5.0
Komentar
62.2K
Penayangan
65
Bab

Alma dan Evan yang sudah menikah lebih dari 3 tahun akhirnya mengalami kejenuhan saat buah hati tak kunjung hadir. Evan mulai bermain hati hingga ia terjebak asmara dengan Laras adik iparnya sendiri. Akankah Alma memaafkan Evan dan Laras saat rahasia asmara terlarang itu terbongkar?

Bab 1 Hari Yang Dinanti

"Mencintai tidak hanya menerima kelebihannya tetapi juga menerima segala kekurangannya."

Anggun Larasati dan Gio Fernandez akhirnya memutuskan bertunangan malam ini setelah hampir 8 tahun berpacaran. Malam ini, adalah malam yang sangat ditunggu oleh Laras, setelah sekian lama menanti sebuah kepastian.

Malam ini, Gio membawa serta keluarga besarnya untuk datang melamar Laras pada kakaknya, Alma Syafitri yang sudah lebih dulu menikah dengan Evan Albern 3 tahun lalu.

Tanggal pernikahan pun akhirnya disepakati. Dua bulan ke depan, mereka akan melangsungkan pernikahan di sebuah gedung mewah di Jakarta. Alma pun turut berbahagia, karena ia tahu, malam ini adalah malam yang sangat ditunggu oleh adik kesayangannya itu.

"Kamu bahagia, Dek?" tanya Alma saat keduanya duduk di sebuah meja, sesaat setelah Gio menyematkan cincin mewah bertabur berlian dijari Laras.

"Iya, Kak, akhirnya ia melamarku," jawab Laras tersenyum bahagia.

Alma pun mengenggam tangan sang adik dengan erat. Ia sangat bahagia. Sebentar lagi, tugasnya menjaga Laras akan segera berpindah ke Gio, calon suaminya.

Bukan hanya Alma, teman dan sahabat Laras yang menjadi saksi perjalanan cinta Laras dan Gio pun sangat berbahagia, akhirnya sebentar lagi mereka akan menikah.

Sebuah cincin bertabur berlian kini melingkar di jari manis kiri Laras. Semua bahagia, tak luput sang kakak ipar Evan. Evan yang sudah menganggap Laras seperti adik kandungnya sendiri terlihat sumringah malam itu.

"Selamat ya, Dek, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang istri," ucap Evan pada adik manjanya itu.

"Makasih, Mas," jawab Laras tertawa.

Laras dan Gio akhirnya bersenda gurau di taman belakang rumah. Terlihat mereka sangat mesra dan berbahagia. Alma tak ingin menganggu, ia hanya melihatnya dari kejauhan. Evan pun menemani keluarga Gio berbincang di ruang tamu. Alma pun akhirnya bergabung. Malam itu jadi malam yang bahagia buat keluarga besar mereka.

****

Pagi hari, Laras bangun dengan senyum merekah. Tidak seperti biasanya, kali ini ia menyiapkan semua sarapan tanpa bantuan Bi Asih, asisten rumah tangga yang sudah dianggap Ibu mereka sendiri.

"Wah, tumben nih!" celetuk Evan meledek Laras.

"Mas, jangan ngeledek ah!" ucap Laras tersipu malu.

Pagi itu kami sarapan bersama. Evan pun memuji masakan adik iparnya. Begitupun dengan sang kakak, Alma yang bahagia akhirnya sang adik mau belajar memasak.

"Wah, ternyata masakanmu enak juga ya. Enggak salah deh Gio memilihmu jadi istri," puji Evan, membuat Alma tertawa.

"Masakan Kak Alma juga enak kok, Mas," puji balik Laras.

Semua pun tertawa, sambil melanjutkan sarapannya. Karena dikejar waktu, Alma akhirnya berangkat lebih awal ke kantor. Sedangkan Evan, menunggu Laras untuk pergi bareng.

Alma memang tidak pernah mempermasalahkan kedekatan Evan dan Laras sejak dulu. Ia percaya, jika Laras maupun Evan tahu batasan kedekatan mereka.

Pagi itu, tak seperti biasanya Laras tampil berbeda. Mungkin karena suasana hatinya yang sedang berbahagia. Setelan blazer dengan rok yang lebih mini, membuat Evan melirik kemolekan tubuh adik iparnya itu.

Tampil cantik dengan make-up yang nyaris sempurna membuat Evan jadi mempunyai pikiran-pikiran nakal. Saat ini, Laras tampak lebih cantik, sexy dan menggoda dibandingkan Alma, istrinya sendiri. Pagi itu, Evan dibuat terkesima dengan penampilan Laras yang tidak biasa.

"Mas, ayo kita berangkat! Kok bengong sih, nanti kalau terlambat gimana?" ujar Laras.

"Mas!" Laras pun memukul manja pipi kakak iparnya hingga membuyarkan lamunan Evan.

"E-eh, maaf, Dek, sampai pangling Mas lihat penampilan kamu pagi ini. Kamu cantik sekali," puji Evan membuat wajah Laras memerah karena menahan malu.

Laras yang takut terlambat, akhirnya segera menarik tangan Evan agar segera masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, Evan yang masih tak bisa lepas dari pikiran kotornya, menjadi tak fokus.

Laras yang tumbuh menjadi gadis tomboy, yang terkesan cuek memang tak peduli dengan perubahan sikap kakak iparnya. Ia tetap bermanja seperti biasa.

Setelah sejam perjalanan, mobil Evan sampai di depan kantor Laras. Evan pun langsung memaju kendaraannya saat Laras turun dari mobilnya. Dalam perjalanan, Evan masih membayangkan bagaimana tiap lekuk tubuh mulus sang adik ipar hingga ia mulai berfantasi dengan pikiran-pikirannya sendiri.

"Astagfirullah! Ingat Evan, dia adik iparmu!" gumam Evan.

Akhirnya, Evan pun sampai di parkiran kantornya. Ia pun memutuskan segera menuju ruang kerjanya agar dapat melupakan fantasi anehnya itu dengan menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

*****

Menjelang pulang kantor, Alma menghubungi suaminya untuk menjemput sang adik, karena malam ini ia harus lembur untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan untuk presentasi esok pagi.

[Mas, kamu bisa kan jemput Laras? Aku lembur, mungkin agak malam pulangnya. Gimana?]

[Ok, nanti biar aku yang jemput ]

[Makasih ya, Sayang, take care]

Alma memang sangat mempercayai Evan. Selama ini tak ada yang patut dicurigai dari suaminya. Evan pun tak pernah bersikap aneh, apalagi mempunyai hubungan terlarang dengan wanita lain. Meski sebagai istri, terkadang ia juga tak bersikap adil dan kurang dapat melayani suaminya karena kesibukannya sebagai wanita karir.

Alma memang seorang wanita mandiri dan pekerja keras. Terlebih sejak meninggalnya orang tua mereka, ia harus banting tulang untuk bertahan hidup dan menyekolahkan Laras hingga menjadi sarjana. Hingga akhirnya, impiannya melihat Laras menyelesaikan kuliahnya terwujud dan sebentar lagi ia akan menikah.

Evan pun mengirimkan pesan agar adik iparnya itu menunggu di depan kantornya.

[Mas otw jemput ya]

****

Di depan parkiran, Laras sudah menunggu kedatangan Evan yang sedikit telat. Maklum, jalanan ibukota memang cukup padat. Laras pun segera masuk dengan wajah sedikit kesal.

"Mas, kok lama banget sih?" gerutu Laras.

"Sorry, Dek, macet he he he ...." ujar Evan tertawa.

Evan pun segera memacu kendaraannya menuju rumah, ia pun sudah lelah dengan kemacetan jalanan ibukota sore itu. Dalam perjalanan, Evan mulai mengajak Laras bicara. Entah apa yang ada dipikirannya, hingga mempertanyakan sebuah pertanyaan konyol.

"Dek, kamu sudah yakin mau menikah dengan Gio? Usia kamu juga baru 24 tahun. Enggak pengen merintis karir dulu?" tutur Evan hati-hati.

"Gio tak masalah kok kalau setelah menikah, aku tetap berkarir, Mas," jawab Laras tersenyum.

"Apa kamu yakin kalau Gio pilihan yang tepat?" tanya Evan lagi.

"Yakinlah, Mas! Kan Mas tahu, aku dan Gio sudah lama pacaran," kata Laras tertawa.

Evan hanya terdiam. Ia tak dapat lagi mencegah agar adik iparnya itu menunda atau membatalkan pernikahannya dengan Gio.

Ah, entah apa yang sedang dipikirkan Evan, tetapi sejak tadi pagi, ia merasa desiran yang berbeda saat bersama Laras. Apakah ini cinta? Ataukah hanya nafsu sesaat karena Evan memang tak cukup dipuaskan hasratnya oleh Alma yang semakin sibuk setelah naik jabatan? Ah,entahlah!

****

Laras pun melepaskan pakaiannya dan menuju kamar mandi. Evan yang semakin penasaran, mulai menyelinap masuk ke kamar adik iparnya itu dan menutup pintu kamar agar asisten rumah tangganya tak melihat.

Evan pun kini duduk di tepi kasur dan dari sana ia dapat melihat lekuk tubuh polos Laras karena pintu kamar mandinya yang bening dan transparan.

Laras yang asyik membersihkan badannya dan melakukan gerakan yang aduhai, membuat hasrat Evan semakin bergelora. Ia pun tak dapat lagi menahan hasratnya hingga akhirnya ....

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Michiko Jauzaa

Selebihnya

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku