Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Nafsu Kakak Tiriku

Nafsu Kakak Tiriku

Tere Bina

5.0
Komentar
5.1K
Penayangan
45
Bab

Nando---saudata tiri Laily diam-diam punya hasrat terpendam pada saudari tirinya tersebut. Entah kenapa setiap kali melihat Laily---adik tirinya, pria itu kerap tak bisa menahan diri untuk memiliki gadis ayu nan berwajah shalihah tersebut. Hingga dorongan birahinya pada suatu malam membuat pria itu nekat hendak menodai sang adik ketika ingin melaksanakan ibadah. Untung saja ada sosok seorang seorang pria pemabuk bernama Abdi yang menolongnya. Fatalnya, Abdi malah dijatuhi fitnah, hingga terpaksa pria pecandu alkohol tersebut harus menikahi Laily---wanita yang sudah jadi sasaran sang kakak tiri.

Bab 1 Hampir Ternoda

"Brak!"

"Akhh!"

Laily berteriak terkejut saat melihat seorang pria tiba-tiba terjatuh di depannya. Botol minuman keras menggelinding terhenti tepat di dekat kakinya.

"Pak!" seru Laily masih tampak terkejut campur ketakutan.

"Sudah jangan takut! Dia pria mabuk yang sama seperti pada malam-malam sebelumnya kita lihat." Pak Ilham, orang tua Laily berusaha menenangkan putrinya yang tampak terkejut.

Setelah mendengarkan penjelasan bapaknya, Laily menarik diri yang sebelumnya menempel ke tubuh pria yang berkalung sorban tersebut.

Laily baru ingat kalau ia punya tetangga tukang mabuk yang tinggal seorang diri di rumah besar yang terletak tepat di samping rumahnya. Dan setiap malamnya ia sering melihat pria itu pulang malam dalam keadaan mabuk.

"Gimana ini, Pak?" Mata Laily menatap tubuh pria yang tergeletak di tanah tak sadarkan diri.

"Apa gak ditolongin?" Gadis yang sudah siap berpakaian mukenah untuk melakukan sholat Lail tersebut menoleh ke bapaknya.

"Sudah, biarkan saja. Biasanya juga ada yang nolongin teman-temannya. Atau kalau tidak begitu sebentar lagi ia akan terbangun dengan sendirinya seperti sebelumnya Bapak pernah lihat," ucap Pak Ilham.

Akhirnya Laily pun kembali melangkah bersamaan dengan Pak Ilham melangkah menuju mushola kecil yang terletak di luar pagar rumah Pak Ilham.

Setiap malamnya, Laily dan Pak Ilham istiqomah melakukan sholat Lail kalau tidak ada halangan. Seperti halnya malam ini, tepatnya jam dua dini hari.

Usai sholat, Laily langsung bermunajat pada Allah. Banyak doa yang ia langitkan. Sebab diantara banyaknya doa yang ia langitkan, Laily tak tau mana yang akan Allah kabulkan.

Oleh karena itu Laily meminta semuanya yang ia inginkan. Kebaikan orang tuanya baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat.

Terakhir gadis yang dipanggil wanita malam itu sebab selalu bangun di malam hari untuk melakukan sholat malam, bermunajat pada Allah untuk dikaruniai seorang jodoh yang kelak bisa membawa ia ke jalan menuju surga-Nya.

Seorang pria yang akan membangunkan dan menemani Laily bermunajat pada Allah di malam hari.

Sebuah waktu dimana sangat baik untuk menghadap Allah dan meminta nikmat dan rizki Allah.

***

"Dulu itu ibumu bingung, Nak. Untuk menentukan nama kamu," ucap Pak Ilham.

Seperti biasa, usai sholat Tahajud dan sunnah penutup, Laily dan Bapak bercengkrama di mushola kecil namun damai buat berdiam menurut Bapak dan Laily.

"Kenapa bingung, Pak?"

"Ia, dia bingung antara nama Imroatul Laily dan Nur Laily."

Laily tersenyum. Katanya, ibunya itu dulu sangat suka dengan waktu malam. Saat hamil Laily, ibu Laily nyaris tak pernah meninggalkan sholat malam.

"Ibumu itu suka waktu malam. Oleh karena itu jika anaknya lahir perempuan ia berniat akan memberinya nama Laily. Yang artinya malam." Pak Ilham berucap dengan pandangan mendongak ke atas menatap langit malam. Gelap.

"Saat kau lahir perempuan, ia bingung. Antara memberi nama Imroatul Laily yang artinya wanita malam dengan Nur Laily yang artinya cahaya malam."

Laily masih setia mendengar cerita yang sudah berulang kali didengarnya namun tak bosan untuk didengarkan. Sebuah cerita ibunya dalam menentukan namanya.

"Lalu tiba-tiba ibumu memilih Nur Laily." Pak Ilham tersenyum, larut dalam nostalgianya.

"Kenapa, Pak?"

"Karena kalau Imroatul Laily yang artinya wanita malam kesannya identik dengan wanita gak benar. Sedangkan kalau Nur Laily dengan arti cahaya malam, ibumu berharap kelak kau akan membawa cahaya dalam kegelapan."

"Amin…doakan saya, Pak, agar jadi wanita seperti arti nama yang diberikan Almarhum Ibu dan seperti keinginan beliau, yaitu menjadi cahaya dalam kegelapan."

"Amin …." Pak Ilham segera berseru mengaminkan doa putrinya.

***

Usai sholat Dhuha di kamar, seperti biasa Laily menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga.

Kaki lincah Laily yang hendak ke meja makan untuk meletakkan mangkuk sayur sempat terhenti saat melihat Nando saudara tirinya duduk di kursi seorang diri.

Bapak Laily memang menikah untuk kedua kalinya. Yaitu dengan seorang janda anak dua. Istrinya itu anak dari guru Pak Ilham sendiri.

Andai bukan gurunya sendiri yang meminta untuk menikahi seorang janda dengan anak dua, tentu Pak Ilham tak akan menikah. Ia lebih suka hidup berdua saja dengan putrinya Laily.

"Kenapa hanya diam saja. Cepat kemari. Aku sudah lapar!" ucap pria yang usianya terpaut 5 tahun lebih tua dari Laily.

"Baik, Mas." Laily kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Saat tangannya meletakkan mangkuk sayur yang dibawanya, tiba-tiba Nando menangkap tangan Laily dengan kuat.

"Mas, lepasin!" Laily berusaha menarik tangannya dari genggaman Nando, namun pria yang berstatus saudara tiri itu malah semakin kuat menggenggamnya.

"Kamu semakin hari semakin cantik aja, Li." Nando berdesis di akhir kalimatnya, membuat Laily jijik mendengarnya.

"Dan tubuhmu itu membuat imanku goyah."

Laily beristighfar dalam hati. Ia heran, padahal ia sudah memakai pakaian yang tertutup bahkan longgar hingga menutupi semua lekuk-lekuk tubuhnya.

Namun meskipun begitu, entah kenapa Nando masih saja menatap dirinya dengan penuh nafsu.

Bahkan Nando pernah saat itu berani masuk ke dalam kamarnya tanpa izin.

"Lepasin, Mas!"

Nando segera melepas tangan Laily saat yang lain hadir untuk melakukan sarapan pagi.

Sedangkan Laily langsung pergi ke dapur. Entah kenapa tiba-tiba selera makannya mendadak hilang. Lebih-lebih semeja dengan Nando.

"Gak sarapan bareng kamu, Li?" tanya Nanda adik dari Nando. Yang umurnya sama dengan Laily, yaitu 23.

"Gak, Nan. Aku nanti aja. Masih mau cuci piring." Laily beralasan sambil kembali berlalu dari hadapan Nanda.

***

"Bapak kamu tiba-tiba meriang, Li. Barusan pesan kamu sholat di dalam kamar kamu aja. Dia gak bisa malam ini," jelas Maryam, istri kedua Pak Ilham saat Laily mengetuk pintu kamar bapaknya untuk melakukan rutinitas setiap malamnya di jam dua malam.

"Baik, Bi. Nanti habis sholat Laily buatkan Bapak jamu."

"Iya, biasanya Bapak kamu sembuh dengan itu."

Laily hanya mengangguk. Setelah berpamitan ia langsung pergi keluar rumah.

Saat melewati gang kecil yang ada diantara rumahnya dan pria pemabuk itu, tanpa sengaja Laily berpapasan dengan pria tersebut.

Masih dalam keadaan yang sama, yaitu mabuk dengan tangan memegang botol minuman dan jalannya terhuyung-huyung.

Laily segera menundukkan wajahnya tatkala pria pemabuk itu melirik dirinya cukup lama.

Tangan Laily gemetar dan berkeringat menahan rasa takut. Seharusnya tadi ia mengikuti pesan bapaknya agar sholat di kamar saja.

Namun karena rasanya tidak nyaman, sudah terbiasa sholat di mushola kecil yang terletak diluar pagar rumahnya, Laily memberanikan diri untuk tetap pergi dan melakukan sholat malam di sana. Ia juga sadar sholatnya wanita memang lebih bagus di dalam kamar.

Tapi...entah kenapa, ia tetap ingin sholat di sana. Toh dekat dengan rumah Laily pikir. Bahkan sangat dekat hanya melewati pagar bambu. Antara rumah dan musholla hampir dempet.

Laily segera mengayunkan kakinya dengan rasa ketakutan pada pria pemabuk itu yang masih terus menatap dirinya.

Brewok yang menumbuhi wajah pria pemabuk itu semakin membuat Laily takut dan seram menatapnya. Ditambah rambutnya yang gondrong dan celana yang dipakainya sobek dibagian lutut.

Laily semakin mempercepat langkahnya saat ia merasakan ada seseorang yang mengikuti langkahnya.

Saat menoleh, ia tidak menemukan siapapun. Laily jadi merinding.

Setibanya di mushola, ia segera mendirikan sholat Lail yang istiqomah dikerjakannya setiap malam jika tak ada halangan.

Sholat Laily kali ini tak khusyuk. Seolah merasakan firasat tidak nyaman. Oleh karena itu, dalam sujud terakhirnya, Laily berdoa agar ia dijauhkan dari mara bahaya.

Saat bangun dari sujud terakhirnya dan mau melakukan salam kedua dari sholatnya, tiba-tiba lampu musholla padam. Dan bersamaan dengan itu sebuah tangan kekar menutup mulut Laily.

"Umpph …!" Laily berusaha teriak namun tak bisa. Sumpalan tangan pria itu terlalu kuat.

Selanjutnya tubuh Laily dibaringkan dengan paksa di atas sajadah Laily.

Sekuat tenaga Laily melakukan perlawanan dan menepis kasar saat tangan pria itu hendak membuka mukenahnya.

Laily tak tahu siapa pria itu, sebab keadaan gelap, lampu mushola mati.

"Umpph …!" Lalu masih berusaha berteriak apalagi tangan pria itu sudah menggerayangi dadanya dari luar mukena.

Air mata Laily menetes. Tubuhnya sudah gemetar hebat. Ia tahu dirinya terlalu lemah, untuk melawan kekuatan laki-laki. Namun ia ingat bahwa ia masih punya Allah yang maha kuat.

"Kau sungguh sangat menggoda, Laily. Aku sudah tak tahan lagi."

"Mas Nando!" pekik Laily dalam hati saat mengenali suara itu adalah milik saudara tirinya.

"Umpph…!" Laily berusaha berteriak minta pertolongan. Air matanya semakin deras mengalir.

Saat tangan pria itu hampir berhasil menyingkap mukenah Laily dan hampir membuka kancing bajunya, tiba-tiba ….

"Bugh …!"

Pria yang berusaha menguasai tubuh Laily tersebut terpelanting jatuh kesungkur di bawah mushola yang sempit.

______

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Tere Bina

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku