Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Menantu jadi pembantu

Menantu jadi pembantu

Syifa Raidu

5.0
Komentar
1.2K
Penayangan
30
Bab

Sabira Prameswari menikah dengan Daffa Prasetya, mereka kenal lewat jalur sosial media. Namun setelah menikah, Sabira harus menjalani kenyataan pahit. Memiliki suami yang egois dan mertua yang selalu ikut campur dalam rumah tangganya. Akankah Sabira sanggup melewati kehidupan rumah tangganya? atau justru jalan perpisahan yang dia pilih. Mari simak kisahnya hanya di Bakisah.. Happy reading 😊😉

Bab 1 Menantu dari kampung

"Dafaaaa," teriak Aruna.

"Iya, ma," ucap Daffa tersengal-sengal.

Daffa baru saja selesai mandi setengah berlari mendekati wanita yang telah melahirkannya memanggil. Dengan nafas yang terengah-engah Daffa melirik ke arah sang istri yang baru lima bulan yang lalu dia nikahin. Berkenalan lewat sosial media, bertemu, dan meminang sang istri.

"Kamu lihat istri kamu itu, masa pergi kondangan penampilan seperti itu. Gimana sih. Malu-maluin, nanti teman-teman mama pada ngatain mama lagi," celetuk Aruna seraya menyilangkan tangan di dada.

"Kamu kasih tau dong sama istri kamu itu, kalau pergi kondangan itu dandan yang cantik. Pakai make-up, lipstik, gaun yang cantik. Ini nggak, cuma pakai gamis polos nggak ada modelnya. Kampungan banget sih. Makanya cari istri itu yang pintar dandan," cerocos Aruna dengan mata melotot penuh intimidasi.

Aruna adalah ibu kandung Daffa. Dia selalu tampil cetar membahana jika bepergian. Dan istrinya Daffa selalu jadi bahan caciannya.

Sabira dan Daffa baru lima bulan menikah. Gadis yang di nikahi Daffa tinggal di pelosok daerah.

Awalnya Daffa sering mengirim pesan chat lewat sosmed pada Sabira. Lalu mereka bertemu. Daffa mendatangi rumah Sabira.

Perjalanan ke rumah Sabira membutuhkan waktu delapan jam. Di pertemuan pertama itu lah ternyata Daffa jatuh hati pada gadis kampung polos seperti Sabira. Lalu memutuskan meminang Sabira dua bulan lagi.

Karena acara pernikahan di laksanakan di rumah Sabira, keluarga dari pihak Daffa hanya beberapa orang saja yang datang termasuk orang tuanya Daffa.

Setelah menikah, mereka awalnya tinggal di rumah orang tua Sabira. Lima bulan setelah menikah, Daffa mengajak sang istri untuk pindah ke kota dan tinggal di rumah orang tuanya.

Dengan izin dari orang tua Sabira, akhirnya mereka pindah ke rumah orang tua Daffa. Sabira tidak menyangka, ternyata setibanya di sana, keluarga suaminya seolah menganggapnya asisten rumah tangga. Semua pekerjaan rumah di berikan pada Sabira, padahal di rumah itu juga ada adik dan istri adiknya Daffa.

"Dek," panggil Daffa seraya memegang bahu Sabira.

Seketika itu Sabira terperanjat dari lamunannya.

"I-iya, mas," jawab Sabira tertunduk lesu.

"Kamu ganti baju sana, ganti baju yang bagus. Kamu pakai celana jeans atau apa gitu. Gaya dikit dong. Kalau perlu kamu nggak usah pakai jilbab. Malu-maluin aja tau," celetuk Daffa.

Netra Sabira membulat sempurna saat mendengar ucapan sang suami yang memintanya memakai celana jeans. Jelas-jelas Sabira yang notabanenya adalah wanita saat. Kemana-mana selalu pakai gamis dan jilbab panjang.

"Apa mas? kamu menyuruh ku untuk memakai jeans. Maaf, mas, aku nggak bisa. Kewajiban seorang muslimah harus menutup aurat bukan mengumbar aurat. Lagipula penampilan aku seperti ini, jauh sebelum mengenal kamu, mas. Kamu itu kepala keluarga, seharusnya kamu bangga karena aku sudah menolong kamu dari dosa. Mas tahu kan, dosa seorang suami itu membiarkan istrinya mengumbar aurat di depan orang lain," cerocos Sabira.

Sabira tau pasti ini karena hasutan ibu mertuanya untuk membuat mas Daffa mengomentari penampilannya.

Penampilan Sabira sangat sederhana. Ia memakai gamis polos, jilbab panjang, make-up tipis. Karena memang seorang muslimah tidak boleh terlalu berlebihan memakai make up jika keluar rumah.

"Iya sudah, terserah kamu. Aku malas dengar ceramah mu. Itu saja yang kamu ucapkan kepadaku. Sampai panas telingaku dengarnya," sungut Daffa.

"Kalau kamu kepanasan, itu artinya ada setan di dalam diri kamu, mas," seloroh Sabira berlalu pergi.

Tampak dari raut wajah Daffa, ia menyimpan amarah setelah mendengar ucapan Sabira. Namun Sabira tak melihat ekspresi wajah suaminya.

"Loh, kok kamu gak ganti baju?" tanya Aruna yang berdiri di teras rumah.

"Nggak, ma. Baju ku ini masih bagus, untuk apa di ganti," cicit Sabira melengos.

"Dasar orang kampung. Kamu itu sekarang tinggal di kota. Kebiasaan di kampung nggak usah kamu bawa ke kota," celetuk Aruna, membuat Sabira menghentikan langkahnya.

Sabira menoleh ke belakang dan menatap sinis pada mertuanya. Dia tak menyangka ada manusia seperti mertuanya yang menyuruh untuk mengumbar aurat daripada menutup aurat.

"Kamu lihat abang ipar kamu, Doni. Dia dan istrinya cuma jarak dua tahun. Umur mereka sudah lebih tiga puluh tahun, tapi mereka gaya seperti anak muda. Nggak seperti kamu, masih muda tapi suka pakai gamis seperti ibu-ibu beranak tiga," cecar Aruna.

Geram dengan ucapan ibu mertua, ingin rasanya Sabira menjawab. Namun ia harus menahan emosi karena Sabira sadar diri, ia dan suaminya tinggal menumpang di rumah Aruna. Lagipula mereka baru satu minggu tinggal di rumah Aruna. Jadi harus bisa jaga sikap.

"Sudah, ma. Nggak usah ribut, ayo kita pergi," ajak Daffa meleraikan perdebatan antara ibu dan istrinya.

"Panggil papa kamu, Daf," perintah Aruna pada Daffa untuk memanggil suaminya.

"Tidak perlu di panggil, papa bisa jalan sendiri," jawab Andri, papanya Daffa.

Mereka berempat pun pergi menggunakan kendaraan roda dua milik mereka masing-masing.

Tak butuh waktu lama, mereka tiba di tempat acara. Semua memandang ke arah keluarga Aruna. Terutama Daffa, pria itu memiliki paras yang cukup tampan membuat para tamu yang lain memandangnya.

"Aruna, akhirnya kamu datang juga, aku pikir kamu nggak datang tadi," ucap seorang ibu-ibu berpenampilan cetar membahana.

"Iya Bu Nurma, aku pasti datang kok. Kamu nggak usah khawatir soal itu," jawab Aruna.

"Ini Daffa kan? Mana istri kamu, Daff?" tanya Nurma.

"Katanya kamu baru nikah ya. Kok istri kamu nggak di ajak. Oh iya, ini siapa, Aruna?" lanjut Bu Nurma menunjuk pada Sabira.

Daffa dan Aruna terdiam, mereka saling pandang beberapa detik. Sedang Sabira menundukkan wajahnya. Tak ingin menatap langsung orang-orang di sekitarnya.

"Ini kok pada diam sih, atau jangan-jangan ini istrinya Daffa?" tanya Bu Nurma antusias.

Nurma adalah teman lamanya Aruna. Ia sangat tahu tentang keluarga Aruna. Siapa suami Aruna, berapa orang anak Aruna, bahkan makanan kesukaan Aruna juga dia tau.

Dan kali ini, Nurma mengernyitkan alis saat melihat Sabira. Karena dia belum pernah bertemu dengan Sabira sebelumnya.

"Bu Aruna, apa kamu baik-baik saja?" tanya Nurma memegang bahu Aruna.

Seketika itu membuat Aruna kaget.

"I-iya Bu Nurma," jawab Aruna gugup.

"Kamu belum jawab pertanyaan aku loh, ini istrinya Daffa? Kalau iya, pintar juga Daffa cari istri, cantik juga menantu Bu Aruna ini " tanya Nurma penasaran.

"Tapi sayang, dia berasal dari kampung," batin Aruna sedikit melirik ke arah Sabira.

"Hemmm, bukaaaannnn," jawab Aruna sarkas.

Sabira yang sejak tadi tertunduk, ia mendongakkan kepala tak menyangka ibu mertuanya menjawab seperti itu. Kehadirannya sebagai seorang menantu tak di anggap oleh ibu mertuanya.

Sedang Daffa dan papa Andri menoleh ke arah Aruna. Beberapa detik mereka saling pandang sebelum Aruna melanjutkan ucapannya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku