icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 6
6. Strategi Pertama
Jumlah Kata:1400    |    Dirilis Pada: 01/07/2022

Embun berdiri dengan terus memaku tatapannya pada sang suami, menantikan jawaban yang akan keluar dari mulut Putra dengan perasaan berdebar. Lama, hingga desau angin yang menerbangkan dedaunan di atas jalanan terdengar memenuhi pendengaran mereka.

"Jodoh," Cetus Putra membelah keheningan yang mendekap cukup lama di antara mereka.

"Jawabannya tentu saja karena jodoh. Aku dan dia tidak berjodoh dan kamulah yang ditakdirkan untuk mendampingi hidupku." Putra menjawab, lagi-lagi dengan pilihan kata yang sangat diplomatis.

Embun mendesahkan napasnya di udara. Suaminya ternyata jauh lebih pandai dibandingkan dengan apa yang dia pikirkan selama ini. Putra selalu saja memberikan jawaban tak terduga, membuat Embun terpaksa harus memeras otak lagi demi menggiring pertanyaan sebelum dia mendapatkan jawaban yang memuaskan. Embun hanya tak ingin suaminya tahu kalau dia sudah mengetahui hubungan gelap lelaki itu di belakangnya, itu saja. Embun tetap akan merealisasikan rencananya, tapi tidak dengan cara yang mencolok.

"Kenapa kamu menanyakan hal yang sama sekali tidak penting begini?"

'Menurutmu, hal ini jelas penting bagiku karena aku harus tahu alasanmu menikahiku sementara hati dan cintamu milik orang lain.'

Tentu saja kalimat seperti itu hanya bisa diucapkan Embun dalam hati. Gadis itu menggeleng pelan.

"Hanya ingin tahu saja."

Embun terpekur saat Putra kembali mengayunkan kakinya, sampai pria itu kembali hanya untuk meraih tangannya yang masih bergeming dan mengajaknya melanjutkan sisa perjalanan menuju penginapan.

"Kenapa kamu tidak memilih untuk melanjutkan pendidikan sebagai seorang dokter saja seperti kakakmu? Kamu masih terlalu muda, nilai akademismu juga jauh diatas rata-rata. Meski jalan yang kamu pilih sekarang pun sudah membuat karirmu cukup bersinar, bukankah akan sayang sekali jika kamu tidak menggunakan kepintaranmu padahal kamu bisa menjadi berguna untuk banyak orang." Putra menyuara. Sengaja ia mengalihkan perhatian istrinya agar Embun tak lagi menjebaknya dengan pertanyaan yang sulit untuk dia jawab.

Suara itu terdengar lembut dan menjadi hal yang menyenangkan bagi Embun karena perangai Putra yang memang jarang berbicara, tapi itu dulu, sebelum Embun tahu lelaki itu terpaksa menikahinya.

"Mungkin aku bukan orang yang terpilih untuk itu, Kak. Kakak kan tahu betul kalau aku paling tidak tega melihat orang sakit, melihat luka atau banyak darah saja sudah membuatku pingsan." Embun menyahut, sesekali tatapannya tertuju pada tangannya yang masih berada dalam genggaman Putra.

"Menjadi dokter itu biasanya karena seseorang mendapatkan panggilan hati, ada juga yang dilatarbelakangi karena ingin bisa menyembuhkan orang yang dia sayangi, dan masih banyak alasan lain lagi. Sayangnya aku sama sekali tak terketuk untuk menekuni profesi menjadi dokter."

"Tidak masalah. Kakak dan suamimu ini dokter, termasuk kakak iparmu yang juga merupakan sahabatku. Kami semua akan memastikan kamu selalu dalam kondisi sehat."

Embun melirik sekilas. 'Manis sekali ucapanmu, kak,' batinnya. 'Sayang, aku tahu semua ini hanya sebuah kepura-puraan saja.'

"Oh ya, sepertinya kita harus sudah mulai memikirkan tempat mana saja yang akan kita kunjungi besok," Cetus Putra.

"Aku terserah Kakak saja."

"Tapi aku ingin mendengar pendapatmu. Kira-kira tempat mana yang akan kita kunjungi lebih dulu, kita harus menyusun rencana dengan baik agar jangan ada tempat yang terlewat. Termasuk oleh-oleh untuk orang rumah."

"Ya. Akan aku pikirkan nanti."

Senyuman yang terkembang tipis di bibir Putra, Embun tahu bukanlah senyuman tulus. Nalurinya berkata begitu. Mereka terus mengobrol, Embun mencoba bersikap biasa agar tak menimbulkan kecurigaan pada diri suaminya. Setiap jengkal tanah yang mereka tapaki membuat keduanya tiba di penginapan.

Putra membukakan pintu untuk Embun. Lelaki itu merebah di pembaringan ketika Embun berpamitan ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Degup jantungnya berlarian dengan cepat, Putra tak sanggup membayangkan akan melewati malam ini bersama Embun. Istrinya itu memang baru berusia dua puluh tahun, dan selalu Putra anggap sebagai anak kecil. Akan tetapi Embun memiliki bentuk tubuh yang tak kalah indah jika dibandingkan dengan Giska, atau perempuan lain. Sikap Embun juga terkadang terlampau agresif dan hal itu sanggup memicu gairah dalam diri Putra.

Sial!

Belum apa-apa, Putra sudah dibuat heboh sendiri membayangkannya. Siapa yang bisa menjamin kalau Embun tidak akan meminta haknya sebagai seorang istri malam ini?

Putra terus saja memikirkan cara agar dia bisa melepaskan diri dari Embun. Ya, sebaiknya dia akan berpura-pura tidur saja jadi begitu Embun keluar dari kamar mandi nanti, mau tidak mau Embun juga akan menyusulnya tidur. Putra baru saja merubah posisinya menjadi lebih baik agar dia nyaman dalam melakukan aktingnya, lalu berharap setelah itu dia akan benar-benar tidur.

Namun, tiba-tiba saja getaran halus yang bersumber dari benda pipih di atas nakas terdengar memenuhi ruangan. Putra meliriknya sekilas dan gegas meraih benda itu saat melihat nama wanita terkasihnya berkedip di layar.

"Sayang." Suara Giska terdengar manja menyapa indera pendengaran Putra, membuat lelaki itu gegas menarik diri dari ranjang.

"Kenapa kamu telepon malam-malam begini? Kita kan sudah membuat kesepakatan?" Putra menyuara dengan lirih.

"Persetan dengan kesepakatan itu, aku kangen banget sama kamu. Sejak kemarin sore kamu susah dihubungi, bahkan sampai nggak balas pesanku padahal jelas-jelas kamu sudah membacanya."

"Jangan nekat, Gis. Kamu mau Embun curiga sama kita terus rencana kita berantakan? Dia sudah curiga karena sejak kemarin aku sibuk balas pesan kamu terus. Tolong, hanya untuk beberapa hari saja," pinta Putra memelas.

"Menjengkelkan."

Dapat Putra dengar kekasihnya mendengus kesal di ujung telepon, tapi dia tak mau mengambil resiko. Rencananya bisa berantakan seandainya dia menuruti semua kemauan Giska.

"Dengar baik-baik, jangan dulu menghubungiku selagi aku di sini sama Embun, dia bisa curiga."

"Yakin kamu, takut Embun curiga atau takut akan ada yang gangguin malam pertama kalian?" Tuduh Giska.

"Apa-apaan sih kamu? Berapa kali harus aku bilang kalau aku nggak akan nyentuh dia, berhenti bicara omong kosong! Semakin bulan madu ini cepat berakhir maka akan semakin cepat kita bisa bertemu lagi."

"Kamu harus janji untuk nggak akan pernah jatuh cinta sama Embun, apa lagi sampai nyentuh dia."

"Iya. Aku janji. Kamu pikir untuk siapa aku melakukan ini? Aku sampai mengambil resiko besar jika sampai Satria sampai tahu kita ada main di belakang adiknya."

"Kangen. Cepat pulang ya," Rengek Giska.

Belum sempat Putra menjawab, derit pintu kamar mandi yang terdengar membuat lelaki itu mengalihkan pandangannya. Kedua bola mata Putra seakan hendak loncat dari cangkangnya saat melihat Embun keluar dari sana, kemudian berjalan dengan gemulai ke arahnya. Gaun malam yang dikenakan Embun membuat Putra dapat dengan jelas melihat lekukan yang tercetak di balik kain tipis warna deep purple. Bahkan ujung dada Embun tampak mengintip dan mengundang untuk dijamah. Putra menelan salivanya kelat.

Seakan tersadar jika dirinya baru saja terbuai akan pesona istri kecilnya itu, Putra terkesiap saat samar ia dengar suara Giska memanggilnya. Beruntung Putra langsung menyadari jika panggilan telepon itu masih tersambung, dan dengan cepat Putra menekan lencana gagang telepon berwarna merah.

'Silakan lakukan saja apa yang kalian inginkan di belakangku, kita lihat saja nanti. Siapa yang pada akhirnya akan bisa memenangkan hati Kak Putra.' Embun membatin, ia merangkak naik ke pembaringan, pun dengan gerakan yang sangat hati-hati. Dan sialnya hal itu malah semakin mengundang gairah pria di sampingnya.

Jauh di luar dugaan Putra, istrinya sama sekali tak menggodanya atau mengatakan apa-apa padanya dan justru langsung merebah dengan posisi memunggunginya. Jakunnya naik turun tak karuan terlebih saat melihat Embun menyibakkan rambutnya ke samping, memperlihatkan bahu polos dan punggung mulusnya dengan jelas. Semakin tersiksa saja Putra dibuatnya.

'Sial! Kenapa aku bereaksi pada anak kecil begini. Tidak! Aku nggak boleh sampai terpancing. Hanya untuk Giska saja hati dan cintaku, aku nggak bisa melakukannya tanpa cinta. Ini tidak benar.' Putra terus berusaha mengingkari naluri yang mencoba menuntunnya menuju surga dunia yang nyatanya telah halal untuk dia cicipi.

Lama.

Putra kembali melirik istrinya, hal yang sejak tadi berusaha dia tahan karena semakin melihat Embun maka akan semakin menggila saja gairah yang kini berhasil menguasainya. Putra kira dengan memaksa untuk tidur dia bisa terbebas dari rasa yang menyiksanya, tapi jelas saja dia menjadi semakin gila. Miliknya kini sudah sangat menegang dan sesak di bawah sana dan itu sangat menyakitkan. Ia juga pria normal. Sejauh ini ciuman mungkin hal yang biasa dia lakukan dengan Giska, tapi melihat tubuh seorang wanita dalam keadaan sangat dekat seperti sekarang ini, itu sungguh menghancurkan kewarasannya.

Putra tak henti mengutuk dirinya dalam hati, lantas ia menyibak selimut yang menaungi tubuhnya, juga tubuh Embun. Dipegangnya bahu gadis itu dengan tangan bergetar, lalu membaliknya dengan pelan.

"Embun," Panggilnya dengan suara berat.

Embun berpura-pura menguap, ia membuat tampang sekesal mungkin seperti orang yang marah saat tidurnya terganggu, padahal sejujurnya sejak tadi Embun sengaja diam untuk menguji suaminya.

"Ada apa?" tanya Embun masih dalam mode pura-pura tentunya.

"Embun, sebenarnya aku ...,"

"Kakak butuh sesuatu?" Tanya gadis itu memotong perkataan Putra.

