Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Gairah Suamiku (Jangan Salahkan Aku Selingkuh)

Gairah Suamiku (Jangan Salahkan Aku Selingkuh)

Tere Bina

5.0
Komentar
922
Penayangan
30
Bab

Ayana heran dengan suaminya Dindar yang selalu marah bahkan tak segan melakukan kekerasan terhadap dirinya hanya sebuah kesalahan yang menurut Ayana tak patut untuk dijadikan masalah hingga melakukan kekerasan. Kesalahan Ayana yaitu mendesah saat melakukan hubungan suami istri. Sekalipun itu tak sengaja Ayana lakukan maka Dindar tak segan untuk marah dan menyakiti Ayana. Namun ternyata Dindar punya rahasia dibalik kelainan gairahnya tersebut.

Bab 1 Jangan Mendesah

"Jangan mendesah, Ay!" ingat Dindar, saat Ayana, istrinya tak sengaja mengeluarkan suara desahan akibat dari perlakuan Dindar.

Ayana pun segera menggigit bibirnya agar suara yang lumrahnya kebanyakan lelaki sukai saat wanitanya mengeluarkan suara yang menandakan bahwa wanita tersebut merasa menikmati atas perbuatan suaminya tersebut namun dibenci oleh Dindar.

Ayana tak pernah tahu apa alasan Dindar selalu melarangnya untuk bersuara disetiap kali mereka melakukan hubungan.

Sedangkan Dindar begitu pintar dan lihai saat memancing hasrat bercinta Ayana. Namun ia sendiri melarang Ayana untuk menikmati apa yang ia lakukan.

Setelah melihat Ayana yang berusaha mengatupkan bibirnya, agar tak mengeluarkan desahan, Dindar pun melanjutkan permainannya yang masih tahap pemanasan.

Tangan kekar Dindar dari dada Ayana turun menggerayangi perut Ayana, lalu selanjutnya makin turun kebawah tepat di area paling sensitif milik Ayana.

Ayana sekuat tenaga menahan agar dirinya tak sampai mengeluarkan suara yang sangat dibenci Dindar tersebut saat Dindar melakukan pemanasan yang begitu membuat Ayana tak kuat untuk tak melepas desahannya.

Semakin lama, aksi liar Dindar semakin menjadi, semakin membuat Ayana tak tertahankan. Oleh karena itu, Ayana semakin kuat menggigit bibirnya seraya tangannya mencengkeram kuat ke bantal yang ditidurinya.

Namun, karena semakin lama semakin menjadi apa yang Dindar lakukan pada tubuh Ayana, akhirnya tanpa Ayana sadari, ia pun melepas suaranya yang sedari ia tahan-tahan.

Sontak Dindar segera menghentikan aksinya dan menatap nanar pada Ayana. Seolah-olah ingin menelan Ayana.

"Sudah kubilang berapa kali padamu, Ay. Aku sangat benci dengan suaramu itu!" bentak Dindar seraya menarik diri dari Ayana. Jakunnya naik turun menahan emosi.

Ayana tentu terkejut dengan bentakan Dindar walaupun itu bukan untuk pertama kalinya.

Entah sudah berapa kali Ayana mendapat bentakan selama tiga bulan menikah sebab Ayana tanpa sengaja mengeluarkan desahan karena perbuatan Dindar sendiri.

Bahkan tak hanya bentakan, Dindar juga hampir melukai Ayana sebab kesalahan yang tak disengaja oleh Ayana.

"Maaf, Mas. Tadi aku gak sengaja." Ayana berucap dengan rasa takut pada Dindar. Beberapa kali ia menahan nafas.

"Maaf, maaf. Itu saja yang selalu kamu bilang saat sudah salah. Bukannya aku sudah bilang. Aku tidak suka dengan suaramu itu." Lagi, Dindar membentak Ayana sambil menatap sengit, penuh amarah.

Ayana segera duduk dari posisi baringnya. "Suaraku?" Ayana menatap Dindar dengan penuh selidik. Tampak heran dengan kata-kata Dindar.

"Iya. Aku tak suka!" Dindar segera memalingkan wajahnya kesembarang arah dengan kedua tangan bertengger di pinggangnya.

"Tapi kenapa, Mas?" Kali ini Ayana tak mau diam saja seperti biasanya saat Dindar marah sebab Ayana tak sengaja melakukan kesalahan seperti tadi.

Malah menurut Ayana itu bukanlah sebuah kesalahan. Hanya saja Dindar menjadikan itu sebuah kesalahan besar bagi Ayana.

"Jangan tanya kenapa, Ay. Yang jelas kau tak boleh mengeluarkan suara yang menjijikan itu," ucap Dindar dengan sengit.

"Apa kamu bilang? Menjijikan?" Mata Ayana tampak berkaca-kaca mendengar penuturan Dindar. Yang menurutnya sangat kasar. Dan seharusnya tak pantas bagi seorang suami mengatakan itu, padahal suara itu diakibatkan oleh Dindar.

