icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 5
5. Wanita Seperti Apa
Jumlah Kata:1268    |    Dirilis Pada: 01/07/2022

"Kakak yakin kita akan pergi bulan madu?" Tanya Embun meneliti air muka suaminya. Saat ini keduanya sedang berada di mobil dalam perjalanan menuju bandara.

Setelah sempat mengobrol sebentar, Putra memutuskan untuk pergi bulan madu di hari yang sama meski jadwal menginap mereka di hotel masih tersisa dua hari lagi. Putra pikir bukan ide yang baik jika mereka pulang, sudah pasti keluarganya akan mempertanyakan hal itu. Terpaksa, Putra mengambil pilihan kedua untuk pergi bulan madu. Semakin cepat ia dan Embun pulang dari bulan madu maka akan semakin cepat pula Putra bisa kembali beraktivitas di rumah sakit, dan itu berarti ia memiliki banyak waktu bersama Giska.

"Tentu saja. Daripada pulang ke rumah, walaupun kita tinggal di rumah yang berbeda dengan orang tuaku atau kakakmu, hal itu akan menimbulkan spekulasi. Bulan madu adalah keputusan terbaik saat ini."

Seperti biasa, sikap lelaki itu amat datar. Embun mengangguk paham sebelum kembali melemparkan tatapannya ke arah jendela dan memilih mengunci rapat mulutnya.

Gadis itu merutuki dirinya yang ternyata terlampau bodoh sampai tak bisa membedakan antara cinta dan hanya sebatas kebaikan. Sikap baik Putra padanya selama ini disalahartikan Embun sebagai bentuk rasa cinta, sementara dalam hatinya perasaan cinta itu tumbuh subur begitu saja. Bagi Embun, hanya Putra seorang satu-satunya pria yang mampu mencuri hatinya. Putra membuat Embun merasakan apa itu cinta pertama, Embun bahkan merasakan getaran itu sejak dirinya masih duduk di bangku awal SMP.

Saat itu, kesedihan akan kepergian kedua orang tuanya teralihkan dengan kehadiran dan perhatian Putra. Lelaki itu menjadi pria kedua yang Embun cintai setelah Satria, sang kakak. Embun menyimpan rapat perasaannya, sampai hari kelulusannya tiba dan ternyata tawaran untuk menikah dengan Putra datang dari kakaknya sendiri. Ternyata diam-diam Satria mengetahui perasaannya yang selama ini hanya dapat dia pendam sendiri. Lalu terjadilah pernikahan ini sekaligus disusul dengan tersingkapnya tabir rahasia tentang Putra. Satu hal yang Embun tak bisa mengerti, kenapa Putra mau menikahinya jika memang di hatinya ada wanita lain?

"Embun."

Kelopak mata dengan dihiasi bulu lentik itu terpisah ketika Embun merasakan bahunya diguncang pelan disusul dengan panggilan yang terdengar mendesak. Embun terkesiap menyadari dirinya masih berada dalam pesawat, orang-orang tampak bersiap untuk turun.

"Embun, bangun. Kita sudah sampai," Kata Putra.

"Hm, iya Kak. Maaf aku ketiduran." Embun gegas merubah posisinya sembari mengumpulkan sisa kesadarannya usai terlempar di pulau mimpi untuk waktu yang lama.

Sepasang netra cantik itu melirik sekilas, Putra sibuk memainkan ponselnya dan Embun tahu betapa suaminya sibuk memikirkan wanita lain saat ini. Keduanya meninggalkan bandara dengan Putra yang tak mengalihkan perhatiannya pada benda canggih di tangannya itu, sedikit pun.

Butuh waktu setengah jam hingga pada akhirnya sepasang pengantin baru itu tiba di villa yang telah dibooking oleh Widya sebagai hadiah pernikahan mereka.

"Kak?"

"Ya?" Putra menjawab dengan mata yang tetap fokus pada gawainya.

"Aku boleh nggak ngomong sesuatu sama kamu."

Embun berdiri sejenak melupakan kegiatannya memindahkan isi koper ke dalam lemari, tatapannya dipenuhi dengan luka melihat suaminya tak mempedulikannya sama sekali. Putra benar-benar berubah, tak lagi perhatian padanya meski Embun tahu perhatian pria itu hanya sebatas perasaan seorang kakak kepada adiknya, tidak lebih. Setidaknya Embun berharap Putra masih bersikap baik seperti dulu meski hanya pura-pura.

"Tinggal ngomong saja," tukas Putra.

"Kakak bisa nggak berhenti main ponselnya?"

Deg.

Putra menumpukan pandangannya tepat di wajah sang istri, ia terkesiap mendapati reaksi Embun.

"Sejak semalam Kakak terus sibuk dengan benda itu, selagi dalam perjalanan juga. Aku memang nggak tahu sesibuk apa profesi seorang dokter itu, tapi yang aku tahu Kakak baru akan sibuk ketika di rumah sakit. Tolong, hargai aku. Apa pernikahan ini sama sekali nggak ada artinya di matamu?" Sekuat hati Embun menahan diri untuk tak menangis. Suaranya bergetar sedikit teredam saat ia menggigit kecil bibirnya.

Putra mengangguk lemah meletakkan benda itu di nakas dan berkata, "Sudah aku simpan. Maaf."

Embun memilih tak melanjutkan pembicaraan yang bisa saja memicu terjadinya pertengkaran. Sejujurnya dia tak ingin menangis atau terlihat lemah di hadapan Putra, tapi entah mengapa tiba-tiba saja suasana hatinya begitu memburuk tadi.

Lelaki itu memangkas jarak, tapi belum sempat kata-kata terucap dari bibirnya, Embun lebih dulu pergi melarikan diri ke kamar mandi.

'Salahku. Kenapa aku begitu bodoh? Embun bisa saja curiga jika aku terus berhubungan dengan Giska. Aku harus lebih berhati-hati lagi.' Putra membatin.

Sembari menunggu Embun selesai dengan ritual mandinya, Putra berinisiatif untuk melihat-lihat suasana di sekitar resort. Tak jauh dari jendela tempatnya berdiri, terdapat hamparan pasir putih dengan dengan bau air laut yang khas. Pemandangan sekeliling begitu memanjakan mata. Ia menoleh saat Embun mengulurkan selembar handuk.

"Bersiaplah, kita cari makan malam di luar saja nanti, sekalian jalan-jalan." Putra berpesan.

"Hm."

Putra termangu melihat istrinya berlalu dari hadapannya dan sibuk menyiapkan pakaian ganti untuknya.

'Sepertinya anak kecil itu marah padaku. Huh, tapi kenapa juga aku jadi kepikiran. Sama sekali tidak penting.'

Udara malam terasa dingin membelai kulit. Malam belum begitu larut, dewi bulan baru saja menapaki jejak singgasananya. Embun mengayunkan kakinya pelan sambil merapatkan sweater yang membalut tubuhnya. Ia dan Putra sama-sama bungkam lantaran tak memiliki topik menarik untuk dibicarakan. Mereka memutuskan pulang selepas menikmati jamuan makan malam di salah salah satu restoran yang berada tepat di dekat pantai.

Jauh di dalam hatinya sebenarnya Putra banyak menyimpan pertanyaan. Jelas sekali Embun sedang menjaga jarak dengannya, tapi Putra tak tahu hal apa yang melatarbelakangi perubahan sikap Embun. Biasanya gadis itu akan sangat manja dan menempel padanya, tapi semenjak menikah alih-alih semakin menempel, Embun malah terlihat menjauh.

"Embun."

"Heem?" Menoleh sekilas dan langsung membuang pandangannya. Salah satu kelemahan Embun, tak sanggup jika harus berlama-lama bertemu mata dengan pria itu.

"Kamu masih marah?"

"Marah soal apa?" Embun balik bertanya.

"Karena aku terus main ponsel tadi. Maaf ya, aku janji deh cuma pegang benda itu seperlunya saja," Kata Pria itu.

Embun menjawab dengan sebuah anggukan. Sepertinya dia masih harus menyiapkan stok kesabaran sebanyak mungkin karena pasti akan ada banyak hal tak terduga yang menantinya di depan sana. Dengan memilih untuk mempertahankan rumah tangganya dan memperjuangkan Putra, artinya Embun harus bersiap dengan segala kemungkinan yang terjadi, termasuk jika pada akhirnya hati Putra tetap tertambat pada Giska. Setidaknya dia sudah berusaha, dan jika pun dia harus kalah, Embun akan kalah dengan terhormat.

"Aku sudah melupakannya, Kak." Embun menjeda sebentar sebelum dia melanjutkan kembali perkataannya. "Hm, Kak. Boleh aku tanya sesuatu?"

Putra mengangguk. "Katakan saja," Titahnya.

"Jawab jujur. Siapa cinta pertama Kakak? Karena aku tahu yang jelas wanita itu bukan aku."

Putra diam sejenak tampak berpikir. Pertanyaan Embun begitu menjebak dan dia tak mau sampai salah menjawab yang bisa berakibat fatal.

"Tapi janji jangan marah kalau aku berkata jujur," Pinta Putra.

"Janji." Embun mengangguk.

Ada jeda sejenak sebelum Putra membuka mulutnya hingga keluarlah cerita yang Embun ketahui bahwa sebenarnya lelaki itu tengah membicarakan tentang Giska. Meski timbul setitik nyeri di hatinya, tapi Embun hanya ingin tahu, hal apa yang ada dalam diri Giska yang bisa membuat suaminya jatuh cinta sebegitu dalamnya.

"Cinta pertamaku itu perempuan yang mandiri dan dewasa. Dia cantik dan anggun, juga pendiam."

"Apa kalian seumuran?"

"Hm. Kami bersama sejak kelas dua SMA," Balas Putra.

"Apa yang membuatmu jatuh cinta pada perempuan itu, Kak?"

Putra reflek menatap sang istri. "Kenapa kamu menanyakan hal itu?"

"Jawab saja, aku hanya ingin tahu," Dalih Embun.

"Sejujurnya aku menyukai gadis yang susah untuk ditaklukkan dan cenderung tertutup."

"Itu berarti perempuan yang agresif dan terang-terangan mengejarmu tidak menarik bagimu? Dan cinta pertamamu itu adalah sosok pendiam yang sulit dikejar pria, begitu?"

"Tidak juga."

Embun menarik napas, dia mengubah haluan. Sejak tadi suaminya begitu pandai menjawab pertanyaannya.

"Lalu di mana dia sekarang? Apa dia juga sudah menikah?"

Putra menelan ludahnya kelat sembari memutar otak memilih kalimat yang tepat sebagai jawaban.

"Dia ... Dia belum menikah," Jawab Putra terbata.

"Lalu apa yang membuat hubungan kalian putus dan Kakak memilih untuk menikah denganku?"

