Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
1.3K
Penayangan
19
Bab

Menceritakan kekhilafan dua wanita yang begitu terobsesi dengan pria yang berstatus ipar mereka masing-masing .... Rara dan Sasha adalah saudara kembar identik, nyaris tak bisa dibedakan kalau saja keduanya berpenampilan sama. Untungnya penampilan keduanya berbeda. Rara non hijab, sedangkan Sasha berhijab. Kesamaan mereka yang hampir tak bisa dibedakan tersebut rupanya dijadikan kesempatan oleh mereka berdua dengan bertukar pasangan. Lebih tepatnya tukar posisi istri. Tepat seminggu dari pernikahannya. Rara menjadi istri dari Gasta-suami Sasha. Sedangkan Sasha menjadi istri dari Genta-suami Rara. Tentunya mereka lakukan secara diam-diam. Alasan Rara dan Sasha tukar posisi istri tersebut, mereka tak cocok dengan suami pilihan papanya, keduanya berpikiran kalau jodoh mereka tertukar. Karenanya mereka mencoba tukar posisi selama seminggu. Karena nafsunya yang menginginkan pria yang diidamkan, saudara kembar itu khilaf. Nekat memainkan pernikahannya sendiri. Namun siapa sangka niat main-main mereka malah menghasilkan dampak luar biasa bagi perasaan Gasta dan Genta-suami mereka masing-masing. Terhadap istri palsu mereka, Rara dan Sasha.

Bab 1 Tukar Posisi

"Kamu udah di-unboxing sama suami, Sha?"

Sakura menatap Shakira—saudara kembarnya dengan wajah serius.

Wanita berjilbab itu, lantas menggelengkan kepala, pelan. "Belum," jawabnya sambil mengaduk-aduk jusnya.

"Lho, kenapa?"

"Alasannya dia gak cinta. Masih keinget mantannya terus," jawab Shakira, atau yang lebih akrab dipanggil Shasa.

"Wah, susah kalau gitu. Aku dengar suami kamu persis aku, banyak mantannya. Sedangkan suamiku, Mas Genta malah kayak kamu, gak pernah punya mantan," kata wanita yang memiliki nama Sakura tersebut, namun lebih akrab dipanggil Rara.

"Ya … begitulah," tanggap Sasha sambil menyandarkan punggungnya ke kursi cafe. "Kamu sendiri? Udah mapel?" tanyanya.

"Tadinya, sih, hampir. Tapi ia urungkan." Wanita berambut panjang berwarna kecoklatan tersebut menjawab.

"Lho, kenapa?" Sasha mengernyitkan alis.

"Gara-gara aku gak hafal doanya mandi besar."

"Hah!" Saking terkejutnya, Shasa sampai menegakkan punggungnya dengan mata menatap lebar ke wanita yang memiliki wajah bak cerminannya tersebut.

"Kok bisa gak hafal? Kan beda dikit sama mandi habis datang bulan." Sasha berucap dengan bibir menahan senyum lucu.

Mendengar alasan saudara kembarnya yang tak jadi malam pertama hanya gara-gara tidak hafal doa mandi besar rasanya ingin terpingkal-pingkal, namun ia tahan agar saudaranya itu tau tersinggung.

"Kataku iya, tinggal ganti niat aja beres. Bukannya kata ustaz ngaji kita dulu meskipun gak disebutin kalimat penyebabnya juga gak papa, asal niat juga sah. Tapi ya gitu, resiko nikah sama cowok alim mah ribet." Rara menghembuskan nafas kasar.

"Iya, suami kamu 'kan, keustatan gitu. Wajar, sih." Sasha tersenyum sambil kembali menyandarkan punggung ke kursi.

"Gak juga, aku tahu dia jadikan alasan sepele itu biar bisa ngindarin tuk nyentuh aku."

"Emang kamu ngarep?"

"Ya gak juga. Tapi 'kan, aku tersinggung. Lagian … aku mah sependapat sama suami kamu. Kalau belum ada rasa, ya kalau bisa jangan sentuh-sentuhan dululah."

"Kamu gak ada rasa sama suami kamu?" Tatapan Sasha penuh selidik.

"Ya … masih gak ada, sih, selain kita dijodohin, kan pria pinter agama bukan tipeku. Ribet."

Sasha hanya tersenyum tanpa menanggapi.

"Kalau ke kamu, sih, suami model kaya gitu gak masalah, tapi di aku berat banget. Beda sama suami kamu, itu selera aku banget. Suka bergaul dan ngikutin trend, juga … ah, intinya suami idaman aku bangetlah suamimu, Mas Gasta."

"Terus kalau Mas Genta?" Sebelah alis Sasha naik.

"Itu mah, selera kamu, 'kan? Cowok pintar agama idaman kamu banget. Andaikan Mas Genta yang jadi suami kamu, pasti cocok, deh."

Sasha hanya menanggapi dengan senyuman tanpa berkata-kata.

"Eh, bentar, bentar," kata Rara serius, "kok, jodoh kita sepertinya ketuker, ya, Sha?" lanjutnya.

"Maksudnya?"

"Ya seharusnya kamu sama Mas Genta dan aku sama Mas Gasta."

Bina terdiam sambil berpikir. Yang dikatakan Rara itu memang benar, bahkan ia sendiri memang sempat menaruh harapan.

Bertepatan dengan dirinya dijodohkan dengan pria pilihan papanya, Anggasta—putra dari sahabatnya, bahkan sudah tunangan juga, datanglah Argantara—seorang dosen dan da'i muda untuk dijodohkan dengan Rara—saudara kembar identiknya dan sangat sulit dibedakan.

Hanya saja mudah dibedakan karena penampilan mereka yang berbeda. Kalau Rara non hijab, maka Sasha konsisten dengan hijab.

Untuk pertama kalinya hati Sasha tersentuh dan merasakan getaran-getaran asmara yang terasa sejuk menyelimuti kalbu begitu melihat wajah teduh pria pemilik nama lengkap Argantara tersebut.

Saat datang bersama keluarganya, untuk membahas pernikahannya dengan Rara, tanpa sadar hati Sasha tersenyum ketika mencuri-curi pandang pada wajah pria yang selalu dihiasi senyuman simpul tersebut.

Pria pintar agama itu memang idaman Sasha selama ini. Sebab sadar ilmu agamanya masih minim, ia butuh pria yang bisa mendidiknya.

Namun entah kenapa yang dipilihkan papanya bukan Genta, melainkan Anggasta, pria yang seharusnya cocok untuk jadi suami Rara kalau dilihat dari gayanya yang suka mengikuti trend. Tak seperti dirinya yang apa adanya dan tertutup.

Karena alasan itulah, dia jatuh cinta pada pria yang kini telah menjadi iparnya. Bisa dikatakan itu cinta pertamanya.

"Sha, bagaimana kalau kita tukar istri."

"Hah!" Mata Sasha langsung melebar mendengar ajakan saudara kembar identiknya.

"Tukar istri gimana?" tanya wanita berjilbab biru mudah itu, kebingungan.

"Tukar posisi. Kamu jadi istri Mas Genta dan aku jadi istri Mas Gasta."

"Tukar suami maksudnya?"

"Ya begitulah intinya. Tukar suami ya otomatis tukar istri 'kan?"

Sejenak Sasha terdiam, mencoba menimang-nimang tawaran Rara.

"Gak serius tukeran, Sha. Hanya main-main saja. Biar kita sama-sama ngerasain gimana punya suami yang kita idamkan selama ini. Kan kita udah seminggu dengan suami pilihan Papa, terus seminggu juga kita ngerasain gimana hidup dengan suami pilihan kita. Gimana?" Rara menaik turunkan alis.

"Terus kalau ketahuan gimana?"

"Gak bakalan, Sha, kita 'kan, mirip banget, sulit dibedakan. Hanya saja beda di jilbab, kamu pakai, aku gak," jelas Rara.

"Iya, sih, kalau itunya mereka gak akan curiga."

"Itu dia," sahut Rara girang.

"Terus, aku harus buka jilbab gitu, agar suami kamu percaya kalau aku benar-benar kamu."

"Eh, gak perlu. Malah itu bagus, soalnya Mas Genta menginginkan aku berjilbab. Hanya saja aku cuekin."

"Wah, sama kalau gitu. Pas itu, suamiku ngajakin aku ikut ke pesta temannya 'kan, eh dia malah bilang, 'gimana kalau kamu buka jilbab aja, biar terlihat cantik dan modis', kan gak banget itu. Ya kali kalau modis dan cantik kudu lepas jilbab." Sasha menghembuskan nafas kasar. Masih kesel aja kalau mengingat kata-kata Gasta saat itu.

"Kalau begitu, deal, tukar istri. Maksudnya posisi istri atau tukar suamilah, apa namanya. Jelas kita gak akan ketahuan." Dengan semangat Rara mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Ini serius, ya?" Sasha masih ragu.

"Iyalah, cuman seminggu, kok. Main-main aja. Selain ngerasa hidup dengan suami pilihan, juga cari pengalaman."

"Okelah!" Sasha pun menyambut uluran tangan wanita pemilik wajah duplikatnya tersebut. Seletelah menepis keraguannya.

Karena rasa obsesi masing-masing, Rara dan Sasha tanpa sadar melakukan kekhilafan.

***

Untuk jaga-jaga takut ketahuan, Rara dan Sasha saling tukar KTP juga. Sesat memang, namun rasa sadar mereka dikalahkan dengan rasa obsesi masing-masing pada pria berstatus iparnya.

Sedikit gila memang jika dipikir-pikir oleh Sasha, namun wanita itu hanya ingin mengobati rasa penasaran. Seperti apa rasanya menjadi istri dari suami pria seperti Genta. Pria idaman yang menjadi pelabuhan hatinya untuk pertama kalinya.

Sekitar jam 5 sore, di rumah Sasha, Rara siap-siap di depan pintu untuk menyambut kedatangan Gasta—suami saudara kembar sekaligus iparnya tersebut.

"Selamat datang, Suamiku …." Rara yang cosplay jadi Sasha mengulurkan tangan untuk salim.

Gasta pun ikut mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Rara. Namun sebelum itu terjadi, tiba-tiba ….

"Eh, bentar, bentar!" Gasta menarik tangannya kembali sambil menatap heran pada Rara yang dikira Sasha—istrinya.

"Apa, Mas?" tanya Rara dengan lembut, mencoba mengikuti kekaleman Sasha.

"Itu kamu?" Jari telunjuk pria berjas navy tersebut terarah ke kepala Rara.

"Kan kalau dalam rumah emang gak pakek jilbab, Mas." Rara segera menjelaskan. Untungnya Sasha sempat cerita kalau di rumah ia memang suka lepas jilbab.

"Bukan karena jilbabnya, namun warna rambut kamu!"

Sontak mata Rara melebar dengan sempurna.

Ia lupa kalau rambut Sasha hitam pekat dan lurus. Sedangkan punya dirinya coklat dan ikal gantung.

Mampus ….

***

Di rumah Rara dan suaminya, Sasha tengah cosplay jadi Rara.

Saat bel rumah berbunyi, meskipun lagi ada di kamar mandi, wanita itu dengan segera melangkah cepat menuju pintu utama dan membukanya.

"Assalamualaikum …."

Deg. Mendadak hati Sasha berdegup kencang. Sejenak ia termangu sambil menatap wajah yang sering ai curi pandang, kini malah dengan jarak begitu dekat bisa ia pandangi.

"Kok gak dijawab? Lupa jawaban salam?"

"Eh, waalaikumsalam, Mas!"

Sasha yang tersadar akan keterbiusannya tadi, segera menjawab salam. Lantas menunduk.

"Kok berjilbab?" Genta menatap kepala Sasha.

"Bukannya Mas memang menginginkan aku berjilbab?"

Kata-kata yang diajarin Rara, segera Rara keluarkan.

"Emhh ... baguslah, itu sangat membuatmu cantik."

Deg. Lagi-lagi suami saudaranya itu kembali membuat jantung Sasha berdegup. Bahkan ia terasa ingin melayang akan pujian pria yang telah diam-diam mencuri hatinya di waktu pertama kali melihatnya.

Dan kali ini, pria idamannya itu tengah mengulurkan tangannya untuk disalim, namun Sasha hanya diam saja, tampak kebingungan.

Mau disambut, bukan muhrim.

"Kok gak mau salim?"

Tangan Genta semakin maju, namun Sasha segera menghindar dengan menyembunyikan tangannya ke belakang.

"Lah, kok? Kenapa?" Raut Genta kebingungan.

"I–itu, Mas, aku lagi punya wudhu, mau sholat Ashar, nanti batal."

Sejenak Genta terdiam, sebelum akhirnya pria itu mengangguk-angguk tampak mengerti.

"Ya sudah sana sholat duluan! Aku masih mau mandi," ucap Genta sambil melewati Sasha.

Segera Sasha menghembuskan nafas lega. Selamat ….

Iya, kali ini ia selamat, tapi setelah ini, nanti? Lalu besok? Dan besoknya lagi?

_____

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Tere Bina

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku