Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Berada di salah satu kota di Negara Prancis inilah seorang gadis bernama Roseanne Maddison berumur 20 tahun sedang menjalankan studinya di Universitas ternama yang ada di sana. Seorang gadis yang memiliki senyum menawan, memiliki watak periang dan mempunyai pedoman hidup berpegang teguh pada apa yang diyakininya.
Sudah 2 tahun lamanya Rose meninggalkan Indonesia demi mewujudkan keinginan mendiang sang Ayah untuk mencari keluarga yang ditinggalkan nya, Rose bahkan pergi tanpa mendapat petunjuk dari ibunya. Yuliana al-Farezi adalah Ibu Rose, dia adalah orang yang menentang keinginan Rose untuk mewujudkan keinginan Ayahnya. Tanpa petunjuk apapun Rose akhirnya bertekad untuk menemukan keluarganya yang hilang.
Demi menyelesaikan tugas yang tertunda, Rose harus lembur di rumah temannya hingga malam tiba. Di tengah keadaan yang semakin tidak menguntungkan baginya, dia berjalan sendiri melewati hiruk-pikuk keramaian yang terasa lebih mencekam.
"Mengapa jam segini tidak ada taksi yang lewat? Apakah aku terlalu malam untuk keluar sendirian?” Gumam Rose. Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Rose terus berjalan hingga tidak sengaja bertemu beberapa preman yang sedang mabuk, "Hei cantik, sendiri saja. Mau aku temani?" Goda salah satu preman tadi dengan tatapan beringas.
"Mundur kalian, aku tidak segan untuk melaporkan kalian ke polisi!”
Ancaman Rose rupanya tidak mempan terhadap orang yang sedang mabuk berat, mereka justru memojokkan Rose hingga ke tempat yang gelap dan sepi.
"Mari kita bermain cantik. Tenang, aku akan melakukannya dengan lembut padamu.” Seringai salah satu preman yang kemungkinan adalah bosnya.
Kedua preman tadi mencoba menjagal Rose, namun dia berhasil menghindar dengan cara menendang kaki dan perut pemabuk hingga meringis kesakitan. Karena Rose melawan, mereka justru semakin beringas, kini Rose benar-benar terpojok.
‘Bagaimana ini, aku sudah terpojok. Apakah sudah tidak ada cara lain untukku lepas dari mereka?’ Hati Rose terus berbicara dan berpikir bagaimana cara agar bisa lepas dari mereka.
Pikirannya seakan blank. Rose hanya bisa berteriak. "Siapapun tolong aku!"
Teriakannya membuat preman tadi kalang kabut. Mereka membungkam mulut Rose hingga nafasnya tersengal. Dengan sekuat tenaga Rose mencoba lepas dari mereka. Dia menggigit salah satu tangan yang membungkamnya dan menggunakan kesempatan itu untuk berlari. Namun naas, Rose tetap saja terkejar.
"Dasar pria tidak tahu malu, lepaskan aku!" Teriaknya kembali. Sebisa mungkin Rose melawan meski itu mustahil.
Tidak jauh dari tempat Rose berada, seorang pria keluar bersama wanita menuju mobil yang telah terparkir tidak jauh dari tempat Rose berada. Rose yang melihat ada orang yang keluar dari salah satu bar pun berinisiatif untuk berteriak kembali.
‘Ini kesempatanku untuk meminta tolong,’ batin Rose. Dengan sekuat tenaga, dia pun berteriak. “Tolong!” teriak Rose. Tatapannya tajam tanpa rasa takut.
“Brengsek! Berhenti berteriak sialan!” geram sang preman. Dia pun memberikan tamparan keras pada Rose.
Plak!
Pipi Rose seketika memerah. Rasanya panas dan perih, bekas tamparan itu tampak nyata di wajah.
“Diam! Jangan melawan!” Ancam is preman.
‘Sudahlah. Mana mungkin ada orang yang mau menolongku di saat aku tengah berada di tangah seorang preman?!’
Saat semua terasa seakan tidak mungkin untuk lepas dari para preman yang tengah mabuk, tiba-tiba seorang pria yang tadi keluar dari bar bersama seorang wanita, menarik tangan Rose hingga jatuh ke dalam pelukannya. Pria itu seketika memberi pukulan tepat di wajah hingga lebam.
"Kurang ajar, siapa kau! Berani sekali menghajar preman yang menguasai tempat ini!” Ujar salah satu preman yang tadi membungkam Rose.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku, tapi aku tidak suka ada preman gadungan sepertimu mengaku sebagai penguasa tempat ini. Enyahlah sebelum kesabaranku habis!” Ancam pria itu dengan tatapan tajam.