Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
“Kalian tidak boleh menikah. Kalian adik kakak!”
Susan memutuskan memberitahu fakta mengerikan itu. Ia tak boleh menyimpan rahasia itu lebih lama. Dengan perasaan campur aduk dan wajah tegang, ia menatap putrinya dengan gelisah. Susan tahu ucapannya sangat menyakiti, tapi ia tak punya pilihan.
Nesa dan Raga tak boleh menikah. Ia tak boleh memberi mereka restu. Tak akan pernah.
Jika tak segera dicegah, langit dan bumi akan murka. Alam mengutuk dirinya. Setan akan berpesta pora menyaksikan dua anak manusia sedarah melakukan hubungan terlarang.
Itu tidak boleh terjadi!
Semua salahnya. Ini hukuman akibat dosa masa lalunya. Jika saja ia bisa memutar waktu dan boleh memilih takdir sendiri, ia ingin menjalani hidup normal seperti orang kebanyakan.
Namun takdir yang memilihnya. Takdir yang terus menyisakan kepedihan dan luka yang seolah tak kunjung usai.
Bahkan setelah meninggalkan lembah hitam, dosa itu terus mengikuti. Tak cukup menghukum dirinya, kini sang putri ikut menanggung akibatnya.
Susan menyeka keringat yang jatuh di pelipisnya.
“Hubungan kalian aib. Kamu harus putus dengan Raga. Tak peduli sebesar apa cintamu pada dia, sudahi semua!”
Nesa menatap Susan dengan mata tak berkedip. Mulutnya bergetar, tak percaya apa yang baru saja ia dengar. Ibu pasti bercanda. Ia anak tunggal. Ia tidak memiliki saudara. Ia berusia dua puluh tujuh tahun, dan tak pernah mengenal Raga sebelumnya. Ia bertemu laki-laki itu enam bulan lalu. Mereka saling jatuh cinta dan tengah merencanakan pernikahan.
“Ibu becanda kan?” Ia mendekat dan meraih tangan Susan. Berharap semua cuma guyonan.
Susan tampak gelisah. Ia berkali-kali menyeka keringat. Padahal mereka berada di ruang berpendingin di kamar Nesa yang nyaman.
“Maaf Nes. Kamu tidak boleh menikah dengan Raga.”
Nesa berharap Susan salah. Ya. Ibu pasti salah. Tak mungkin Raga kakaknya.
“Bagaimana mungkin, Bu? Tolong jangan begini. Raga satu-satunya laki-laki yang pernah aku cintai. Jangan becanda, Bu. Lagipula sebelumnya Ibu tidak pernah mempermasalahkan. Kenapa tiba-tiba bicara begini? Apa maksud Ibu?” Nesa menatap Susan dengan nanar. “Ibu sudah ketemu kedua orang tua Raga. Mereka juga sudah merestui. Kenapa sekarang Ibu bicara sesuatu yang tidak masuk akal?”
Susan menatap putrinya. Ada rasa iba. Namun ia harus tegas. Pernikahan mereka tetap harus dicegah.
“Raga kakak kamu!”
“Kakak? Kakak dari mana? Kenapa tiba-tiba ia jadi kakakku? Lelucon apa ini, Bu? Ibu harus menjelaskan semuanya!”
“Aku tidak harus menjelaskan apa pun pada kamu. Pokoknya batalkan pernikahan kalian!”
Wajah Nesa membara. “Aku pikir Ibu benar ingin aku bahagia. Tapi ternyata aku salah. Ibu tidak pernah berubah. Sejak kecil aku diperlakukan semena-mena. Aku dibuang, dicampakkan dan dibiarkan menderita, sementara Ibu bersenang-senang. Kini Ibu masih belum puas juga. Masih ingin menghalangi kebahagiaanku satu-satunya. Apa sebenarnya maumu, Bu?” Napas Nesa tersengal-sengal menahan amarah yang menggelegak di dalam dada. “Aku tidak pernah mengusik kehidupan dan masa lalu Ibu, tapi kenapa Ibu melakukan ini padaku?”
Nesa meremas telapak tangannya yang basah oleh keringat. Meskipun sangat ingin menahan diri, namun kemarahan itu meledak juga. Kemarahan yang telah ia pendam sejak sekian lama.
“Aku tidak pernah melawan Ibu, tidak pernah menyusahkan Ibu. Tapi aku juga tidak terima Ibu semena-mena begini. Sudah cukup penderitaanku, Bu. Jangan Ibu tambah lagi dengan sikap egois yang sangat menyakiti hati.”
Seketika kamar itu berubah menjadi sempit dan sesak. Hembusan pendingin ruangan pada suhu delapan belas derajat tak mampu membuat hati anak beranak yang sedang panas itu menjadi dingin.
Keduanya saling tatap dengan wajah memerah.