Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Keringat bermunculan di kening Renata. Mata indahnya terpejam erat, merasakan sensasi aneh ketika bibir James menjalajahi lehernya. Pria bertubuh kekar itu memberikan gigitan ringan, lalu menghisap lehernya pelan.
"Ahh."
Namun, tiba-tiba pergerakan James terhenti. Pria itu bangun, duduk di tepi ranjang. Renata mengernyitkan alis melihat itu. Dia ikut bangun dan duduk di samping James. Tanpa mengancingkan kemejanya, Renata duduk bersila.
"Kenapa?"
James menggelengkan kepala. Pria itu meraih kausnya di ujung ranjang dan memakainya cepat. Tepat setelahnya, ponselnya di atas laci berbunyi. Sebelum James mengambilnya, Renata bisa melihat nama si pemanggil.
"Halo."
James melirik Renata yang memasang wajah datar. Pria itu mendengarkan si penelepon dalam diam. Matanya tak beralih, terpaut pada netra keabuan Renata.
"Iya, sayang. Tiga puluh menit. Hmm," ucap James, lalu menutup panggilan.
Si pemanggil, Lia, adalah kekasihnya. Mereka sudah menjalin hubungan selama enam bulan, tiga bulan sebelum hubungan rahasianya dengan Renata dimulai. Dia mencintai Lia, tetapi tak bisa menolak tawaran dari Renata.
"Mau pergi?" Renata akhirnya bersuara, setelah hampir lima menit hanya diam menatap James.
James tak menangkap emosi dari suara perempuan itu. Akhirnya dia hanya mengangguk, memilih untuk jujur. Tak ada alasan baginya untuk menutupi, karena Renata sangat tahu mengenai hubungannya dengan Lia.
"Oke." Renata menggedikkan bahu santai. Dia beringsut turun dari ranjang. "Next time aja kalau gitu."
Tetapi, belum juga kakinya menginjak lantai dengan benar, James sudah menarik tubuhnya. Otomatis Renata jatuh ke dalam pangkuan James. Kakinya yang hanya memakai hot pants itu terasa hangat ketika mengenai kulit James.
James meletakkan dagunya di bahu Renata. Tangannya perlahan melingkari pinggang ramping perempuan itu. Dia bergumam halus, menempelkan bibirnya di telinga Renata, membuat perempuan itu memejam kegelian.
Renata berusaha melepas tangan James dari perutnya. Tetapi, kekuatan pria itu tentu jauh lebih besar dari dirinya. Usahanya sia-sia saja. Bagaikan berusaha memutuskan ikatan rantai tanpa senjata, hanya menggunakan tangan kosong.
"Kenapa? Udah nggak suka?" bisik halus Janes, tepat di depan telinga Renata.
Dengan sengaja pria itu memberi kecupan, mengintipkan lidahnya sedikit untuk menjilat ujung telinga Renata. Sontak saja Renata memejamkan mata, merasakan sensasi menggelitik yang sampai ke perutnya.
"James," peringat Renata. "Katanya mau pergi? Nanti cewek lo marah-marah. Gue lagi males berantem."
James menghentikan gerakannya. Perlahan dia menarik kepala dari bahu Renata. Punggung perempuan itu terlihat begitu kecil, seakan bisa remuk hanya dengan satu hentakan saja. Namun, siapa sangka Renata sangat kuat menghadapi James selama ini.
"Sana," usir Renata.
Satu ujung bibir James terangkat. Baiklah, kalau itu yang Renata mau. Dia melepas rangkulannya dari pinggang Renata, membiarkan perempuan itu bangkit dari pangkuannya. James menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan tubuh.
"Kamu serius?" tanyanya, memancing Renata.
Kepala James teleng ke kanan, menatap nakal Renata yang hanya berdiri diam. Perempuan itu terlihat begitu cantik dalam keadaannya sekarang. Kemeja yang tak terkancing, memperlihatkan sebuah bra berwarna hitam yang dia pakai. Jangan lupakan hot pants hitam yang bahkan tak mampu menutupi separuh paha Renata.
Renata berkacak pinggang. Bola matanya berputar jengah. "Terus? Kalau gue minta lo tetep di sini, lo bakal batal pergi gitu?"
Tak menjawab, James hanya diam menatap mata Renata. Pria itu memandang intens, seakan berusaha mengoyak isi kepala Renata. Untuk beberapa saat, Renata kembali tetpesona oleh tatapan James.