Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi

Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi

Coretan Asa

5.0
Komentar
21.3K
Penayangan
31
Bab

Ketika istriku tidak meminta jatah lagi, disitu lah ia hamil. pernikahan tanpa cinta dan selalu dia yang meminta duluan tak berhasil mendapat keturunan, tetapi disaat aku yang ingin melakukannya kami mendapatkan keturunan. Nasi telah menjadi bubur, karena nafsu aku telah menceraikannya dan menikah lagi [POV HABIB] ~~~~ Habib adalah seorang pemuda yang sudah beristri, tetapi berkeinginan menikah lagi karena sang istri tidak bisa memberinya keturunan. Ia sangat bosan dengan pernikahannya karena sheila istrinya terlalu agresif, dan selalu minta untuk dilayani setiap hari. Seketika rumah tangga mereka hancur, dan disaat Habib telah menikah lagi, Sheila malah sedang mengandung tanpa sepengetahuan Habib. Bagaimana kisah mereka? Akankah Habib menyesal dan ingin kembali pada Sheila? Yuk ikuti terus kisahnya...

Bab 1 Episode Satu

"Bang mau lagi!"

"Astaga dek, uda tadi loh. Abang capek mau istirahat, tolong ngerti lah."

"Baru sekali, dulu janjinya sampai pagi!" Sheila mengerucutkan bibirnya, dan berpaling dariku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan beristighfar.

"Ya allah, kuatkan hamba." Tiba-tiba saja ucapanku membuat sheila murka, ia berbalik badan dan langsung menudingku dengan tatapan tajamnya.

"Abang bilang apa tadi!" serunya dengan nafas memburu seperti ingin menerkam.

"Gak ngomong apa-apa kok dek," sahutku cengengesan sambil menggaruk kepala bawah yang tidak gatal. Tiba-tiba saja sheila menepis tanganku.

"Kalo gatel juniornya, biar Adek aja yang garukkan," ucapnya sembari terus mengelus perkakasku. Aku hanya bisa menelan saliva dengan kasar, bagaimana bisa aku mempunyai istri seperti ini. Maunya setiap hari, dan bahkan gak cukup satu ronde.

"Mau lagi, pokoknya mau lagi!" Ia terus saja berseru dan memaksa melepas celana yang sudah aku pakai kembali tadi.

Alhasil ia kembali beraksi mengerjaiku, tidak ada kata ampun untukku. Walau aku sudah meminta ampun ia tetap tidak peduli, dan terus mengerjaiku.

Mungkin lelaki lain akan merasa iri jika mengetahuiku memiliki istri yang kuat, bahkan dari awal pernikahan kami aku sama sekali tidak pernah meminta duluan, karena setiap mau tidur istriku lah yang nyosor duluan, tetapi percayalah sebenarnya aku lelah dan bahkan bisa dikatakan bosan dengan sikapnya. Terkadang aku membayangkan memiliki istri pemalu yang tidak mau disentuh, bisa kurayu dengan jurus maut yang membuatku semakin panas dan menikmatinya. Tidak seperti sheila yang terlalu agresif seperti orang kehausan.

****

Saat itu aku sedang libur kerja, kunikmati hari liburku untuk duduk santai sambil menikmati secangkir kopi buatan Sheila. Tidak lama kemudian Sheila ikut duduk disampingku, ia terus menatapku sambil senyum-senyum tidak jelas. Aku merasa aneh dan risih ditatap seperti itu walau dengan istriku sendiri, dan aku mencoba bertanya padanya.

"Kamu kenapa Dek?"

"Gapapa."

"Jadi ngapain kamu liatin Abang sampai segitunya?"

"Abang ganteng," sahutnya menggodaku. Aku menghela nafas seraya menutup wajahku dengan koran, tetapi ia malah menarik koran yang menutupi wajahku.

"Jangan ditutup Bang, Sheila mau lihat pemandangan paling indah di dunia ini. Sheila mau lihat surga sheila lama-lama!" Ia terus saja merengek seperti anak kecil, dan jujur saja aku tidak menyukai sifatnya itu. Walau ia adalah wanita yang serba bisa, bisa masak, bisa nyuci, bisa angkat galon, bisa pasang gas, bisa benerin genteng, tetapi ia sangat manja padaku. Rasanya aku sangat kesal dengan sikapnya itu.

"Gak usah lebay! Kamu itu suka banget ya buat aku risih!" Aku membentaknya kuat sembari menggebrak meja, tetapi bukannya takut ia malah memelukku dengan erat.

"Jangan marah-marah sayang, nanti lekas tua loh," bisiknya di telingaku. Aku sangat frustasi menghadapinya, sampai tanpa sadar aku mendorongnya hingga tersungkur di lantai. Dengan tega aku meninggalkannya begitu saja pergi keluar, bukannya marah atau menangis ia malah melambaikan tangannya lalu berkata, "hati-hati dijalan sayang, pulangnya jangan lama-lama ya!"

Aku semakin kesal saja dengannya, hari itu mood ku benar-benar rusak dibuat oleh istriku sendiri. Sepanjang jalan aku terus saja uring-uringan, sampai tidak memperhatikan jalan. Tanpa sengaja aku menyerempet seorang wanita berhijab panjang, dan dengan segera aku turun dari sepeda motorku dan membantunya.

"Maaf Mbak aku gak sengaja, mari aku antar ke klinik," ucapku sembari membantunya berdiri.

"Gapapa kok Mas, saya gak luka parah." Wanita itu menatapku dengan wajah sendunya, entah mengapa hatiku berdesir saat melihatnya, terasa damai seperti di persawahan dengan angin sepoi-sepoi melanda hatiku. Aku mematung seketika sembari terus menatap wajah cantik gadis itu.

"Mas... Mas... Mas...."

"Eh, maaf mbak saya melamun tadi."

"Gapapa, kalau gitu saya permisi pulang ya Mas."

"Eh, tunggu mbak! Saya antar mbaknya pulang gimana? Gak ada maksud apa-apa kok, saya cuma mau nebus kesalahan saya tadi."

"Emm, boleh deh kalau gitu!"

Aku bersorak kegirangan dalam hati, rayuanku benar-benar mempan dan berhasil bonceng bidadari cantik hari ini. Entah setan apa yang merasuki ku, hingga aku melupakan bahwa aku adalah pria beristri saat itu. Kini aku hanya mencari kesenangan sejenak saja, untuk menghilangkan kejenuhan menghadapi istri kehausan yang ada di rumah.

Gadis cantik berhijab panjang itu langsung naik ke motor, ia duduk berjauhan denganku dan menjaga jarak duduk. Ia benar-benar beda dengan sheila yang suka nemplok sembarangan, wanita ini benar-benar yang aku idam-idamkan. Sepanjang perjalanan ia hanya diam tidak banyak bicara, aku mencoba mengajaknya bicara untuk memecahkan keheningan diantara kami berdua.

"Namanya siapa mbak?"

"Aisyah Mas." Wow, baru kali ini aku bicara di motor dengan wanita tanpa hah, hah, hah dulu, biasanya harus pake drama hah, hih, huh baru dijawab. Itu pun jawabannya pasti gak nyambung.

"Oh, namanya cantik seperti orangnya," godaku mengeluarkan jurus andalan, ia hanya tertawa kecil dan menutup wajahnya yang memerah dengan jilbabnya. Jangan tanya aku bisa lihat dia darimana, jelas saja sejak tadi aku mengajaknya bicara sembari memandang wajah cantik Aisyah dari spion.

"Masih single Mbak?" sambungku yang masih penasaran.

"Masih Mas."

"Oh, sama dong kalau gitu!"

Duar... Tiba-tiba saja ucapan itu terlontar dari mulutku, tanpa memikirkan perasaan istri dirumah aku terus saja menggoda Aisyah. Tidak lama kemudian kami sampai dirumah Aisyah, kami disambut dengan hangat oleh Ayah dan Ibunya. Ternyata Aisyah adalah anak tunggal dari keluarga yang terbilang kaya, Ayah dan Ibunya juga sangat baik padaku. Kesempatan emas ini tidak boleh disia-siakan fikirku.

"Ini pacar kamu Aisyah?" tanya lelaki paruh baya yang rambutnya sudah mulai memutih.

"Bu... Bukan Pak, tadi Aisyah gak sengaja ketemu dijalan terus dianterin sama Masnya," sahut Aisyah menjelaskan.

Ayah Aisyah hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum menatapku, sementara aku mati kutu dan hanya cengengesan tidak menentu.

"Siapa namanya nak?" sapa Ibunya Aisyah dengan ramah.

"Habib Bu."

"Masih single?"

"Masih Bu."

"Wah, kebetulan dong kami sedang cari menantu. Jika kamu berkenan dengan anak saya boleh ajukan proposal taaruf secepatnya."

Deg...

Aku tercengang setengah mati saat ditawarkan untuk mengajukan proposal taaruf, bagaimana bisa baru sekali ketemu sudah ditawari untuk menikahi bidadari cantik ini. Jelas saja aku tidak menolaknya.

"Inshaallah Bu, saya akan segera mengajukan proposal taaruf untuk meminang Aisyah. Kalau begitu saya pamit pulang ya Pak, Bu. Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam, hati-hati dijalan Nak."

Dengan segera aku pergi melajukan sepeda motorku, kebetulan rumah Aisyah bersebelahan dengan warung sayur, dan entah mengapa semua Ibu-Ibu yang sedang berbelanja sayur terus saja menatapku saat aku lewat dari sana. Masa bodo sih, mungkin gak pernah liat orang ganteng fikirku. Kini yang ada di pikiranku hanya Aisyah, dan jantungku benar-benar berdegup tidak karuan saat mengingat wajah Aisyah.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku