Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Aku terbangun di tempat yang gelap. Perlahan aku berdiri dan berusaha mencari benda apa pun asal bisa dipegang. Aku tersenyum lega ketika menemukan seberkas cahaya yang tak jauh dariku. Ternyata aku hanya menemukan sebuah bangku panjang di mana cahaya itu berada. Tanpa ragu, aku duduk di bangku tersebut. Tak bosan-bosan, aku kembali melihat ke sana ke mari. Semuanya hitam dan kosong. Kecuali bangku yang kududuki, di sampingnya terdapat lampu kecil yang terpasang di tiang.
Apakah aku sudah mati?
Itulah yang terlintas di benakku. Pasalnya aku sama sekali tidak mengetahui tempat apa ini. Bahkan aku sama sekali tidak bisa mengingat kejadian sebelumnya. Semua isi kepalaku seakan menghilang begitu saja. Seperti sobekan kertas yang terhempas oleh angin. Jika aku benar-benar mati, ampunilah segala kesalahanku semasa hidup.
Tak terasa air mata menetes di pipiku. Takut berada di tempat asing seorang diri. Selalu saja, hatiku menjerit-jerit meminta tolong kepada siapa pun. Jika aku benar-benar berteriak, apakah mungkin ada yang menolongku? Aku kira tidak. Tak ada seorang pun yang lalu lalang melewatiku. Hanya ada diriku yang tengah duduk dengan kaki gemetar. Mataku tak sengaja melihat seekor serangga hinggap di bajuku. Saat itu juga aku terkejut.
Pakaian apa yang kupakai?
Bukannya mengusir serangga yang hinggap. Malah aku ngeri melihat pakaian yang
kukenakan. Baju terusan putih sampai menutupi kaki. Atau jangan-jangan aku tidak mempunyai anggota gerak bawah? Kusingkap pakaian putihku itu dengan hati berdebar.
Lega, ternyata aku masih mempunyai kaki.
Tiba-tiba saja aku mencium bau harum bunga melati, dan saat itu juga angin berembus sangat kencang. Tidak sengaja aku melihat sekelebat bayangan hitam mendekat ke arahku.
Mengulurkan kedua tangannya ke depan. Seperti hendak mencekik seseorang. Aku pun
mencoba menutup mata. Takut dengan apa yang baru saja kulihat. Semoga saja, dia tidak
berniat jahat kepadaku. Disaat aku mencoba membuka mata, dari celah-celah jariku aku
melihat bayangan itu semakin mendekat dan berdiri tepat di sampingku.
“Akhirnya dendamku terbalas sudah.”
Suara itu terdengar lembut dari sampingku. Anehnya, bayangan tersebut sudah hilang entah ke mana.
“ke mana dia?”