas 30 tahun. Tentu jika dibandingkan dengannya, dia pasti akan seperti anak kecil.

Pria tampan itu menipiskan bibir-mengukir seringai sinis. "Bercermin dahulu sebelum membuat cermin untuk orang lain. Selain itu, tanyakan pada wanita yang kau bela itu! Apa yang dia lakukan sehingga aku mengusirnya dengan kasar?!"

Alih-alih mencari tahu, Edeline malah mengulas seringai sinis yang mengejek. "Yang dilihat oleh mata lebih nyata dibandingkan-"

"Wanita yang kau bela itu memaksa masuk ke dalam kamar seorang pria. Di dalam kamarku, dia membuka pakaiannya-entah itu untuk menggoda atau apa pun itu, aku benci wanita murahan seperti itu!" sela pria tampan itu bernada lugas dan tanpa jeda.

Edeline membisu dengan perasaan yang berkecamuk, antara malu dan tidak percaya diri. Namun, logikanya berusaha menghibur wanita cantik itu yang kemudian menasihati akalnya untuk mencari tahu.

Edeline menatap wanita itu. Dan ... ah, sial! Wanita itu merunduk guna menyembunyikan wajahnya yang memucat takut. Itu menandakan bahwa memang orang yang dia bela adalah orang yang bersalah.

Astaga! Memalukan! Edeline bahkan membela orang yang bersalah. Maksud hati ingin membela orang yang lemah, tapi apa-apaan ini? Dia sangat malu! Jika seperti ini, rasanya dia ingin masuk saja ke dalam jurang.

"Apa kau diajak bekerja sama dengannya?"

Suara tenang pria itu itu mengusik perhatian Edeline, membuat gadis cantik itu kembali menoleh ke arahnya.

"Aku tidak mengenalnya."

Pria terkekeh mengejek bantahan Edeline. "Benarkah? Mengingat betapa liciknya wanita yang kau bela itu, aku tidak percaya. Berapa kau menerima uang dari dia? Sehingga kau bisa memainkan akting sempurna seperti tadi."

Gigi Edeline menggertak akibat api emosi yang membara. Pria tampan yang di depannya itu sungguh cerdik mempermainkan emosinya. Dia bisa saja meledakkan amarah dan membela diri agar tak terkalahkan dari pria yang berusia jauh dari dirinya.

Akan tetapi, kenyataan di depan mata telah menyadarkan Edeline tak akan bisa menang dari pria itu. Selain itu, wanita yang takut dan tidak percaya diri di sampingnya turut menyadarkan Edeline untuk mengibarkan bendera putih tanda mengalah.

"Enyahlah dari hadapanku! Aku tidak akan memperpanjang masalah ini. Tujuanku datang ke sini untuk tidur dengan nyaman! Jangan ganggu aku!"

Seolah tahu maksud jelas pernyataan pria itu, wanita cantik di samping Edeline seketika pergi tanpa berpamitan. Tidak ada sederet kalimat penjelasan apalagi sepatah kata pamit kepada Edeline.

Dalam sedetik, keheningan menguasai di sekitar Edeline. Gadis cantik itu juga disapa oleh rasa canggung yang tidak nyaman untuk lama-lama diresapi. Namun sekejap kemudian, perasaan itu lenyap oleh suara tenang dari pria itu yang merendahkan keberadaan Edeline.

"Kau tidak ikut dengannya? Atau kau masih mau meneruskan aktingmu?" pria itu memasang senyuman menghina dan menjengkelkan.

Tangan Edeline mengepal kuat menatap tajam pria itu. Dia memalingkan tatapan kesal. Lebih baik memilih mundur dan menjernihkan pikiran dari pria menyebalkan itu.

Sayangnya, keberuntungan belum memihak Edeline. Ketika dia terburu-buru untuk pergi, roda dari koper yang ditariknya menyangkut pada karpet tebal yang menyelimuti lantai koridor kamar. Pun di saat bersamaan langkah Edeline ikut tak terkendali sehingga Edeline jatuh di hadapan pria itu.

Edeline mengeluh kesal di dalam hati. Isi dari tas yang ikut jatuh telah berantakan. Cepat-cepat Edeline mengutip dan memasukkan pernak-pernik isi di dalam tasnya itu. Tetapi, Edeline membeku ketika pria itu dengan lancang mengutip id card milik Edeline.

"Edeline Johnson?" pria itu bersuara tenang, namun tidak menutupi rasa penasaran yang mengundang.

"Kembalikan milikku!" Edeline mendikte tegas sembari berdiri tegak.

"Ah, rupanya kau seorang dokter? Dokter magang di Omega Hospital, huh?" setelah membaca id card itu, ekspresi pria itu menajam seolah menakuti Edeline untuk tidak membantah. "Kau baru datang ke Manchester?" lanjutnya penasaran.

Pria tampan itu menarik ujung bibirnya membentuk seringai tipis, di kala melihat id card milik Edeline. Tatapan mengejek dan mencemooh. Dia sama sekali tak mengira kalau gadis yang ingin menjadi pahlawan merupakan dokter magang di Omega Hospital.

"Bukan urusanmu!" Edeline membentak, pun dia berhasil merampas benda berharga itu dari pria menyebalkan itu.

"Perhatikan tingkahmu. Jangan seperti gadis liar yang tidak tahu aturan." Pria tampan itu berkata sarkas. "Kau sangat tidak tahu arti sopan santun."