"Iya, menjijikan. Oleh karena itu aku tak mau mendengarnya!"

Ayana yang merasa hatinya panas mendengar kata-kata Dindar segera meraih selimut, lalu dililitkan ke tubuhnya untuk menutupi tubuh polosnya, lalu ia berdiri menatap tajam ke arah Dindar.

"Suara yang Mas bilang menjijikan itu berasal dari perbuatanmu, Mas!" suara Ayana meninggi. Emosi juga sudah menghinggapi dirinya.

"Iya, memang. Tapi bukan berarti kamu—"

"Apa, Mas?" potong Ayana cepat. Emosinya juga sudah tak tertahankan.

"Bukan berarti kau boleh menikmatinya!"

"Apa?" Kening Ayana mengkerut. Merasa heran dengan kata-kata Dindar yang melarangnya untuk menikmati apa yang ia sendiri berikan. Bahkan begitu lihai.

"Apa aku tak salah dengar, Mas?" Suara Ayana tampak bergetar saat menanyakannya. Matanya memerah dan berkaca-kaca menahan tangis.

"Tidak. Aku memang melarang-mu untuk menikmatinya."

Ayana tersenyum getir mendengarnya seraya menggelengkan kepala. Tak habis pikir dengan larangan Dindar, suaminya.

"Lalu, untuk apa kau melakukan hal ini jika aku tak boleh menikmatinya, Mas?" tanya Ayana dengan nada rendah. Sekuat tenaga ia menahan air matanya agar sampai tak menetes.

Dindar tak menjawab, ia mengusap wajahnya kasar seraya menoleh ke samping. Menghindari tatapan Ayana.

"Katakan, Mas! Apa alasanmu melarangku untuk menikmatinya. Jika kamu sendiri menikmati apa yang ada pada diriku. Lalu aku tidak. Katakan sekarang juga. Kenapa kau selalu melarang. Katakan, Mas. Kata—"

"Cukup, Ay!"

Ayana terlonjak kaget mendengar nada bentakan emosi Dindar. Bahkan saat ini lebih nyaring dari sebelum-sebelumnya.

"Kenapa kau segitu marahnya karena ini, Mas. Apa yang sebenarnya menjadi alasanmu." Mata Ayana semakin berkaca-kaca menahan tangis.

"Untuk apa kau menikahiku. Bahkan kau datang sendiri padaku. Kau memaksaku agar mau menikah denganmu, bahkan aku sampai tak mendapati restu tulus Papaku. Aku mengabaikan restu Papa demi bisa menikah denganmu, Mas. Tapi apa yang—"

"Kubilang cukup, Ay!" Lagi, Dindar memotong ucapan Ayana dengan membentak.

Kali ini Ayana tak dapat mencegah air matanya untuk mengalir. Ia benar-benar tak kuasa. Bentakan demi bentakan Dindar dan kata-katanya benar-benar melukai hatinya.

"Mas kau…." Bibir Ayana bergetar hebat. Hingga ia tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia menangis sejadi-jadinya.

"Kau tak perlu bertanya apa alasanku, Ay. Yang jelas aku melarang-mu untuk melakukan kesalahan seperti yang tadi disaat kita melakukannya." Dindar menatap sengit.

"Tapi aku penasaran, Mas!" ucap Ayana disela-sela isakannya.

"Persetan dengan rasa penasaranmu itu, Ay." Suara nyaring dan kasar Dindar menggelegar hingga membuat Ayana terkejut.

"Aku tak pernah menyuruhmu untuk penasaran padaku. Aku hanya menyuruhmu untuk tidak melakukan kesalahan yang seperti tadi. Tapi kau malah selalu dan selalu mengulang kesalahanmu ini. Aku sangat benci dengan itu, Ayana." Gigi Dindar bergemeletuk menahan geram dan emosi pada Ayana.

Ayana hanya bisa diam tanpa bisa berkata-kata lagi. Sebab ia tahu, sekarang Dindar benar-benar marah. Dan Ayana tak mau kemarahan Dindar akan membuat dirinya lebih sakit lagi. Seperti sebelum-sebelumnya yang sudah terjadi.

"Aku ingatkan lagi, Ayana. Jangan pernah mengulangi kesalahnmu lagi."

Setelah berucap , Dindar segera membalikkan badan, melangkah keluar kamar meninggalkan Ayana.

Ayana hanya bisa terisak. Hatinya benar-benar sakit. Kenapa Dindar tiba-tiba berubah. Dari yang lemah lembut jadi kasar, tepatnya saat malam pertama mereka berlangsung dan Ayana mengeluarkan suara yang menurut Ayana sudah biasa terjadi pada setiap perempuan sebab membuktikan mereka menikmati permainan dari pasangannya.

Tapi kenapa Dindar tidak! Apa yang sebenarnya terjadi?

Ada misteri apa sebenarnya? Yang tak Ayana ketahui dari suaminya tersebut.

___________

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Tere Bina

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku