Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ipar Jadi Pacar

Ipar Jadi Pacar

Stefani Wijanto

5.0
Komentar
130.3K
Penayangan
74
Bab

Warning, area 21+ Rheana menikah dengan Andre, perempuan itu mengharapkan pernikahan yang indah. Namun, pada malam pertama, dia mendapatkan kejutan. Andre menikahinya karena syarat supaya mendapatkan warisan keluarga. Andre juga berterus terang tidak mencintai Rheana. Perempuan yang dicintai lelaki itu adalah Kania. Kenyataan pahit itu membuat Rheana sakit hati. Dan, pada suatu pesta ulang tahun, Rheana dijebak oleh Kania. Sehingga menghabiskan malam yang panas dengan seorang lelaki. Lelaki yang ternyata adalah adik iparnya. Lelaki yang belum pernah ditemui Rheana karena lama tinggal di luar negeri. Lelaki itu Samuel Rahardyan.

Bab 1 Malam Pertama

"Aku akan melakukannya dengan pelan, Sayang ...." bisik Andre di telinga Rhea, sedangkan jemari tangan kanannya bersafari di lekuk tubuh istrinya.

Rhea hanya mampu menahan napas dengan hasrat yang makin meluap. Menikmati setiap sentuhan Andre. Seperti yang pernah dia dengar dan baca, malam pertama itu sangat indah. Rhea pun merasakan hal tersebut. Perempuan itu mendesah saat kecupan Andre turun dari lehernya, berpindah pada dadanya.

Refleks. Kedua tangan Rhea menyusup di rambut Andre, membuat lelaki itu makin liar memainkan area sensitifnya.

"Kamu suka?" Andre bertanya dengan tatapan sayu.

Kedua kelopak mata Rhea terbuka. Menatap wajah yang berada di atasnya. Pipinya memerah merupa apel.

"Sepertinya kamu sangat menikmatinya, Rhea," ucap Andre tersenyum tipis. Dia menarik gaun pengantin yang menggumpal di pinggang Rhea, juga merobek pakaian dalam berenda. Perempuan itu sekarang benar-benar polos.

"Mas Andre." Rhea menutupi wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya juga miring ke kiri. Dia malu, karena baru kali pertama polos di depan lelaki.

"Aku suamimu." Andre kembali mengungkung tubuh Rhea dan mencium lembut bibir Rhea. Mendesak lidahnya dengan liar.

Rhea membalas ciuman Andre. Tangannya berada di tengkuk dan di punggung lelaki itu. Desahannya makin menggila tatkala Andre mencium perut, lalu makin ke bawah. Ke sarang yang sudah basah.

Akan tetapi, Rhea terkejut saat Andre menyudahi sentuhan. Lelaki itu berdiri di sisi tempat tidur, memakai celananya kembali.

"A-ada apa, Mas?" Rhea bertanya tidak mengerti.

"Ada apa?" Andre mengulangi pertanyaan Rhea. "Aku tidak bisa bercinta denganmu, Rhea."

Rhea menarik selimut, menyelubungi tubuhnya yang telanjang. "Kenapa tidak bisa? Tadi--"

"Karena aku tidak mencintaimu. Aku menikah karena desakan Oma. Oh, ralat, aku terpaksa," sela Andre menjelaskan.

"Mas ...?"

"Jadi, tidak ada nafkah batin, Rhea. Kamu mengerti?" Andre mengambil bantal, merebahkan tubuhnya di sofa panjang. "Itu tadi hanya hadiah kecil dariku."

"Aku tidak mengerti," gumam Rhea tidak mengerti.

"Dengarkan, Rheana Dhatu. Aku menikah denganmu karena itu salah satu syarat mendapatkan perusahaan dan warisan Oma. Jelas, kan?" Tubuh Andre miring ke kanan, memunggungi Rhea. "Tubuhmu lumayan indah, tapi aku tidak tertarik sama sekali. Hanya tubuh Kania yang bisa membuatku bergejolak," lanjutnya.

"Kania sahabatmu?" Rhea terus mengejar dengan pertanyaan. Kania yang dia kenal adalah sahabat dekat Andre, perempuan yang berprofesi sebagai model.

"Siapa lagi. Berpura-pura saja, Rhea. Beraktinglah kalau kita berdua suami istri yang harmonis."

Rhea menyusut air matanya. Dia merasa ditipu, selama ini dia kira Andre mencintainya. Dia juga merasa terhina oleh sikap Andre baru saja.

"Aku tidak mau, Mas. Ceraikan saja aku!" teriak Rhea. "Sekarang juga."

"Kalau begitu kembalikan uang yang dipakai untuk menebus rumahmu yang tergadai. Apa kamu juga tidak berpikir tentang ayahmu? Beliau pasti malu," sahut Andre. "Lalu, kuliah adikmu di fakultas ekonomi akan terhenti. Apa kamu juga ingin Oma terkena serangan jantung?"

Rhea terkelu. Dia tidak ingin membuat ayahnya sedih, apa lagi sang ayah sedang sakit. Dia juga tidak ingin mencerabut mimpi dan cita-cita Rehan, adiknya.

"Bertahanlah sampai warisan itu benar-benar jadi milikku. Lalu, kita akan bercerai," lanjut Andre meyakinkan.

Air mata luruh lagi. Rhea tidak menyangka terjerat permainan cinta Andre. Dia tidak tahu tentang warisan. Yang dia tahu, Andre dan dirinya dijodohkan, karena almarhum neneknya bersahabat dengan Oma Vena. Walaupun secara status ekonomi berbeda. Andre dari keluarga kaya raya, sedangkan Rhea dari keluarga sederhana.

Mengenai hubungan persahabatan antara Andre dan Kania hanya kedok di depan keluarga besar. Mereka berdua sebenarnya sepasang kekasih.

Rhea makin terisak. Tidak ada pernikahan indah. Yang ada hanya panggung sandiwara.

Embusan napas berat keluar dari mulut Rhea. Perempuan itu beringsut turun dari tempat tidur. Mengambil kaus dan celana kulot pendek, lalu mengenakannya.

Ponsel milik Andre yang tergeletak di meja menyala. Rhea meraih perangkat elektronik tersebut. Dia bisa membaca pesan yang tertangkap di layar ponsel.

["Aku mencintaimu, Andre. Aku percaya kamu tidak akan menyentuh perempuan kampung itu."]

Perempuan kampung? Rhea menggenggam erat ponsel di telapak tangannya. Jadi, selama ini dirinya jadi bahan olok-olokan Andre dan Kania.

Rhea meletakkan kembali ponsel di meja. Dia kembali meringkuk di tempat tidur. Punggung tangannya mengusap air mata yang terjatuh begitu saja.

"Aku tidak boleh menangis ...." lirihnya, seraya menutupi wajahnya dengan bantal.

Akan tetapi, dia tetap terisak. Rasa sakitnya sangat luar biasa.

***

"Wah, pengantin baru," goda Oma Vena. "Mana Andre?"

"Masih tidur, Oma." Rhea menarik kursi, dia duduk di seberang Oma Vena. Perempuan berusia tujuh puluh tahun itu menatapnya.

"Pasti capek karena kegiatan semalam. Ya, kan?" Lagi-lagi Oma Vena menggoda Rhea.

Rhea hanya tersenyum simpul menanggapinya. Seandainya Om Vena tahu tidak pernah terjadi 'kegiatan malam'. Rhea yang masih lebih mengutamakan kebahagiaan keluarganya, tidak akan memberitahu Om Vena bahwa Andre tidak mencintainya. Bahwa Andre akan menceraikan dirinya setelah mendapatkan warisan

"Aku harap kalian segera punya anak. Aku ingin menimang cicit sebelum meninggal dunia," kata Oma Vena penuh harap.

"Oma pasti akan mempunyai cicit," tukas Rhea. Ya, Walaupun bukan dari rahimnya. Mungkin dari rahim Kania.

Mereka berdua terdiam. Menikmati sarapan, hanya denting sendok yang kadang beradu dengan piring. Tidak berselang lama, Andre turun. Rambut, wajah, dan pakaian lelaki itu terlihat licin.

"Selamat pagi, Oma," sapa Andre, mencium kedua pipi Oma Vena.

"Sudah rapi, mau ke mana?" Oma Vena bertanya.

"Mau ada urusan mendadak di kantor," sahut Andre enteng.

"Lho, seharusnya kamu libur. Ajak istrimu bulan madu, Ndre," pinta Oma Vena, memandang Andre jengkel.

"Rhea tidak mau, karena ayahnya belum pulih. Benar, kan, Sayang?" Andre berdiri di belakang Rhea, kedua tangannya berada di pundak istrinya.

"Iya, Oma. Kami menunda bulan madu." Rhea mengikuti permainan Andre.

"Aku pergi dulu, Sayang," pamit Andre.

Rhea beranjak dari kursinya. Mengikuti Andre sampai ke garasi.

"Kamu tidak perlu mengantarku, Rhea." Andre mendengkus jengkel.

"Bukankah kau ingin aku berpura-pura sebagai istri yang baik?" Rhea mengingatkan ucapan Andre semalam. "Biar terlihat harmonis, kan?"

"Rhea, aku ingatkan. Kamu tidak akan pernah menjadi yang pertama bagiku, hanya menjadi yang kedua. Dan, kamu bukan masa depanku," tegas Andre menyakitkan.

Kedua tangan Rhea mengepal kuat. Rasa marah bercampur sedih melesap di setiap inci tubuhnya. Bagaikan sel kanker yang mematikan perlahan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Stefani Wijanto

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku