Rumah tangga yang harmonis telah di bina selama lima tahun. Fadhil dan Naiya saling mencintai. Banyak rintangan yang sudah Mereka hadapi. Apalagi dengan tidak adanya buah hati di kehidupan Mereka. Sebuah musibah tejadi membuat rumah tangga Mereka berada di ambang ke hancuran. Wajah Fadhil hancur karena kecelakaan. Apakah Naiya masih mau menerima Fadhil atau memilih berpisah dari Fadhil? Siapa dalang di balik musibah yang menimpa Fadhil. Hukuman apa yang akan Naiya berikan pada orang-orang yang sudah membuat Fadhil menderita? siapakah Naiya sebenarnya? apakah benar Dia hanya seorang gadis miskin biasa?
Sebuah rumah mewah, tampak sepasang suami istri baru saja selesai sarapan pagi.
"Sayang, Abang pulang telat ya? karena hari ini ada audit di sekolah. Langsung dari pusat."ujar Fadhil.
"Ya Bang, nggak apa–apa. Yang penting jangan terlalu fokus dengan kerjaan, tapi perut Kamu lapar."balas Naiya.
Fadhil tersenyum membalas ucapan sang istri yang Dia cintai.
Sebuah kecupan mendarat di kening Naiya.
"Bulan depan Abang ambil cuti ya?Kita bulan madu lagi. Mana tau kali ini Kita berhasil." ajak Fadhil. Seraya mengedipkan mata nakalnya, membuat sang isteri tersipu malu.
"Ya Bang, terserah Abang gimana baiknya. Aku manut aja. Yang penting Abang bahagia, maafkan Aku ya? belum bisa memberikan buah hati untuk Abang." lirih Naiya.
Wanita itu menatap sendu ke arah sang suami. Hati Fadhil ikut sedih dengan apa yang diucapkan Naiya. Dengan cepat memeluk Naiya, untuk menenangkan wanita cantik itu.
"Kita sama-sama sehat Sayang, jadi Kamu jangan menyalahkan diri Kamu. Insya Allah bulan madu kali ini pasti berhasil. Kamu mau kemana? Abang pasti bawa Kamu,"
"Kita ke sabang aja. Jangan jauh-jauh, sekalian ke rumah Kak Erly. Bagaimana?"
"Ide bagus, Abang setuju. Nanti Kamu telpon aja Kak Erly ya? minta tolong carikan hotel yang paling bagus di sana,"
"Siap Bos,"
Keduanya tersenyum bahagia, seolah dunia milik Mereka berdua. Hingga Mama Fadhil datang, Dia mendengar semua pembicaraan anak dan menantunya.
"Kalian mau bulan madu lagi? buang duit aja. Dil, Kamu nikah aja lagi. Tinggalin itu perempuan mandul. Mama sudah pingin banget punya cucu," ujar Aini.
"Mama. tolong jangan ikut campur dengan urusanku. Urus aja anak manja Mama itu, yang kerjanya hanya habisin duit aja."balas Fadhil.
Pria tampan itu tidak menyukai sikap Aini yang selalu ikut campur dengan urusannya dengan Naiya.
"Dil. Keluarga Kita membutuhkan penerus, Kamu nanti waktu tua siapa yang urus? jika bukan anak Kamu. Mama sudah punya kriteria perempuan yang cocok dengan Kamu. Anak orang kaya lagi, Mama ini sudah tua Dil. Jangan sampai Mama mati, belum melihat keturunan Kamu."
"Cukup Ma. Aku tidak ingin membahas lagi masalah ini. Mama jangan berdoa agar cepat mati, itu dosa Mama masih sangat banyak. Sayang, Ayo ke kamar."
Fadhil menarik pelan tangan Naiya dan Mereka berlalu dari hadapan Aini.
"Entah pelet apa yang dipakai perempuan miskin itu, sampai Fadhil tidak pernah melirik perempuan manapun. Ini tidak bisa Aku biarkan. Sudah cukup lima tahun Dia menumpang hidup di keluargaku. Aku mesti memisahkan Mereka dengan caraku sendiri,"
Aini tidak pernah menyukai Naiya, karena menantunya itu berasal dari keluarga sederhana yang berbeda dengan Mereka yang orang kaya.
"Bang. Kamu tidak boleh bersuara keras dengan Mama. Beliau sudah membesarkan Abang. Nanti malahan Abang berdosa lho. Entar Aku sendirian di surga, "ujar Naiya. Wanita berhidung mancung itu mengerucutkan bibirnya.
Membuat Fadhil langsung mencium bibir merah delima itu.
Naiya memukul pelan dada Fadhil, yang tersenyum nakal pada Naiya.
"Iss. Mesum pagi-pagi, Pokoknya Abang jangan membantah perkataan Mama. Dosa," ujar Naiya.
"Tidak sayang, malahan Abang yang akan berdosa jika membela mama. Kamu yang akan terzalimi. Abang tidak ingin malaikat murka pada Abang. entar Abang di neraka, Kamu di surga. emang mau pisah dengan Abang? " goda Fadhil.
Naiya menggelengkan kepalanya, lantas
Keduanya pun saling berpelukan dengan erat. Rasa cinta yang begitu besar pada Naiya membuat Fadhil menutup mata dan telinga dengan segala kekurangan sang istri. Tidak ada wanita yang bisa menggantikan posisi Naiya dalam hati pria rupawan itu.
"Abang pergi dulu, jangan keluar Kamar jika Mama masih ada di rumah Kita. Mama itu seperti virus yang berbahaya, melebih corona. Makanya Kamu mesti jauh-jauh dari Mama."
"Tapi Bang, kan nggak mungkin Aku biarkan Mama sendirian aja. entar malahan Mama tidak suka dengan Aku. Kan Aku punya anti virus Bang, Kamu tenang aja. Kerja yang benar."
"Biar aja Mama sendirian, nanti Kamu makan hati dengan kata-kata Mama. Pokoknya mesti nurut kata Abang. Entar nggak jadi Kita bulan madu."
"Pakai ngancam segala, ya udah. Aku akan tidur di kamar aja, nggak akan kemana-mana."
"Itu baru isteri Abang, cup.."
Fadhil mengecup pucuk kepala sang istri dengan lembut.
"I love you, baik-baik di rumah. Jika ada apa-apa langsung telpon Abang."
"Siap komandan, I love you,"
Naiya memeluk sang suami dengan erat, selesai mengantar Fadhil di depan pintu kamar. Wanita itu langsung mengunci pintu kamarnya.
Fadhil mendekati Aini yang masih duduk santai di ruang keluarga. Nampak wanita itu sedang menonton televisi.
"Mama pulang aja ke rumah, jangan lama-lama di sini. Yang ada Nai sakit hati dengan sikap Mama."ujar Fadhil.
"Kamu mengusir Mama? hanya karena wanita kampung itu? Gila Kamu, Fadhil. Mau jadi anak durhaka Kamu? Kamu lupa, Mama ini yang sudah membesarkan Kamu. Bukan wanita miskin bin mandul itu."bentak Aini.
Wanita berusia lima puluh tahun lebih itu menatap tajam pada Fadhil.
"Mama. Aku sayang dengan Mama, tapi tolong jaga sikap dan kata-kata Mama. Jangan terus menghina Naiya,"
"Emang kenapa dengan kata-kata Mama? kan nggak ada yang aneh? toh yang Mama katakan itu semua benar,"
"Aneh sih nggak Ma. cuman pedes melebihi cabe setan.Mama jika bicara asal aja, saring dulu. Jangan asal bicara saja. Nai pasti sakit hati, Ma."
"Emang kopi mesti disaring? enak aja bilang mama ini kayak setan. pergi kerja sana. Baru aja jadi kepala sekolah Kamu udah berani katain Mama yang bukan-bukan. Mau Mama doakan yang jelek buat Kamu?"
Fadhil mengelidik ngeri melihat Mamanya yang mengancam dirinya.
Aini mendorong tubuh Fadhil agar segera keluar dari rumah. Karena Dia memiliki sebuah rencana untuk Naiya.
"Cepetan pergi Fadhil. Itu sudah hampir jam delapan, Mentang-mentang Kamu kepala sekolah. Tapi suka bolos waktu. Kasih contoh ke anak buah Kamu, Dil."
"Ya Ma. titip Naiya ya? Jangan Mama ganggu Dia ya?"
"Tenang aja, Nggak akan Mama makan isteri Kamu itu."
"Hahaha,"
Fadhil mencium tangan Aini, lantas masuk ke dalam mobil.
"Yes, Pergi juga itu anak, Aku akan buat Naiya pergi dari hidup putraku. Perempuan mandul itu akan pergi dengan sendirinya tanpa Aku usir. Aku akan mencari wanita yang berkelas seperti keluargaku, bukan benalu dan keluarga miskin seperti Nai," gumam Aini.
Lantas Aini menelpon seseorang untuk segera datang ke rumah Fadhil. Senyum menyeringai di wajah Aini.
Ternyata Aini mempunyai niat jahat pada sang menantu. Entah setan apa yang mempengaruhi wanita berusia lima puluh tahun itu.