Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Husstt! Secret, You and Me

Husstt! Secret, You and Me

Liliana3108

5.0
Komentar
97
Penayangan
6
Bab

Karena ulah bibinya, Keira harus menerima kenyataan di usianya yang baru beranjak tujuh belas tahun. Dia sudah berbadan dua. Kecelakaan yang terjadi pada malam itu, membuat Keira harus mempertaruhkan massa depannya. Dia yang tidak ingin mengorbankan kehidupan massa depannya. Ingin mengakhiri hidup bayinya yang bahkan belum keluar untuk menyapa dunia. "Tidak. Tidak. Tidak. Aku tidak bisa!" ucapnya, berhenti ditempat dan segera pergi dari tempat itu. Tempat yang seharusnya tidak dia datangi. Keira akhirnya memutuskan untuk tetap mengandung dan tetap mengejar cita-citanya. Namun untuk tetap bisa mewujudkannya dia perlu bantuan seseorang yaitu Dimas. Guru baru super duper batu, yang merupakan Ayah kandung dari anak yang dikandungnya. "Tenang saja. Bapak akan bertanggung jawab!" Dengan tubuh mengandung. Keira tetap bersekolah dan Dimas sebagai gurunya tetap mengawasinya diam-diam.

Bab 1 Tinta Di Kertas Putih

Di sebuah gedung besar dengan hiruk pikuk para penonton berseragam dari berbagai sekolah. Perlombaan cerdas cermat fisika tingkat nasional tengah berlangsung hikmat dan cukup menegangkan. Hanya selisih seratus poin untuk bisa memenangkan pertandingan final dan menjadi juara selanjutnya, ini berlaku untuk sekolah negeri satu dan sekolah swasta Mentari Senja. Regu A dan regu C.

"Suatu benda mempunyai massa satu koma lima kilogram. Berada pada ketinggian tiga puluh meter diatas permukaan tanah. Energi potensial yang dimiliki benda tersebut adalah?"

Kecepatan menjadi kunci kemenangan dari perlombaan ini. Setelah juri membacakan soal, para peserta dengan cepat mengukir pena mereka di atas kertas.

Titttt......., tidak sampai sedetik. Gadis berambut sebahu dari regu A menekan tombol lebih dulu. Para peserta yang lain sampai dibuat berhenti mengukir, mereka fokus melihat ke arah gadis itu dengan perasaan tegang. Berharap apa yang ia jawab salah dan poinnya berkurang.

"Cepat sekali!" suara bisikan para penonton yang kagum, terdengar sampai ke telinga gadis itu. Senyum lebar di wajahnya diperlihatkan jelas.

"Regu A." Juri mempersilahkan.

Dengan penuh percaya diri, gadis itu menjawab soalnya tanpa melihat kertas putih yang belum selesai ia coret.

"Empat ratus lima puluh joule."

"Yah benar. Seratus untuk regu A!"

Suara tepuk tangan dari masyarakat berseragam putih abu bertuliskan SMA Negeri 1 itu berhasil mengalahkan suara auman tiga sekolah swasta internasional yang menjadi lawan mereka.

"Selamat untuk SMA Negeri 1 berhasil memenangkan juara satu dengan sekor tertinggi 1500 poin!"

_Yah, aku sudah mulai terbiasa mendengar tepuk tangan meriah kemenangan atas keberhasilanku. Semua tak asing lagi untukku. Ini kedua kalinya aku berhasil membawa kemenangan untuk sekolahku._

---

"Ok. Untuk rapat hari ini cukup sampai di sini. Proposal mentahnya serahkan besok ke aku!"

"Ok," jawab semua anggota OSIS. Bubar, meninggalkan tempat duduk mereka.

_Selain menjadi anak berprestasi aku juga menjabat sebagai ketua OSIS. Tidak gampang untuk ku berada di posisi ini. Ini semua berkat usahaku sendiri._

Gadis berambut sebahu itu keluar dari ruangan diikuti dua temannya yang sesama anggota Osis. Langkahnya yang pasti, tegas, dan anggun menjadi pertanda untuk para siswa-siswi yang ada di sana, untuk melihat ke arahnya.

"Selamat! Sekarang kamu jadi tambah populer!" puji dua temannya dengan senyum tulus di wajahnya. Berhasil membawa sekolah menjadi juara berturut-turut dalam lomba nasional menjadikan gadis itu sebagai role model sekolahnya. Wajahnya terpampang jelas di pintu utama sekolah dan berbagai tempat ramai sebagai anak berprestasi.

"Populer apa? Aku tidak sepopuler itu," balas gadis itu dengan senyuman pula.

_Menjadi rendah diri adalah salah satu caraku. Tak perlu menyombongkan diri karena mereka tidak akan menyukai itu._

"Selain cantik, pintar, Kak Keira juga baik ya?" bisik anak-anak yang lain saat gadis bernama Keira itu berjalan melewati lorong menuju kelasnya.

_Aku cukup populer di sekolah. Aku tahu itu. Aku sudah banyak merangkak untuk bisa berdiri tegak sendiri dengan kakiku sendiri. Aku harus menciptakan image luar biasa untuk membungkam mulut mereka semua agar tidak mengulik bayanganku yang gelap. Terkadang, ini juga yang menjadi ketakutanku. Tidak semua dari mereka yang memuji, menyukaiku._

"Kamu belum tahu aja bagaimana dia sebenarnya!" sahut seorang gadis berambut panjang. Melengos pergi setelah melihat Keira di depannya. Dia juga cukup terkenal di sekolah, terkenal karena tidak menyukai Keira.

"Gebi kenapa sih?"

Berbeda diantara tumpukan jerami membuatmu akan terasingkan. Begitulah Gebi, apapun yang ia katakan tentang Keira. Entah itu benar atau salah. Tetap saja semuanya salah di mata pemuja Keira.

_Aku harus hati-hati dengannya!_

Keira merasakan lirikan tajam Gebi yang tertuju padanya sebelum masuk ke kelasnya tadi. Namun ia tidak terlalu peduli untuk itu, karena dia tahu, semua orang akan berada di pihaknya.

---

"Selamat ya Keira. Ibu sangat bangga jadi wali kelasmu. Selain itu, kelas kita juga berhasil menempati posisi pertama untuk nilai rata-rata kelas dari kelas yang lain!" Senyum cerah sang guru membangkitkan suara riuh siswa-siswinya yang bertepuk tangan atas keberhasilan mereka bersama. Dengan posisi kelas mereka, mereka akan mendapatkan reward khusus dari pihak sekolah dan mereka harus berterima kasih pada Keira yang sudah membantu mereka berturut-turut menikmati fasilitas khusus yang disiapkan untuk mereka.

"Terima kasih Keira cantik," puji mereka dengan sangat senang, yang sebagian besar dari teman ceweknya. Beda dengan teman-teman cowoknya yang meminta sebaliknya.

"Belajar terus ya! Jangan sampai lelah!" guyon kaum lelaki dengan wajah bahagia mereka.

_Aku senang melihat mereka bahagia. Walau sebenarnya kesenangan itu muncul karena berhasil memanfaatkan aku._

"Sama-sama," balas Keira tersenyum lebar.

_Aku harus mempertahankan ini dan tidak boleh menghancurkannya._

"Karena kalian sudah bekerja keras. Sebagai hadiahnya ibu akan traktir kalian semua makan di kantin!"

"Yang benar Bu?"

"Tentu saja!"

_Syukurlah, aku berhasil menghemat uang lagi. Kali ini aku harus menabung lebih banyak lagi untuk membeli obat Ayah._

"Ya sudah. Kalau begitu Ibu bisa mulai pelajarannya?" suara ramah dari guru seperti Ibu Vita berhasil membuat suasana kelas menjadi asyik.

"Bisa Bu," seru mereka semua. Serempak mengeluarkan buku pelajaran mereka walau tak semuanya langsung menurut dan bermain-main dulu sebelum akhirnya Bu Vita menegur mereka.

"Aldo!"

"Ya Bu,"

Pelajaran di mulai dan Keira fokus mendengarkan. Tak satupun dari kata-kata Ibu Vita yang sedang menerangkan keluar tanpa ia simpan di memori otaknya. Keira mencatat setiap kata yang menjadi kunci dari pelajaran yang diterangkan, mata pelajaran biologi.

"Kei! Kei! Kamu sudah tahu guru fisika dari kelas sebelah?" bisik Angel, teman duduk Keira yang juga anggota Osis. Bisa dibilang sahabat Keira.

"Tidak tahu," balas Keira tanpa melihat ke arah Angel karena dia fokus melihat ke papan tulis.

"Katanya Pak Guru itu ganteng sekali. Beda sama Pak Santo. Kalau diajarkan dia, aku mungkin jadi suka sama pelajaran fisika!" celoteh Angel dengan senyum malu-malunya.

"Apa hubungannya wajah pak guru sama kamu yang gak bisa fisika?" ledek Keira dengan tawa kecil di wajahnya.

"Ck," decak Angel kesal, menyikut siku Keira sampai alat tulis yang ada di samping Keira tak sengaja ikut tergeser oleh sikunya.

Brukkkk,

Suara kotak pensil yang terjatuh berhasil menjadi pusat perhatian Ibu Vita yang berhenti menerangkan.

"Ada apa Kei?" tanya Ibu Vita dengan lembut.

"Maaf Bu. Alat tulis saya jatuh!" balas Keira dengan senyuman bersalah. Dia buru-buru mengambil kotak pensilnya dan melirik tajam ke arah Angel yang langsung kabur dengan melihat ke arah lain.

"Maaf. Aku gak sengaja!" ucap Angel setelah tidak bisa menghindari tatapan yang lain yang melihat ke arahnya juga.

"Baik. Ada yang mau ditanyakan dari apa yang ibu terangkan?" tanya Ibu Vita, melepaskan spidol tinta hitamnya di atas meja dan berjalan mendekat ke arah pintu.

Bayangan sosok laki-laki di pinggir pintu, menjadi pusat perhatiannya.

"Siapa itu?" tanya para murid mencari tahu siapa yang sedang berbicara dengan guru manis mereka. Tapi sosoknya tidak bisa terlihat karena tembok pembatas. Hampir semua kaum hawa penasaran akan sosok itu kecuali Keira yang fokus mencatat dan para kaum Adam yang memanfaatkan waktu sedikit itu untuk becanda.

"Pulang nanti aku harus bicara dengan Bibi," ucapnya. Menuliskan sesuatu di kertas putihnya.

_Berdirilah dengan kakimu sendiri. Jadi saat kau terjatuh kamu bisa bangkit dengan kakimu sendiri tanpa mengharapkan uluran tangan seseorang._ Tulis Keira.

"Tenang saja. Kalau kamu terjatuh. Aku akan selalu mengulurkan tanganku padamu," bisik Angel dengan senyuman di wajahnya. Lehernya yang kecil ia panjangkan hanya untuk melihat apa yang Keira tulis. Menebarkan energi cerianya hanya untuk Keira yang selalu merasa dirinya tak boleh bergantung pada orang lain.

"Tanganmu terlalu kecil!" sahut Keira dengan senyum kecil di bibirnya.

---

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Ibu Vita menoleh ke belakang, melihat para muridnya yang tengah sibuk sendiri dengan kegiatan masing-masing.

"Ini perintah kepala sekolah!" beritahu laki-laki berkacamata itu. Pakaian rapi berwarna coklat, menjelaskan profesinya yang juga sebagai guru di sana.

"Anak-anak di kelas saya tidak mungkin membawa barang seperti itu!" bantah Ibu Vita dengan tegas. Raut wajahnya yang tersinggung terlihat jelas, membuat laki-laki di depannya itu merasa tidak enak hati. Pasalnya, Ibu Vita adalah guru yang lebih senior darinya.

"Saya tahu. Tapi tidak ada salahnya kita periksa saja!" sahut laki-laki berkacamata itu, melirik sebentar ke arah dalam kelas. Melihat Aldo yang sedang bermain dengan teman sebangkunya.

"Baiklah kalau begitu!" jawab Ibu Vita walau kesal. Dia memberikan kesempatan untuk laki-laki berkacamata itu untuk mengambil waktu pelajarannya.

"Itu! Itu dia!" Angel heboh sendiri sampai menarik baju Keira, yang mau tak mau Keira pun jadi melihat ke arah laki-laki berkacamata itu. Berdiri di depan kelas bersama dua guru lainnya. Tidak hanya Angel saja yang heboh, kaum hawa lainnya juga heboh.

"Tenang semuanya!" seru Ibu Vita dengan nada kesalnya. Mengangkat tangannya sebagai tanda bahwa semuanya harus diam dan memperhatikannya. Guru itu tak pernah bicara sekesal itu dan ini pertamanya, membuat anak-anak langsung diam.

"Ada apa ini?" bisik mereka dengan suara sekecil mungkin. Jangan sampai guru mereka yang sudah sebal semakin sebal dibuatnya.

"Ibu Vita kelihatan marah sekali!"

_Firastku berkata ada hal yang buruk._

Mata Keira fokus melihat ke depan, pikiran negatifnya mulai menguasai dirinya. Mencoba menganalisa dari raut wajah para guru tersebut. Pas giliran laki-laki berkacamata itu, Keira sedikit tersentak saat tatapannya tidak bertepuk sebelah tangan. Pak guru berkacamata itu juga melihat kearahnya.

Sekilas tapi menggetarkan hati Keira. Tatapannya itu sulit untuk Keira artikan, yang jelas dia menyimpan sesuatu.

"Maaf karena bapak dan ibu guru mengganggu jam pelajaran kalian. Hari ini kita akan melakukan razia. Jadi mohon kerjasamanya!" seru Pak guru berkacamata.

"Kenapa begitu?" teriak para murid tidak terima.

"Kok mendadak sih Bu?" protes mereka tidak ada henti. Raut wajah mereka bermacam-macam, ada yang buru-buru menyembunyikan sesuatu di kantung bajunya. Ada yang cemas sendiri melirik kesana-kemari. Ada juga yang buru-buru membuang alat make-up mereka diam-diam ke luar jendela. Itu berlaku untuk anak cewek yang duduk di samping jendela. Ada yang terlihat tenang saja tapi gelisah tak menentu. Ada juga yang memang sesantai itu, itu adalah Keira seorang.

"Hussstttt! Diam semuanya!" ucap Ibu Vita lagi. Kekesalannya semakin memuncak saat tahu anak-anaknya tidak bisa tenang seperti orang ketakutan. Lebih tepatnya dia malu karena ia pikir anaknya akan tenang saja. Dia terlalu berpikir positif kepada muridnya.

"Sekarang maju satu-satu ke depan dan tas kalian tinggalkan di dalam kelas!" seru pak guru yang lain.

Sesuai urutan tempat duduk. Anak-anak yang berada di paling ujung jendela, maju lebih dulu ke depan.

"Aku gak bawa barang B3 Bu!" sindir salah satu siswi. Diikuti anak-anak yang lain yang juga ikut memprotes hal yang sama.

"Nih periksa Pak!" mereka dengan berani menyodorkan diri mereka. Membuat guru-guru cowok menjadi tak enak.

"Sini biar saya yang periksa!" ucap Ibu Vita mengajukan diri. Memeriksa setiap celah yang jadi kemungkinan tempat persembunyian barang-barang yang tidak boleh dibawa. Untuk anak laki-laki akan diperiksa oleh dua guru laki-laki itu.

Saat giliran Angel. Angel dengan antusias menawarkan diri untuk diperiksa oleh Pak guru berkacamata itu.

"Periksa Pak!" ucap Angel dengan senyuman lebarnya. Dia tak berhenti menatap wajah Pak guru itu. Tidak mau menyingkir dari depan Pak guru itu, bahkan saat Keira dengan sengaja mendorongnya.

"Maju Ngel!" ucap Keira.

"Belum diperiksa," balas Angel mengedipkan mata ke Keira, kembali melihat ke arah Pak guru berkacamata itu yang terlihat canggung.

"Bu Vit!" panggilnya meminta tolong.

"Angel!"

Ibu Vita menarik Angel dan memeriksa Angel sendiri. Walau Angel terlihat tidak mau diperiksa.

"Ibuuuuu," panggil Angel dengan manja.

"Sudah diam!" tegur Bu Vita, mulai menggeledah.

Menunggu gilirannya. Keira berdiri di depan Pak Guru berkacamata itu. Keira berdiri menghadap pintu dan Pak Guru berkacamata itu menghadap ke arah depannya. Mereka berdua berdiri di sisi yang berbeda. Dari ekor mata sang guru, dia bisa melihat bagian samping wajah Keira.

"Keira!"

"Ya Bu," ucap Keira maju ke depan.

Saat nama Keira dipanggil, Pak Guru berkacamata itu refleks melihat ke arah Keira. Siswi bertubuh kecil dengan rambut sebahu, itulah yang terlihat di bola mata Pak Guru itu.

"Bu Vit!" ucap Pak Guru melirik ke arah bawah rok Keira. Seolah memberitahu sesuatu. Bu Vita yang cepat tanggap, langsung melihat ke arah yang sama.

"Kamu halangan?" bisik Ibu Vita ke telinga Keira. Keira sontak membalikkan tubuhnya dan menutupi roknya dengan kedua tangannya. Syukurnya karena keributan yang terjadi karena razia itu tidak ada yang memperhatikannya, kecuali dia. Pak Guru berkacamata yang langsung memalingkan wajahnya ke arah lain, pura-pura tidak melihat.

"Ayo ikut Ibu!" ajak Ibu Vita. Saat ini dia fokus untuk melindungi anak kebanggaannya dan mempercayakan razia yang sedang berlangsung pada guru yang lain.

---

Paginya, satu sekolah dihebohkan dengan berita yang kurang menyenangkan. Rumor yang beredar entah dari mana, padahal sudah disepakati bersama untuk kasus yang terjadi tidak ada yang boleh menyebarluaskan.

_Gara-gara dia. Kelasku kini menjadi pusat perhatian semua anak dari kelas lain tak terkecuali para guru. Kelas baik-baik yang sudah dibangun bertahun-tahun harus runtuh dalam sehari. Kenapa tidak diam-diam saja? Kenapa harus dipublikasikan? Aku tidak habis pikir untuk mereka yang sengaja mempertontonkan masalah orang lain. Apa gunanya? Apa mereka senang memberi contoh dengan cara merusak mental kami?_

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Liliana3108

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku