Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Bang mau lagi!"
"Astaga dek, uda tadi loh. Abang capek mau istirahat, tolong ngerti lah."
"Baru sekali, dulu janjinya sampai pagi!" Sheila mengerucutkan bibirnya, dan berpaling dariku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan beristighfar.
"Ya allah, kuatkan hamba." Tiba-tiba saja ucapanku membuat sheila murka, ia berbalik badan dan langsung menudingku dengan tatapan tajamnya.
"Abang bilang apa tadi!" serunya dengan nafas memburu seperti ingin menerkam.
"Gak ngomong apa-apa kok dek," sahutku cengengesan sambil menggaruk kepala bawah yang tidak gatal. Tiba-tiba saja sheila menepis tanganku.
"Kalo gatel juniornya, biar Adek aja yang garukkan," ucapnya sembari terus mengelus perkakasku. Aku hanya bisa menelan saliva dengan kasar, bagaimana bisa aku mempunyai istri seperti ini. Maunya setiap hari, dan bahkan gak cukup satu ronde.
"Mau lagi, pokoknya mau lagi!" Ia terus saja berseru dan memaksa melepas celana yang sudah aku pakai kembali tadi.
Alhasil ia kembali beraksi mengerjaiku, tidak ada kata ampun untukku. Walau aku sudah meminta ampun ia tetap tidak peduli, dan terus mengerjaiku.
Mungkin lelaki lain akan merasa iri jika mengetahuiku memiliki istri yang kuat, bahkan dari awal pernikahan kami aku sama sekali tidak pernah meminta duluan, karena setiap mau tidur istriku lah yang nyosor duluan, tetapi percayalah sebenarnya aku lelah dan bahkan bisa dikatakan bosan dengan sikapnya. Terkadang aku membayangkan memiliki istri pemalu yang tidak mau disentuh, bisa kurayu dengan jurus maut yang membuatku semakin panas dan menikmatinya. Tidak seperti sheila yang terlalu agresif seperti orang kehausan.
****
Saat itu aku sedang libur kerja, kunikmati hari liburku untuk duduk santai sambil menikmati secangkir kopi buatan Sheila. Tidak lama kemudian Sheila ikut duduk disampingku, ia terus menatapku sambil senyum-senyum tidak jelas. Aku merasa aneh dan risih ditatap seperti itu walau dengan istriku sendiri, dan aku mencoba bertanya padanya.
"Kamu kenapa Dek?"
"Gapapa."
"Jadi ngapain kamu liatin Abang sampai segitunya?"
"Abang ganteng," sahutnya menggodaku. Aku menghela nafas seraya menutup wajahku dengan koran, tetapi ia malah menarik koran yang menutupi wajahku.
"Jangan ditutup Bang, Sheila mau lihat pemandangan paling indah di dunia ini. Sheila mau lihat surga sheila lama-lama!" Ia terus saja merengek seperti anak kecil, dan jujur saja aku tidak menyukai sifatnya itu. Walau ia adalah wanita yang serba bisa, bisa masak, bisa nyuci, bisa angkat galon, bisa pasang gas, bisa benerin genteng, tetapi ia sangat manja padaku. Rasanya aku sangat kesal dengan sikapnya itu.
"Gak usah lebay! Kamu itu suka banget ya buat aku risih!" Aku membentaknya kuat sembari menggebrak meja, tetapi bukannya takut ia malah memelukku dengan erat.
"Jangan marah-marah sayang, nanti lekas tua loh," bisiknya di telingaku. Aku sangat frustasi menghadapinya, sampai tanpa sadar aku mendorongnya hingga tersungkur di lantai. Dengan tega aku meninggalkannya begitu saja pergi keluar, bukannya marah atau menangis ia malah melambaikan tangannya lalu berkata, "hati-hati dijalan sayang, pulangnya jangan lama-lama ya!"
Aku semakin kesal saja dengannya, hari itu mood ku benar-benar rusak dibuat oleh istriku sendiri. Sepanjang jalan aku terus saja uring-uringan, sampai tidak memperhatikan jalan. Tanpa sengaja aku menyerempet seorang wanita berhijab panjang, dan dengan segera aku turun dari sepeda motorku dan membantunya.
"Maaf Mbak aku gak sengaja, mari aku antar ke klinik," ucapku sembari membantunya berdiri.
"Gapapa kok Mas, saya gak luka parah." Wanita itu menatapku dengan wajah sendunya, entah mengapa hatiku berdesir saat melihatnya, terasa damai seperti di persawahan dengan angin sepoi-sepoi melanda hatiku. Aku mematung seketika sembari terus menatap wajah cantik gadis itu.
"Mas… Mas… Mas...."
"Eh, maaf mbak saya melamun tadi."
"Gapapa, kalau gitu saya permisi pulang ya Mas."