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 1. Ternyata Bukan Aku Pemilik Hatinya2 Bab 2 2. Ditinggalkan Di Malam Pertama3 Bab 3 3. Tak Tinggal Diam4 Bab 4 4. Tak Ingin Terbuai5 Bab 5 5. Wanita Seperti Apa 6 Bab 6 6. Strategi Pertama7 Bab 7 7. Begitu Banyak Rahasia8 Bab 8 8. Menuntaskan Kerinduan9 Bab 9 9. Kecewa10 Bab 10 10. Pertikaian Kecil11 Bab 11 11. Hampir Tertangkap Basah12 Bab 12 12. Akting Yang Sempurna13 Bab 13 13. Nasehat Bella14 Bab 14 14. Rela Melakukan Apa Saja15 Bab 15 15. Sebatas Mimpi16 Bab 16 16. Mengamuk17 Bab 17 17. Sebuah Keputusan18 Bab 18 18. Tragedi19 Bab 19 19. Tragedi Part 220 Bab 20 20. Hanya Orang Asing21 Bab 21 21. Curiga22 Bab 22 22. Hadiah Ulang Tahun23 Bab 23 23. Akhirnya Terbongkar24 Bab 24 24. Berita Besar25 Bab 25 25. Mencari Tahu26 Bab 26 26. Kembali Mencari Bukti27 Bab 27 27. Meninggalkan Semua Kenangan28 Bab 28 28. Kehilangan29 Bab 29 29. Tanpa Kabar Berita30 Bab 30 30. Membuka Lembaran Baru31 Bab 31 31. Tiga Purnama32 Bab 32 32. Hampa33 Bab 33 33. Insiden Kecil34 Bab 34 34. Karma35 Bab 35 35. Sesal Putra36 Bab 36 36. Mulai Terkuak37 Bab 37 37. Bukti Lain38 Bab 38 38. Hutang Yang Harus Dibayar39 Bab 39 39. Hancur Lebur40 Bab 40 40. Mengembalikan Nama Baik Embun41 Bab 41 41. Tak Sendiri Lagi42 Bab 42 42. Benar-benar Hancur43 Bab 43 43. Jatuh Cinta 44 Bab 44 44. Kasmaran45 Bab 45 45. Mulai Berjuang46 Bab 46 46. Pacar Pura-pura47 Bab 47 47. Bisikan Cinta Di Bawah Rintik Gerimis48 Bab 48 48. Hukuman Bagi Putra49 Bab 49 49. Gerak Cepat50 Bab 50 50. Tetangga Baru51 Bab 51 51. Lamaran52 Bab 52 52. Cinta Yang Bersambut53 Bab 53 53. Cincin Pengikat54 Bab 54 54. Akhirnya55 Bab 55 55. Suami Idaman56 Bab 56 56. Pertemuan Yang Tak Disengaja57 Bab 57 57. Penantian Yang Berakhir Manis58 Bab 58 58. Bukan Om-om Biasa59 Bab 59 59. Tak Sebanding60 Bab 60 60. Ikrar Suci61 Bab 61 61. Romantisme Pengantin Baru62 Bab 62 62. Senjata Makan Tuan63 Bab 63 63. Mas Davi 64 Bab 64 64. Embun Yang Memulai65 Bab 65 65. Candu Yang Mematikan66 Bab 66 66. CEO Dingin Itu Penyelamatku67 Bab 67 67. Tragedi Di Kantor Davi68 Bab 68 68. Gelora Dalam Lift69 Bab 69 69. Kedalaman Rasa70 Bab 70 70. Lelaki Terakhir71 Bab 71 71. Kabar Mengejutkan72 Bab 72 72. Bersedia Untuk Berlutut73 Bab 73 73. Kekuatan Cinta74 Bab 74 74. Tak Mengenalnya75 Bab 75 75. Berakhir Sia-sia76 Bab 76 76. Cari Masalah77 Bab 77 77. Salah Memilih78 Bab 78 78. Lahirnya Kebahagiaan79 Bab 79 79. Sedikit Masalah80 Bab 80 80. Jalan Keluar81 Bab 81 81. Dengan Cara Lain82 Bab 82 82. Terlalu Takut83 Bab 83 83. Mimpi Buruk84 Bab 84 84. Akan Berakhir85 Bab 85 85. Tenggelam Dalam Cinta86 Bab 86 86. Menantikan Hari Baru87 Bab 87 87. Memberikan Kejutan88 Bab 88 88. Bukan Sembarang Orang89 Bab 89 89. Baru Permulaan90 Bab 90 90. Kehilangan Semangat Hidup91 Bab 91 91. Ternyata Masih Belum Berakhir92 Bab 92 92. Lubang Di Hati93 Bab 93 93. Cinta Yang Senantiasa Terjaga94 Bab 94 94. Dengan Status Yang Berbeda95 Bab 95 95. Wanita Yang Berbeda96 Bab 96 96. Bumbu Cinta97 Bab 97 97. Menua Bersama98 Bab 98 98. Akhir Kisah Yang Menantang Takdir99 Bab 99 99. Cinta Luar Biasa100 Bab 100 100. Sedikit Drama