Natasha tak pernah menyangka bahwa hari yang paling dinantikannya malah berakhir seperti ini. Segalanya berubah menjadi semu, semuanya telah dia siapkan untuk mengahadapi ujian sekolah kali ini. Namun mengapa dia justru mati? Sialnya, bukan ke surga atau ke neraka ia malah berpindah dimensi! Masuk dalam dunia novel yang ditulis temannya pula! Argh, padahal ia adalah satu dari ratusan juta manusia yang menganggap bahwa isekai dan dunia paralel itu tak ada. Akan tetapi apa yang bisa ia lakukan saat ini? Dia ... benar-benar tak tahu bahwa akan jatuh hati pada manusia bayangan yang sahabatnya ciptakan. "Aku benar-benar mencintaimu, Lady Archied." "Maafkan hamba yang rendah ini, akan tetapi Yang Mulia Duke telah memiliki calon istri jadi tolong sadar diri!" Bagaimana bisa dia bertahan dalam dunia novel sialan ini? Tidak, itu salah. Bagaimana cara agar dia melupakan Duke dan tak menjadi pelakor lantaran merebut tunangan sang pemeran utama?!
Seharusnya tak begini.
Sebentar lagi, hanya tinggal menunggu beberapa hari saja hingga pengumuman hasil kelulusan ujian. Dengan begitu aku bisa menjadi sejarah siswi terbaik di negeri ini. Satu-satunya siswi yang mendapatkan nilai sempurna dalam segala mata pelajaran.
Padahal aku sudah rela tak tidur berhari-hari. Merelakan semua makan malam hanya demi menghapal rumus-rumus alogaritma matematika. Tapi sialnya, suara sirine ambulan ini mengganggu.
Bukan hanya itu bau anyir darah membuatku mual.
"Cepat! Selamatkan dia, gadis ini masih hidup!"
Hm, bodoh mereka ini?
Memang apa gunanya jika aku sudah setengah sadar. Badanku mati rasa, lidahku kelu dan mataku pun mulai terasa berat.
Perlahan-lahan rasa sesak menghimpit dadaku, membuatku kesusahan bernafas. Ingin aku berteriak, TOLONG! Namun kenyataannya tak bisa. Hanya diriku yang akan mati yang ....
Gelap, semuanya mendadak gelap.
Dan aku sendirian di kegelapan ini.
Ah, aku kan tak memiliki teman yang benar-benar bisa dianggap ada. Baguslah, jika mati semua orang akan tertawa haha-hihi nanti.
***
"Hei?"
Samar-samar sebuah panggilan terdengar merayap ke telinga membuat gadis bersurai merah itu membuka lebar-lebar kedua matanya. Angin yang berhembus kencang tak menjadi hambatan, suara tersebut terdengar begitu jelas.
Netra emerald itu pun melirik ke segala arah. Pandangannya menajam, dengan benak yang dipaksakan untuk mengingat sesuatu. Dimana dia? Asing sekali tempat ini.
"Jika belum bisa menemukanku, maka kau tak pantas mengatakan kalau dunia kami hanya bualan saja," imbuh suara itu.
Ia tak mungkin salah dengar. Suara ini berasal dari orang yang sama. Jadi, yang mereka katakan benar-benar fakta bukan mitos belaka? Jadi dunia parallel benar-benar ada?
Apa sosok yang selama ini ia rindukan bisa hidup kembali dengan berpindah dimensi? Gadis manis itu terbahak-bahak. Mungkin karena sibuk belajar untuk ujian nasional dan berakhir merenggang nyawa membuat otaknya jadi ikutan gila.
Mana ada manusia yang sudah mati namun bisa hidup kembali?
Semerbak harum bunga Kamboja membuat bulu kuduknya berdiri. Sejauh mata memandang, ini adalah ... kebun bunga matahari. Bagaimana bisa ada bau bunga Kamboja?
"Tutup matamu, katakan apa yang kau inginkan dengan tulus maka akan terkabul."
Sempat ragu, namun jika benar itu cara kabur dari dunia yang menjijikkan ini maka akan ia lakukan. Dengan sekali tarikan nafas panjang gadis bernetra emerald itu mengucapkan keinginan dalam hati. Dia ingin pergi sejauh mungkin, ke dunia dimana ... sistem nilai tak dibutuhkan.
Ia mau berada di tempat yang menghargainya sepenuh hati. Tempat nyaman dimana merek ponsel pun tak jadi bahan perbincangan.
Dan saat dia membuka mata kembali. Betapa terkejutnya gadis itu saat ini. Persis seperti komik yang pernah dia baca.
"Apa ini? Ramalan itu benar?"
"Wah aku benar-benar tak menyangka kalau saintes benar-benar akan muncul saat bulan purnama."
"Hebat! Hormat kami Nyonya saintes!"
"Hormat kami, Yang Mulia Ratu!"
Bisik-bisik dan sujud berjamaah itu membuat gadis tersebut terkejut bukan main. Dengan tubuh bergetar, ia beringsut mundur mencari dinding agar punggungnya bisa bersandar. Sialnya, ternyata tak ada! Ia duduk di singgasana. Keringat mengalir melewati pelipis mata dan gegas ia menyekanya dengan kerah baju. Detak jantungnya masih tak beraturan.
"Mohon maaf jika kamu membuat Yang Mulia tak nyaman, saya kepala butler di istana ini. Mari saya antar ke kamar Anda," ucap salah seseorang yang mendadak muncul di depanku.
Dasar sialan. "Kau pikir aku akan mengikutimu?"