Tanpa kata, Putra menyambar bibir merah jambu Embun. Ia menjadi tak tahan saat melihat benda kenyal nan lembab itu terbuka ketika Embun berkata tadi.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 1. Ternyata Bukan Aku Pemilik Hatinya2 Bab 2 2. Ditinggalkan Di Malam Pertama3 Bab 3 3. Tak Tinggal Diam4 Bab 4 4. Tak Ingin Terbuai5 Bab 5 5. Wanita Seperti Apa 6 Bab 6 6. Strategi Pertama7 Bab 7 7. Begitu Banyak Rahasia8 Bab 8 8. Menuntaskan Kerinduan9 Bab 9 9. Kecewa10 Bab 10 10. Pertikaian Kecil11 Bab 11 11. Hampir Tertangkap Basah12 Bab 12 12. Akting Yang Sempurna13 Bab 13 13. Nasehat Bella14 Bab 14 14. Rela Melakukan Apa Saja15 Bab 15 15. Sebatas Mimpi16 Bab 16 16. Mengamuk17 Bab 17 17. Sebuah Keputusan18 Bab 18 18. Tragedi19 Bab 19 19. Tragedi Part 220 Bab 20 20. Hanya Orang Asing21 Bab 21 21. Curiga22 Bab 22 22. Hadiah Ulang Tahun23 Bab 23 23. Akhirnya Terbongkar24 Bab 24 24. Berita Besar25 Bab 25 25. Mencari Tahu26 Bab 26 26. Kembali Mencari Bukti27 Bab 27 27. Meninggalkan Semua Kenangan28 Bab 28 28. Kehilangan29 Bab 29 29. Tanpa Kabar Berita30 Bab 30 30. Membuka Lembaran Baru31 Bab 31 31. Tiga Purnama32 Bab 32 32. Hampa33 Bab 33 33. Insiden Kecil34 Bab 34 34. Karma35 Bab 35 35. Sesal Putra36 Bab 36 36. Mulai Terkuak37 Bab 37 37. Bukti Lain38 Bab 38 38. Hutang Yang Harus Dibayar39 Bab 39 39. Hancur Lebur40 Bab 40 40. Mengembalikan Nama Baik Embun41 Bab 41 41. Tak Sendiri Lagi42 Bab 42 42. Benar-benar Hancur43 Bab 43 43. Jatuh Cinta 44 Bab 44 44. Kasmaran45 Bab 45 45. Mulai Berjuang46 Bab 46 46. Pacar Pura-pura47 Bab 47 47. Bisikan Cinta Di Bawah Rintik Gerimis48 Bab 48 48. Hukuman Bagi Putra49 Bab 49 49. Gerak Cepat50 Bab 50 50. Tetangga Baru51 Bab 51 51. Lamaran52 Bab 52 52. Cinta Yang Bersambut53 Bab 53 53. Cincin Pengikat54 Bab 54 54. Akhirnya55 Bab 55 55. Suami Idaman56 Bab 56 56. Pertemuan Yang Tak Disengaja57 Bab 57 57. Penantian Yang Berakhir Manis58 Bab 58 58. Bukan Om-om Biasa59 Bab 59 59. Tak Sebanding60 Bab 60 60. Ikrar Suci61 Bab 61 61. Romantisme Pengantin Baru62 Bab 62 62. Senjata Makan Tuan63 Bab 63 63. Mas Davi 64 Bab 64 64. Embun Yang Memulai65 Bab 65 65. Candu Yang Mematikan66 Bab 66 66. CEO Dingin Itu Penyelamatku67 Bab 67 67. Tragedi Di Kantor Davi68 Bab 68 68. Gelora Dalam Lift69 Bab 69 69. Kedalaman Rasa70 Bab 70 70. Lelaki Terakhir71 Bab 71 71. Kabar Mengejutkan72 Bab 72 72. Bersedia Untuk Berlutut73 Bab 73 73. Kekuatan Cinta74 Bab 74 74. Tak Mengenalnya75 Bab 75 75. Berakhir Sia-sia76 Bab 76 76. Cari Masalah77 Bab 77 77. Salah Memilih78 Bab 78 78. Lahirnya Kebahagiaan79 Bab 79 79. Sedikit Masalah80 Bab 80 80. Jalan Keluar81 Bab 81 81. Dengan Cara Lain82 Bab 82 82. Terlalu Takut83 Bab 83 83. Mimpi Buruk84 Bab 84 84. Akan Berakhir85 Bab 85 85. Tenggelam Dalam Cinta86 Bab 86 86. Menantikan Hari Baru87 Bab 87 87. Memberikan Kejutan88 Bab 88 88. Bukan Sembarang Orang89 Bab 89 89. Baru Permulaan90 Bab 90 90. Kehilangan Semangat Hidup91 Bab 91 91. Ternyata Masih Belum Berakhir92 Bab 92 92. Lubang Di Hati93 Bab 93 93. Cinta Yang Senantiasa Terjaga94 Bab 94 94. Dengan Status Yang Berbeda95 Bab 95 95. Wanita Yang Berbeda96 Bab 96 96. Bumbu Cinta97 Bab 97 97. Menua Bersama98 Bab 98 98. Akhir Kisah Yang Menantang Takdir99 Bab 99 99. Cinta Luar Biasa100 Bab 100 100. Sedikit Drama