icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 2
2. Ditinggalkan Di Malam Pertama
Jumlah Kata:1728    |    Dirilis Pada: 01/07/2022

Cukup lama Embun menghabiskan waktunya dengan menangis di kamar mandi. Baskoro, ayah mertuanya memintanya untuk menyusul Putra lantaran ada kerabat jauh yang datang dari luar negeri demi bisa menghadiri acara pernikahan tersebut. Embun melangkah dengan hati berbunga menyusul suaminya, tapi ternyata hanya luka yang dia dapatkan dari percakapan suaminya bersama wanita lain yang berhasil Embun dengar.

Saat mendengar pengakuan cinta suaminya untuk perempuan lain, saat mendengar bahwa tak ada satu pun hal dari dirinya yang mampu memikat hati Putra, saat itulah Embun merasa dunianya hancur seketika.

"Kenapa harus perempuan itu, kak? Kenapa harus Kak Giska? Dia juga sudah aku anggap seperti kakakku sendiri," Lirih gadis itu, pilu.

Embun berdiri di depan cermin. Kristal bening terus berjatuhan di pipinya, tak peduli jika riasannya sampai rusak karena terlalu lama menangis. Embun merasa tak hanya hatinya yang sakit, sekujur tubuhnya juga remuk redam terlebih saat Putra dengan jelas mengatakan tak ada sedikit pun rasa di hati lelaki itu untuknya.

Bayangkan saja, hanya dalam hitungan menit setelah janji suci pernikahan diucapkan dan Embun sudah dihadapkan dengan kenyataan pahit seperti ini. Wanita mana yang akan sanggup menahan lara di dadanya mengetahui fakta kalau suaminya mencintai perempuan lain. Tak ada yang lebih menyakitkan dari ini.

Puas menikmati kesedihannya seorang diri, Embun pun membasuh wajahnya dan kembali ke pelaminan. Ia harus berakting untuk terlihat bahagia sekali pun fakta yang baru saja dia ketahui sudah menghancurkan hati dan impiannya.

Semua sudah terjadi dan akan sangat terlambat jika Embun harus mundur. Untuk saat ini dia tak ingin memikirkan apa pun selain menikmati lakonnya agar tak ada seorang pun yang tahu badai yang baru saja menghantam rumah tangga yang bahkan baru dibentuk.

"Embun, Sayang. Dari mana saja kamu? Mertuamu menyuruhmu untuk memanggil suamimu, kenapa malah kamu lama sekali padahal Putra sudah kembali sejak tadi."

Bella menghadang Embun dan langsung menyuruhnya berdiri di dekat pria yang baru saja menikahi adik iparnya.

"Maaf Kak, tadi perutku agak mulas. Aku benar-benar gugup tadi sampai aku merasa nggak karuan." Embun berdalih.

"Ya sudah. Bersiaplah karena sebentar lagi para tamu akan memberikan restu untuk kalian," Kata Bella sebelum kembali ke tempatnya.

Sementara itu tatapan Satria terus tertambat pada wajah sang adik. Lelaki itu menaruh curiga karena Embun berada cukup lama di kamar mandi dan kembali dengan wajah sembab seperti itu. Akan tetapi Satria berusaha menahan diri untuk tak banyak bertanya mengingat situasinya sedang tidak mendukung saat ini.

Embun meraih tangan para tamu undangan yang berbaris memberikan selamat dan doa restu padanya. Perhatiannya terus tertuju pada tamu undangan yang bergantian menyalaminya, tanpa sedikit pun menatap ke arah Putra.

"Kamu dari mana saja?" Bisik Putra tanpa mengalihkan pandangannya. Bibirnya terus membingkai senyum tipis yang terkesan dipaksakan kala menyambut tamu undangan.

"Dari kamar kecil, Kak." Embun menjawab dengan setengah berbisik juga.

Jika teringat kata-kata yang dilontarkan suaminya di belakang tadi, seperti anak panah beracun yang menghujam jantung Embun. Sakit tak terperi, tapi berkali-kali wanita itu berusaha menguatkan hati untuk tetap tegar.