Edeline melayangkan tatapan bermusuhan yang lantang pada pria itu. Seujung kuku pun nyali Edeline tidak ciut oleh mata tajam pria itu yang berpadu ke matanya. "Lalu bagaimana denganmu? Apa kau memiliki kesopanan setelah merampas dan membaca identitas orang tanpa permisi?"

Bibir pria itu menguraikan senyuman kejam. "Minta maaf padaku!" ucapnya menuntut.

"Harusnya aku yang berkata seperti itu! Kau yang harus minta maaf padaku!" Edeline bersikeras tidak mau disalahkan.

"Minta maaf padaku sekarang atau kau menyesal, Dokter Edeline Johnson!" Nada bicara pria tampan itu menajam, seolah memberikan ancaman yang tak main-main.

Edeline tertegun. Seketika keterkejutan tanpa bisa dikontrol telah merayapi tubuh, merusak kenyamanan di jiwa sampai merasuki pikiran pada senyar ketakutan.

Perubahan emosional itu bukan karena bentakan bengis pria yang egois itu. Melainkan pergelangan tangan kurus Edeline dicengkram kencang-tubuh rampingnya telah dihimpit ke dinding oleh pria yang memiliki tubuh gagah.

"Cepat! Minta maaf padaku," pria itu berdesis rendah di depan wajah Edeline yang memucat.

"L-le-lepaskan ... lepaskan aku." Bibir mungil Edeline gemetaran berkata-kata.

Tubuh gadis cantik itu gemetaran diserang situasi dejavu yang menggiring pikiran pada hal-hal menakutkan dan menjijikkan. Keringat dingin telah menetes di balik rambut yang menutupi dahi.

"L-lepaskan aku. A-aku katakan ... lepaskan aku!"

Edeline memberontak sekuat tenaga setelah mengumpulkan keberanian. Tangannya yang satu memukul tangan pria itu-sampai Edeline tidak menyadari kukunya telah melukai sesuatu yang mencoreng kesempurnaan di wajah.

Koper yang tadi terlepas telah dipungut oleh Edeline. Gadis muda itu berlari sambil melirik-lirik ke pintu-pintu kamar. Setelah menemukan kamar tujuannya, Edeline masuk dan menenggelamkan diri di kamar itu tanpa ingin keluar sedetik pun.

Sementara itu, pria kejam yang Edeline tinggalkan masih berdiri tegak sembari melayangkan tatapan tajam ke arah pintu kamar Edeline. Dia mengerang kesal, kemudian jemari kanannya menyentuh sisi wajah yang terluka akibat kekejaman kuku Edeline.

"Sialan!" gumamnya kesal dengan ekspresi penuh dendam.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Abigail Kusuma

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Bad Duda
1

Bab 1 Pria Arogan

13/01/2024

2

Bab 2 Penuh Dendam

13/01/2024

3

Bab 3 Dua Sisi Keras Kepala

13/01/2024

4

Bab 4 Penindasan Nyata

13/01/2024

5

Bab 5 Sosok yang Buruk

13/01/2024

6

Bab 6 Di Balik Alasan

13/01/2024

7

Bab 7 Mencari-cari Alasan

13/01/2024

8

Bab 8 Aku Ingin Tahu

13/01/2024

9

Bab 9 Hari yang Tertarik

13/01/2024

10

Bab 10 Hubungan Rahasia

13/01/2024

11

Bab 11 Pertemuan Intim

19/01/2024

12

Bab 12 Dia Pria Baik

19/01/2024

13

Bab 13 Bermulut Kejam

19/01/2024

14

Bab 14 Emosi yang Aneh

19/01/2024

15

Bab 15 Gosip Murahan

19/01/2024

16

Bab 16 Dia Itu Kejam

19/01/2024

17

Bab 17 Pahitnya Masa Lalu (I)

19/01/2024

18

Bab 18 Pahitnya Masa Lalu (II)

19/01/2024

19

Bab 19 Kecelakaan Kecil

19/01/2024

20

Bab 20 Cerita Tentang Pria

19/01/2024

21

Bab 21 Kepulangan yang Tiba-Tiba

19/01/2024

22

Bab 22 Bersama Sophia

19/01/2024

23

Bab 23 Pagi yang Aneh

19/01/2024

24

Bab 24 Penindasan

19/01/2024

25

Bab 25 Pria Kurang Ajar

19/01/2024

26

Bab 26 Sebuah Pengakuan

19/01/2024

27

Bab 27 Ketegangan yang Mendebarkan

19/01/2024

28

Bab 28 Bimbang

19/01/2024

29

Bab 29 Terungkap

19/01/2024

30

Bab 30 Tertangkap Basah

19/01/2024

31

Bab 31 Merasakan Perasaan yang Tertekan

20/01/2024

32

Bab 32 Memutuskan Hubungan

20/01/2024

33

Bab 33 Semua Demi Sophia

20/01/2024

34

Bab 34 Rekaman Video Sophia

20/01/2024

35

Bab 35 Penyesalan yang Mendalam

20/01/2024

36

Bab 36 Meminta Kebebasan

20/01/2024

37

Bab 37 Dia Juga Sama

20/01/2024

38

Bab 38 Sebuah Keajaiban

20/01/2024

39

Bab 39 Semua Tentang Edeline

20/01/2024

40

Bab 40 Didorong Mengakui

20/01/2024