Dia yang semula menunduk gegas mengangkat kepalanya. "Saya pelayan Anda, wajar jika Yang Mulia tak mempercayai. Itu hak Anda, tugas saya hanya melayani," katanya dengan senyum simpul.
Telapak tangan gadis itu basah kala melihat senyum formalitas barusan. Ia takut, namun jika benar memang ada dunia ini, haruskah dirinya mencoba hidup dengan lebih baik?
"Mari, Yang Mulia?"
Kali ini laki-laki berpakaian hitam kasual seperti tokoh komik pada umumnya itu mengulurkan tangan. Jantungnya berdegup kencang, tak ada salahnya mencoba.
Pikir gadis itu lima menit lalu!
Sialnya ini dunia aneh setan! Sialan!
Mereka memang manis di awal namun sekarang?
"Anda harus tinggal di kamar ini, sesuai ramalan karena sekarang ratu baru telah ditentukan maka akan segera diadakan upacara ritual malam intim."
Gila?
Haha, jangan ditanya. Ingin rasanya dia membunuh mereka semua kalau saja ada jalan keluar. Semua tempat ini dilapisi emas, tak hanya itu, dinding pun lebih tinggi.
Permata yang seumur hidup tak pernah ia jumpai mendadak alih profesi jadi keset selamat datang. Ia memijat pelipis yang terasa panas seketika.
Malam intim? Hey, dia ini siswa SMA yang baru saja memasuki usia dewasa! Bahkan, kartu tanda penduduk pun baru dipegangnya beberapa bulan lalu.
Sebenarnya, mengapa bisa ia datang di waktu yang sangat-sangat tepat ini hah?!
Mengembuskan nafas panjang. Anggap saja ini mimpi ya kan-?
"Salam hormat, Yang Mulia Raja!"
Pemberitahuan ala era kuno itu jelas bisa membuat seluruh penjuru negeri bisa mendengarnya. Gadis itu menyeka keringat dari dahi dengan tangan yang bergetar.
Sosok yang sangat disegani seluruh negeri aneh ini muncul tepat di depannya saat ini.
Wajahnya....
Bruk!
Niat untuk melawannya pupus sudah. Meremas-remas gaun ini untuk menghilangkan rasa gugup pun tak guna juga.
"Hubby?" panggilnya lirih.
Masa bodoh dia siapa. Yang terlintas dalam benak hanya berlari lantas menghambur dalam pelukannya.
Rindu, tak peduli meski rasa benci pun menggebu-gebu.
Ah, rasanya masih sehangat ini. Bagaimana bisa laki-laki yang pergi tiga tahun lalu mendadak muncul? Dia teman masa kecil gadis itu, secara fisik memang sama namun ... manusia yang telah dikelilingi harta akankah mereka bisa mengingat temannya?
"I Miss You," lirih sang gadis bersurai merah itu dalam pelukan 'sang Raja' yang ia anggap sebagai sosok teman masa kecilnya.
Reaksi yang tak sesuai harapan membuat gadis itu melepaskan pelukan. Tak ada senyum hangat yang biasa ia jumpai. Gurat kecewa nampak jelas di wajahnya. Mata jernih yang dulu dia kagumi pun kini beralih dengan tatapan tajam.
Sorot matanya berapi-api, mulutnya terkatup rapat.
Namun gadis bodoh ini sudah terlanjur tak peduli. Entah dia siapa namun baginya ini adalah ... hubby, teman masa kecilnya.
"Hubby, kamu nggak kangen aku?" tanyanya meski sudah tahu kalau tak akan mendapatkan balasan.
Wajahnya terlihat begitu tenang. Dia masih saja setampan dulu, siapa peduli jika ini mimpi?
Bisa memeluknya saja gadis ini sudah-
Plak!
Sang Raja menepis tangan gadis bodoh yang hendak menyentuh wajahnya.
"Kau kira wanita seperti dirimu ini pantas menyentuhku?"
Dengan bodohnya gadis itu masih tersenyum lebar. "Kau menjawab ucapanku!" ujarnya riang.
"Suaramu bahkan masih sama seperti dulu. Hubby, aku benar-benar rindu!" lanjutnya dengan wajah polos itu.
"Cih, setelah semua yang kau lakukan?"
Si bodoh itu mengangkat alisnya. Diam sejenak, dia mulai mengamati dengan seksama wajah teman masa kecilnya a.k.a Raja.
Jelas, sikap saja yang berbeda. Sepenuhnya si rambut merah itu yakin bahwa temannya itu ... masih semanis dulu!
"Kenapa kau malah senyum-senyum tak jelas?!" Alis si Raja menukik tajam dengan mata yang menyipit.
Si mata emerald itu tersenyum lebar. Dia rasa saat ini sudah tahu mengapa semua orang menginginkan dunia ini meski hanya dalam mimpi saja.
Karena tawa yang nyata, serta senyuman semu bisa kau dapatkan dengan mudah. Kembali dia memeluk Raja meskipun harus didorong hingga tubuh yang mungil ini terjungkal.
Nafasnya memburu, meski begitu tak ada niatan untuk berlari. Dunia seolah tak berpihak padanya. Kebahagiaan yang sekejap ku dapatkan kini diambil secara paksa saat dengan lantangnya dia bertanya.
"Bodoh ya kau ini? Apa kau tahu, yang menabrakmu itu ... ibuku!"
Dar!
-To be continued
Bab 1 Mati Sejenak
23/01/2022
Buku lain oleh Nona Verlon
Selebihnya