Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi
sampai larut malam pun Sheila tak kunjung mau membukakan pintu, setiap aku mengetuk pintu dan memanggil namanya sama sekali tid
terbangun, saat melihatku ia langsung membalikkan tubuhnya membelakangiku. Sepertinya kali ini ia benar-benar marah d
*
kan sarapan dan juga bekal, tanpa pikir panjang aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, tetapi aku tercengang saat melihat seisi dapur tidak ada orang. Lalu Sh
gara masalah sepele kamu mogok masak, dan malah malas-malasan. Itu sama saja artinya kamu lalai dalam kewajibanmu sebagai istri!" imbuhku dengan
makan. Tolong jangan ajak aku ngobrol, aku ingin sendiri!' Aku tidak mengerti mengapa ia menjadi membis
ung menghadapi Sheila saat ini hingga membuat kepalaku terasa panas. Setelah selesai mandi, dengan segera aku masuk kembali ke kamar. Kulihat Sheila kembali
ada sepiring nasi goreng gosong disana, aku benar-benar marah kali ini, bisa-bisanya ia membalaskan dendam
tu untuk membangunkan nya, tetapi tetap saja ia enggan
kasih aku nasi goreng gosong seperti itu? Kamu bole
elihat kearahku. Dengan perasaan kesal aku menarik
u, baru kali ini ia berani berteriak padak
le, kamu berani teriakin aku
ya karena aku belum bisa kasih kamu anak kamu malah mau menikah lagi. Aku selalu berusaha puasin kamu diranjang, aku membuang rasa gengsi untuk meminta duluan. Supaya apa? Supaya kamu senang! Aku sadar aku punya kekurangan, maka dari itu aku me
ma ini ia berlaku ganas, karena ingin membuatku senang? Bukan karena memang dia yang t
kadang ada rekan kerja yang sampai mengagetkank
kamu tidak fokus kerja?" tanya Ridwan sahabat karib
an Sheila," sahutku sambi
ambutmu gak basah, rupa
h bahas rambu
apa yang dia bilang benar. Setiap hari aku memang selalu mandi wajib, dan selalu me
kan pinter di atas kasur, tapi kamunya masih aja gak bersyukur. Jangan sam
ggaku, sudah pasti ia bisa menebak alasan aku dan Sheila bertengkar, karena
aku katakan padanya mau menikah lagi, bisa-bisanya aku dikasih sarapan nasi g
ak pernah membelaku saat aku berkeluh kesah padanya. Ia selalu menganggap bahwa aku yang salah, tapi apa salahnya coba kalau aku memang mau menikah lagi? Bukannya dalam isla
ang lebih baik darinya. Jangan sampai kamu menyesal seumur hidup Bib!" Ridwan menepuk bahuku dan langsung berlalu pulang meninggalkanku. Aku hanya