Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Selamat membaca, semoga suka, dan terhibur :)
🍁🍁🍁
"Ini buat kamu, suka baca buku 'kan?" Aku tertegun pada sebuah buku yang disodorkan di hadapanku.
Aku melirik pada bang Akmal—suamiku yang di sebelahku.
"Ambil aja," ujarnya setengah berbisik padaku. Dengan sungkan aku ambil buku itu dari tangan seseorang.
"Terimakasih."
"Sama-sama."
Aku memperhatikan buku yang kini ada di tangan. Masih disegel. Aku membaca judul yang tulisannya besar. Sebuah novel bestseller. Refleks aku tersenyum. Tak dipungkiri rasanya senang sekali. Kemudian senyumku surut saat tahu tatapan si pemberi. Memang sejenak, dia lalu berpaling dan mengajak ngobrol Bang Akmal seputar pekerjaan. Bang Akmal yang sedang menghisap rokoknya menjawabnya, lalu mereka terlibat dalam percakapan yang akrab.
Aku terdiam memandangi cover buku itu. Merasakan tidak enak dalam hati. Aneh rasanya mendapat pemberian seperti ini dari orang lain. Berbeda jika yang memberi suami sendiri, aku akan sangat berbahagia dan tentu tidak akan ada sungkan-sungkannya.
Aku menyeruput minuman jeruk di gelas. Aku diajak bang Akmal ke rumah bang Ilham—teman karibnya. Winda—putriku—duduk di sisiku meminum susu kotak pemberian bang Ilham juga. Kami duduk di teras luar beralas karpet.
Tadi, ketika mengobrol dengan bang Akmal, bang Ilham pamit ke dalam rumahnya lalu ke luar membawa buku ini dan memberikannya padaku. Jujur aku senang sekali mendapat buku ini, tapi rasa senang itu seperti salah.
Sebetulnya ini bukan pertama kali ke sini. Aku hanya menemani bang Akmal yang katanya ada perlu. Aku lebih banyak diam tidak ikut-ikutan mengobrol. Saat ditanya dijawab jika tidak, tidak akan memulai duluan.
Sungguh, aku tidak biasa mengobrol dengan laki-laki lain selain suami sendiri. Terhadap teman-teman bang Akmal aku membatasi diri, termasuk terhadap bang Ilham. Hari ini tidak menyangka dapat pemberian buku darinya.
Ketika hendak pulang bang Ilham menyelipkan uang bewarna biru ke saku baju Winda.
"Buat jajan Winda."
"Gak usah, Ham." Suami melihat itu tidak enak. Aku pun. Bang Ilham banyak memberi hari ini.
"Udah, gak apa-apa. Biarin." Lelaki jejaka itu tulus memberi, dia tampak senang melakukan semuanya.
"Bilang apa Winda ke Omnya?" Suamiku mengingatkan Winda untuk mengucapkan sesuatu.
"Makasih, Om."
"Sama-sama Winda."
Bang Akmal pamit dan bersalaman dengan bang Ilham. Winda bocah berusia emat tahun itu juga salim padanya. Terakhir aku mengatupkan ke dua tanganku pamit padanya.
"Hati-hati di jalan, ya."
Aku mengangguk saja. Kulihat suamiku menyelah motornya di depan sana. Kami pamit pulang.
****
"Kok bang Ilham tau, ya, aku suka baca buku?" kataku pada bang Akmal setelah selesai solat maghrib. Aku masih mengenakan atasan mukena dan bawahan roknya. Menghidangkan kopi hitam untuknya di meja dan duduk di sisinya di sofa.
"Iyalah. Kamu 'kan suka numpang transfer bayar PO buku ke dia."
"Oh, iyaaa ... " Aku tertawa kecil mengingat sudah empat kali numpang transfer di rekeningnya.
Aku mengikuti sebuah grup kepenulisan di facebook. Banyak cerbung yang menarik dan dipinang penerbit dijadikan novel. Penulis akan membuka Pre Order(PO) untuk penjualan perdananya. Saat ada cerita yang menarik, aku membelinya dengan mengikuti PO itu. Harga PO buku lebih murah dibanding harga normal. Bang Akmal tidak punya rekening sendiri, ia meminta bantuan bang Ilham untuk membayar buku pesananku.
"Ilham itu temenku yang paling baik. Dia gak itungan dan gak pelit. Aku merasa dia itu sudah seperti sodaraku sendiri. Saat aku butuh bantuan dia selalu bersedia menolong."
Aku mengangguk membenarkan ucapan bang Akmal. Aku pun merasakannya, dia melakukan semua itu tanpa pamrih.
"Sama Winda putri kita, Ilham sangat baik. Dia selalu memberi uang jajan setiap kali ketemu. Kamu tahu sendiri 'kan?"
Aku mengangguk lagi, "Iya, bang." Kulihat bang Akmal menyeruput kopinya. Dia meniup-niupnya terlebih dahulu.