Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Bocah laki-laki yang usianya sekitar 10 tahun itu sedang berdiri tertegun di depan pintu kamarnya, matanya tidak berkedip sama sekali, dia tidak sedang melihat hal yang menyenangkan di depannya, melainkan dia melihat sesuatu yang membuat kedua lututnya bergetar.
Pyar ...
Terdengar suara pecahan benda yang dilempar, dan bunyinya menggema di seluruh ruangan. Bocah itu masih tidak bergeming berdiri di tempatnya.
“Ayah, Mama, sudah! Jangan bertengkar sepertini, kenapa kalian membuat kita ketakutan?” suara seorang gadis dengan rambut yang di kepang duanya, dia berusaha berada di tengah-tengah pertengkaran kedua orang tuanya.
“Kamu diam saja, Nat!” bentak seorang wanita cantik dengan rambut sebahunya. “Kamu masih kecil dan tidak tau tentang apa yang terjadi di sini. Jadi diamlah!” sekali lagi dia membentak gadis yang usianya masih 18 tahun itu.
“Sandra! Jangan membentak putrimu seenaknya, dia sudah dewasa dan dia berhak tau semuanya,” bentakan seorang pria dengan rambut berwarna blondenya.
“Dia memang harus tau semuanya, semua tentang apa yang sudah kamu lakukan di luar sana, kamu benar-benar menjijikan, aku sudah tidak mau lagi bersama dengan kamu. Dan Noah akan ikut denganku nantinya. Dia tidak akan hidup dengan pria brengsek seperti kamu!” serunya dengan nada tinggi.
“Noah ... Noah, kamu di mana?” Wanita itu berjalan menuju ke dalam kamar putranya. Noah tertegun melihat wajah mamanya yang sudah berderai air mata, wanita itu duduk dengan dua lutut menyangga tubuhnya, kedua tangannya memegang erat kedua lengan tangan Noah. “Noah, kamu akan ikut mama, kamu tidak perlu tinggal di sini lagi.”
Tangan bocah kecil itu terangkat mengusap tetesan air mata yang ada di pipi mamanya. “Mama kenapa?”
“Mama tidak apa-apa, Sayang. Kamu sekarang ambil tas kamu dan kita pergi dari rumah ini.” Wanita itu berdiri dan menyambar tas ransel berwarna hitam yang ada di atas meja belajar, dia memasukkan beberapa baju Noah—putranya ke dalam tas itu dan menggandeng tangan Noah keluar dari kamar itu.
Pria dengan rambut blondenya itu hanya melihat diam ke arah istrinya dan putra kecilnya. “Ma, aku tidak mau mama dan ayah berpisah, aku dan Noah masih membutuhkan kalian. Aku mohon, Ma,” Gadis yang tak lain adalah kakak Noah bahkan sampai memegang erat tangan mamanya agar tidak pergi dari rumah itu.
“Lepaskan, Na!” Wanita itu menghentakkan tangannya dengan kasar. “Kamu sebaiknya ikut dengan ayah kamu, karena mama hanya akan mengajak Noah pergi.”
“Ma, aku tetap bersama Nathali,” ucap Noah lirih.
“Kamu akan pergi dengan mama, Noah. Kita tinggalkan mereka saja, nanti kalau kamu ingin bertemu dengan Nathali, mama bisa mengantarkan.”
Noah dan mamanya berjalan menuju pintu keluar. Saat mamanya akan membuka pintu, terdengar teriakan keras dari ayah Noah. Seketika Noah dan mamanya menoleh ke arah belakang. Di sana mereka tubuh Nathali yang sudah tergeletak di lantai dengan tangan yang bersimbah darah
“Nat!” teriak mama Noah. Noah pun sekali lagi hanya bisa terdiam di tempatnya, dia benar-benar shock melihat tubuh kakaknya yang tidak bergerak sama sekali saat kedua orang tuanya memanggil- panggil namanya.
Noah hanya bisa melihat ayahnya membawa tubuh kakaknya keluar dan masuk ke dalam mobil, sedang mamanya mencoba berbicara dengan Noah, tapi Noah seolah tidak mendengar jelas apa yang mamanya ucapkan.
“Noah bangun ... bangun Noah!” suara seseorang memanggil Noah, dan seketika Noah membuka kedua matanya dengan keringat bercucuran.
“Dan, ini--?” Noah langsung bangkit dari tidurnya, dia duduk bersebelahan dengan sahabatnya.
“Kamu mimpi buruk lagi? Apa tentang keluarga kamu?”
“Brengsek! Aku ingin sekali melupakan masa lalu itu.” Noah mengusap wajahnya kasar.