Sesekali Embun memijit tengkuknya, setelah berjam-jam lamanya berdiri menerima tamu Embun merasa letih. Satria mendekati adiknya saat tamu tak lagi seramai tadi.

"Minum dulu, Mbun," Ujar sang kakak menyodorkan sebotol minuman dingin.

"Terima kasih Kak." Embun menyedot cairan dalam botol itu hingga tersisa setengahnya.

"Apa ini?" Satria menatap tajam adiknya, menyentuh pipi Embun yang masih basah dan sembab.

"Maksud Kakak apa?" Embun gelagapan.

"Jangan bohong sama Kakak. Kakak tahu kamu nggak ahli bohong." Tatapan kakak lelaki Embun itu meredup.

"Beneran aku nggak ngerti apa maksud Kakak," Sanggah Embun.

"Kamu habis nangis? Apa perlu Kakak perjelas maksud Kakak?" Satria mencecar adiknya, dia tahu ada yang sedang Embun sembunyikan darinya.

Embun tersenyum. Ya, senyum yang sejak tadi ia paksakan untuk menyembunyikan luka hatinya.

"Wajar aku nangis Kak, aku terharu karena akhirnya impianku bisa menikah dengan Kak Putra pada akhirnya terwujud. Tanya sama Kak Bella, dulu dia juga menangis waktu kalian menikah." Embun mencari alasan agar Satria tak curiga padanya.

"Benar hanya karena itu?" Embun mengangguk. "Kenapa Kakak merasa seperti ada yang sedang kamu sembunyikan dari Kakak," Imbuh Satria. Tatapannya terus memindai manik mata Embun, menelisik kejujuran dari ucapan adik satu-satunya itu.

Embun tergelak. Sungguh akting yang sempurna. Embun hampir saja menangis jika tak teringat untuk menjaga perasaan kakaknya. Takdir cintanya sungguh menyedihkan, dan Embun mentertawakan kemalangannya.

"Memang Kakak cenayang apa yang tahu perasaan orang tanpa orang itu menceritakannya pada Kakak? Ada-ada saja." Embun menggeleng.

"Syukurlah. Kakak hanya khawatir." Diusapnya kepala Embun.

"Aku baik-baik saja, Kak." Embun memeluk kakaknya, mencoba mengusir kegelisahan dalam diri pria itu sementara dalam hatinya terus terjadi peperangan batin.

'Maafkan aku, kak. Sungguh aku tidak bermaksud untuk membohongimu. Aku hanya tidak ingin kamu kecewa.' Embun membatin.

Embun memejamkan matanya menghalau genangan yang sudah terkumpul di pelupuk matanya agar tak jatuh dan menambah kecurigaan Satria.

Gadis berusia 20 tahun itu membuka mata dan terkejut bukan main saat melihat perempuan yang dicintai suaminya sedang menaiki anak tangga menuju ke arahnya.

"Sayang, mau sampai kapan kamu akan memeluk adikmu seperti itu? Dia sudah menikah sekarang, aku takut suaminya cemburu padamu," Ucap Bella menggoda suaminya dan melirik Putra.

Satria reflek melepas pelukannya dan tersenyum lebar menanggapi ucapan sang istri. Keduanya baru menikah lima bulan yang lalu setelah cukup lama menjalin hubungan sejak bangku sekolah menengah atas.

"Embun."

Yang dipanggil menoleh, Embun gegas memutus pandangannya saat tatapannya tak sengaja bertemu dengan Giska. Ya, Giska. Wanita yang baru ia ketahui statusnya sebagai kekasih dari suaminya.

Hanya kamu satu-satunya wanita yang aku harapkan untuk menjadi ibu dari anak-anakku kelak.

Ucapan itu terus terngiang di telinga Embun, seperti kaset rusak yang setiap kali dapat ia dengar setiap saat, setiap dia menatap sepasang kekasih yang selama ini membohonginya dengan menyembunyikan hubungan mereka di belakangnya.

"Selamat atas pernikahan kalian. Aku turut bahagia," Tutur Giska seraya memeluk Embun.

"Terima kasih, Kak." Embun menepuk pelan punggung perempuan yang juga merupakan sahabat kakaknya itu.

Pelukan keduanya pun terlepas, Giska bergantian memberikan ucapan selamat pada Putra.

"Selamat atas pernikahanmu. Aku do'akan semoga pernikahan kalian langgeng dan segera mendapatkan momongan."

"Terima kasih," Balas Putra.

Embun tak melepaskan pandangannya pada sepasang kekasih yang sedang reuni itu. Mereka seperti sedang mengungkapkan salam perpisahan.

'Seharusnya bukan do'a itu yang kamu berikan pada kekasihmu kak. Harusnya kamu mendoakan agar selamanya Kak Putra tidak pernah mencintaiku agar kalian bisa menikah dan hidup bahagia selamanya,' batin Embun.

Ingin rasanya Embun memberikan tepuk tangannya pada sepasang aktor yang sedang berakting itu. Baik Putra maupun Giska, keduanya benar-benar mengecoh keluarga dan teman mereka. Berpura-pura tak terjadi sesuatu di antara mereka padahal nyatanya diam-diam keduanya menjalin hubungan di belakang tanpa seorang pun tahu.

Embun merasa beruntung sekaligus menyesal di waktu yang bersamaan setelah mengetahui suaminya menjalin hubungan dengan wanita lain.

Namun, satu hal yang sangat ia sayangkan. Mengapa Tuhan membongkar kebenaran itu di saat Embun telah resmi menikah dengan Putra. Seandainya saja dia mengetahui hal itu sejak lama, maka pernikahan ini tak mungkin akan terjadi.

Embun berjalan dengan Putra yang mengekor di belakangnya memegangi ekor gaunnya yang menjuntai panjang. Setelah seharian berdiri di pelaminan akhirnya acara berakhir sudah, membuatnya lega karena tak harus berpura-pura tersenyum di depan orang. Wajahnya sampai terasa sangat kaku sekarang, dan Embun ingin cepat-cepat istirahat.

"Kamu saja duluan yang mandi, aku mau cek ponsel karena pasti ada banyak pesan masuk yang harus aku balas," Kata Putra, sesampainya mereka di kamar hotel.

'Termasuk pesan dari kekasihmu itu kan, kak? Ya, kamu memang harus membalasnya karena aku yakin kamu nggak akan bisa tidur dengan nyenyak sebelum menenangkan hati kekasihmu itu.'

Embun mengangguk, ia kesusahan membawa gaunnya dan melepasnya di kamar mandi.

"Sia-sia saja perawatan yang aku lakukan. Tahu begini aku nggak akan ambil paket perawatan lengkap sekujur badan kemarin. Lumayan uangnya kan bisa ditabung daripada dibuang percuma," Monolog Embun sambil melucuti helaian kain di tubuhnya dan mempercepat ritual mandinya.

Embun yakin saat ini suaminya itu sedang asyik berbalas pesan dengan Giska, kekasihnya.

[Aku tidak akan menyentuhnya, percayalah padaku.]

Send.

Bibir Putra melekuk indah mendapati balasan pesan dari sang kekasih.

[Lakukan saja jika kamu berani, maka aku akan benar-benar pergi dari kehidupanmu.] bunyi pesan yang dikirimkan Giska untuknya.

[Dan aku nggak nyakin kamu akan sanggup melakukan itu. Jangan tidur terlalu malam, kamu harus kembali ke rumah sakit besok pagi.]

[Aku tidak yakin malam ini bisa tidur.] Giska dengan cepat kembali mengetikkan balasan.

[Kenapa? Membayangkanku ya? Tenang saja, berapa kali aku bilang kalau aku nggak akan menyentuh bocah manja itu. Percaya sama aku.]

[Aku ada di balkon kamar di lantai yang sama dengan kamar yang kamu tempati.]

[Tunggu aku. Aku akan ke sana setelah mandi dan memastikan Embun tidur.]

Putra gegas mematikan ponselnya saat mendengar pintu kamar mandi berderit.

"Aku sudah selesai, Kak. Gantian kamu."

"Iya." Putra bangkit dari duduknya.

Saat lelaki itu telah sampai di depan pintu kamar mandi, Putra berbalik badan dan berkata, "Jangan menungguku, aku tahu kamu lelah jadi tidurlah lebih dulu," Pesannya pada Embun.

Embun menjawab dengan sebuah anggukan dan gegas membanting tubuhnya di atas pembaringan yang membuat kelopak bunga mawar merah yang dihias membentuk hati di atas seprai menjadi berhamburan.

"Sungguh membuang uang untuk hal yang sia-sia. Dekorasi kamarnya terlalu cantik padahal tidak akan terjadi sesuatu yang indah di antara aku dan suamiku," Gumam Embun.

Tak lama berselang Putra keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya, air yang berjatuhan dari rambutnya yang setengah basah menerpa dada bidangnya, membuat pria itu terlihat maskulin.

Buru-buru Embun memejamkan mata berpura-pura tidur. Dengan ekor matanya yang sedikit terbuka dapat Embun lihat suaminya itu tengah berhias di depan cermin.

'Apa dia juga berdandan saat akan pergi tidur?' Embun membatin.

Putra tak hanya mengoles pomede di rambutnya tapi juga menyemprotkan parfum di beberapa titik tubuhnya.

Jantung Embun kembali menghentak kencang saat melihat Putra berjalan ke arahnya. Setiap detik terasa lambat berjalan, Embun menantikan apa yang akan dilakukan suaminya itu padanya.

Embun masih berpura-pura tidur saat Putra membetulkan letak selimut yang menutup tubuhnya. Lama ia menunggu, tapi apa yang dia bayangkan tak terjadi. Tak ada kecupan di kening atau apa pun pergerakan Putra.

Hingga detik berikutnya Embun dipaksa kembali menelan kepahitan saat mendengar suara pintu yang terbuka dan dengan cepat menutup kembali. Gadis itu membuka matanya menyadari suaminya pergi meninggalkannya seorang diri.

Jika bukan penghinaan, lalu apa namanya saat seorang suami pergi meninggalkan istri tepat di malam pertama mereka demi menemui wanita lain?

Embun meyakini kalau suaminya pasti pergi menemui Giska. Wanita itu bangun perlahan, meremas selimutnya hingga ujung kukunya menembus kulit menyisakan noda merah tapi tak ia hiraukan. Sakit yang dia rasakan di hatinya jauh lebih perih ketimbang hanya tangannya yang tergores kuku.

Kejam sekali perbuatan pria itu padanya.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 1. Ternyata Bukan Aku Pemilik Hatinya2 Bab 2 2. Ditinggalkan Di Malam Pertama3 Bab 3 3. Tak Tinggal Diam4 Bab 4 4. Tak Ingin Terbuai5 Bab 5 5. Wanita Seperti Apa 6 Bab 6 6. Strategi Pertama7 Bab 7 7. Begitu Banyak Rahasia8 Bab 8 8. Menuntaskan Kerinduan9 Bab 9 9. Kecewa10 Bab 10 10. Pertikaian Kecil11 Bab 11 11. Hampir Tertangkap Basah12 Bab 12 12. Akting Yang Sempurna13 Bab 13 13. Nasehat Bella14 Bab 14 14. Rela Melakukan Apa Saja15 Bab 15 15. Sebatas Mimpi16 Bab 16 16. Mengamuk17 Bab 17 17. Sebuah Keputusan18 Bab 18 18. Tragedi19 Bab 19 19. Tragedi Part 220 Bab 20 20. Hanya Orang Asing21 Bab 21 21. Curiga22 Bab 22 22. Hadiah Ulang Tahun23 Bab 23 23. Akhirnya Terbongkar24 Bab 24 24. Berita Besar25 Bab 25 25. Mencari Tahu26 Bab 26 26. Kembali Mencari Bukti27 Bab 27 27. Meninggalkan Semua Kenangan28 Bab 28 28. Kehilangan29 Bab 29 29. Tanpa Kabar Berita30 Bab 30 30. Membuka Lembaran Baru31 Bab 31 31. Tiga Purnama32 Bab 32 32. Hampa33 Bab 33 33. Insiden Kecil34 Bab 34 34. Karma35 Bab 35 35. Sesal Putra36 Bab 36 36. Mulai Terkuak37 Bab 37 37. Bukti Lain38 Bab 38 38. Hutang Yang Harus Dibayar39 Bab 39 39. Hancur Lebur40 Bab 40 40. Mengembalikan Nama Baik Embun41 Bab 41 41. Tak Sendiri Lagi42 Bab 42 42. Benar-benar Hancur43 Bab 43 43. Jatuh Cinta 44 Bab 44 44. Kasmaran45 Bab 45 45. Mulai Berjuang46 Bab 46 46. Pacar Pura-pura47 Bab 47 47. Bisikan Cinta Di Bawah Rintik Gerimis48 Bab 48 48. Hukuman Bagi Putra49 Bab 49 49. Gerak Cepat50 Bab 50 50. Tetangga Baru51 Bab 51 51. Lamaran52 Bab 52 52. Cinta Yang Bersambut53 Bab 53 53. Cincin Pengikat54 Bab 54 54. Akhirnya55 Bab 55 55. Suami Idaman56 Bab 56 56. Pertemuan Yang Tak Disengaja57 Bab 57 57. Penantian Yang Berakhir Manis58 Bab 58 58. Bukan Om-om Biasa59 Bab 59 59. Tak Sebanding60 Bab 60 60. Ikrar Suci61 Bab 61 61. Romantisme Pengantin Baru62 Bab 62 62. Senjata Makan Tuan63 Bab 63 63. Mas Davi 64 Bab 64 64. Embun Yang Memulai65 Bab 65 65. Candu Yang Mematikan66 Bab 66 66. CEO Dingin Itu Penyelamatku67 Bab 67 67. Tragedi Di Kantor Davi68 Bab 68 68. Gelora Dalam Lift69 Bab 69 69. Kedalaman Rasa70 Bab 70 70. Lelaki Terakhir71 Bab 71 71. Kabar Mengejutkan72 Bab 72 72. Bersedia Untuk Berlutut73 Bab 73 73. Kekuatan Cinta74 Bab 74 74. Tak Mengenalnya75 Bab 75 75. Berakhir Sia-sia76 Bab 76 76. Cari Masalah77 Bab 77 77. Salah Memilih78 Bab 78 78. Lahirnya Kebahagiaan79 Bab 79 79. Sedikit Masalah80 Bab 80 80. Jalan Keluar81 Bab 81 81. Dengan Cara Lain82 Bab 82 82. Terlalu Takut83 Bab 83 83. Mimpi Buruk84 Bab 84 84. Akan Berakhir85 Bab 85 85. Tenggelam Dalam Cinta86 Bab 86 86. Menantikan Hari Baru87 Bab 87 87. Memberikan Kejutan88 Bab 88 88. Bukan Sembarang Orang89 Bab 89 89. Baru Permulaan90 Bab 90 90. Kehilangan Semangat Hidup91 Bab 91 91. Ternyata Masih Belum Berakhir92 Bab 92 92. Lubang Di Hati93 Bab 93 93. Cinta Yang Senantiasa Terjaga94 Bab 94 94. Dengan Status Yang Berbeda95 Bab 95 95. Wanita Yang Berbeda96 Bab 96 96. Bumbu Cinta97 Bab 97 97. Menua Bersama98 Bab 98 98. Akhir Kisah Yang Menantang Takdir99 Bab 99 99. Cinta Luar Biasa100 Bab 100 100. Sedikit Drama