Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Kapal pesiar Goldensea yang membawa lebih dari lima ratus penumpang kembali berlabuh di pelabuhan Singapura. Kapal pesiar dengan rute Singapura – Perth – Indonesia dan akhirnya kembali berlabuh di Singapura, telah menghabiskan waktu dua puluh satu hari di tengah lautan. Gilang Mahendra selaku salah satu nakhoda kapal pesiar itu pun akhirnya bisa merasakan suasana kota lagi, setelah hampir satu bulan berada di tengah lautan.
'Angkat telponku. Kapan lagi kita membahas rencana pernikahan kita kalo bukan sekarang, Mas.'
Udara pagi di pelabuhan Marina Bay Cruise Centre Singapore itu sangat segar. Harusnya Gilang merasa senang sudah kembali berlabuh di kota. Namun sebuah pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya seketika membuat dirinya tidak lagi bersemangat.
“Kenapa, Lang? Kok tiba-tiba berhenti?”
Enggan menjawab pertanyaan sang senior, Gilang hanya memberikan pesan yang ia terima. Sang senior yang berdiri di samping Gilang pun membaca pesan itu. Seketika tawa sang senior pecah, dan hal itu sukses membuat Gilang menghela napas kasar.
“Kan sudah saya bilang ke kamu, Lang. Kalo kamu ga mau nikah, putusin sekarang juga,” jawab sang senior sembari mengembalikan ponsel milik Gilang.
“Saya bukannya ga mau nikah, Pak. Cuma belum siap aja,” keluh Gilang yang kemudian menyimpan ponselnya ke dalam saku celana jeans, enggan membalas pesan tersebut.
“Ya kasih penjelasan dong pacarmu itu. Lagian kenapa sih kamu belum mau nikah? Emang apalagi yang mau kamu siapin?”
Gilang melirik ke arah seniornya, “Nyiapin diri, Pak,” hela Gilang, “Nyiapin duit lamaran lebih tepatnya.”
Sang senior kembali tertawa ketika mendengar jawaban Gilang, “Emang pacar kamu minta berapa sih? Kok kamu macem orang susah ga punya uang gitu?”
Gilang hanya diam tidak menggubris pertanyaan yang diajukan seniornya. Ia hanya diam sepanjang perjalanan menuju ke tempat antrian taksi.
Seolah tahu dengan apa yang sedang dipikirkan Gilang, seniornya kembali bicara, “Dengar, Lang. Kalo kamu orangnya lurus aja dan emang setia, kamu ga bakal kepikiran dengan kebiasaan kamu sebagai orang kapal nanti setelah menikah,” ucap sang senior menepuk pundak kiri Gilang, “Lagian kamu mainnya sama saya sih. Kalo kamu main sama Pak Bayu yang setia banget sama istrinya dan juga agamis, ya kamu ga bakal terpengaruh juga. Semuanya balik ke pribadi masing-masing.”
Pak Rafi, senior Gilang pun telah mendapatkan taksi yang ia pilih. Gilang hanya menatap seniornya yang sudah duduk di dalam taksi.
“Mending kamu pikirin baik-baik, Lang. Dan juga jangan lupa nanti malam bakal ada party kecil-kecilan di Marina Bay. Seperti biasa,” ucap Pak Rafi sembari mengedipkan satu matanya. Lalu taksi yang membawa seniornya itu pun pergi meninggalkan stasiun tempat mereka memesan taksi.
Gilang pun langsung masuk ke dalam taksi yang ia pilih. Setelah mengatakan ke mana tujuannya, taksi pun segera melaju menuju ke hotel tempat biasa Gilang menginap.
Marina Bay Sands Hotel. Hotel yang selalu menjadi tempat pilihan Gilang untuk menginap. Walau harga per malamnya kamar hotel tersebut hampir menyentuh delapan juta, Gilang tetap akan memilih menginap di sana. Alasannya sederhana, kasino terbesar ada di dalam hotel tersebut. Walau yang sebenarnya Gilang cari adalah night club-nya.
Sesampainya di hotel, Gilang langsung check-in dan merebahkan tubuhnya di atas kasur king size yang ia pilih. Tangannya meraih ponsel yang kembali bergetar entah untuk yang ke berapa kalinya hari ini. Namun Gilang tetaplah Gilang. Walaupun panggilan tak terjawab dengan nama kontak yang sama sudah lebih dari dua puluh kali. Ia tetap enggan untuk menjawabnya.
“Aku sibuk,” gumam Gilang ketika akhirnya ia mengangkat telpon setelah dirinya membersihkan badan.
“Kamu kenapa sih akhir ini selalu menghindar? Kamu ada cewe lain di sana ya, Mas?”
“Aku sibuk, Sella. Kapalku baru aja berlabuh. Masih banyak yang harus ku urus. Bisa ga sih nanti aja kita ngobrolnya?”
“Kamu ngehindarin aku.”
“Maksud kamu apa, Sel?”
“Iya aku tahu kamu lagi ngehindarin aku. Kamu ga biasanya kaya gini. Sesibuk dan selelah apapun kamu, kamu pasti angkat telpon dari aku. Dan hari ini? Puluhan kali aku telpon kamu dan baru kamu angkat sekarang.”
“Sella denger. Hari ini ada kerjaan penting yang buat aku ga bisa ngangkat telpon dari kamu.”
“Kamu selingkuh. Kamu pasti punya pacar baru kan di sana? Ngaku sama aku, Mas. Aku ga pernah permasalahin kamu kalo kamu mau main cewe tapi, please. Jangan punya pacar selain aku, Mas. Aku satu-satunya pacar kamu.”