Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Gadis Kecil itu Istriku

Gadis Kecil itu Istriku

Maey Angel

5.0
Komentar
2.7K
Penayangan
14
Bab

Kisah murid SMK yang kehimangan kegadisannya saat mengikuti party di sebuah hotel milik temannya.

Bab 1 Bella

Prolog

Bella, gadis bertinggi badan 145. Anak seorang supir taksi yang memiliki cita-cita tinggi untuk menjadi seorang desainer. Gadis yang memiliki lesung pipit di kedua pipinya dan juga kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, membuat ia dijuluki gadis Kusu alias kurang susu karena badannya yang tak pernah bertambah sejak SMP.

Gadis ceria ini tak pernah memikirkan cibiran teman-temannya. Ia fokus dan fokus untuk belajar karena tiga bulan lagi ia akan melaksanakan ujian kelulusan sekolah.

Kebahagiaan berakhir saat Bella tak sengaja salah masuk kamar. Arki, pria bermata elang dan badan atletis tak sengaja meniduri Bella saat ia sedang mabuk. Arki mengira itu Adalah Ella, kekasih yang sudah memutuskan pertunangan secara sepihak hingga ia murka dan meminum banyak Alkohol untuk meluapkan amarahnya.

Bagaimana kisah Bella dalam menjalani kehidupannya setelah Arki merenggut kesucian nya secara paksa??

Bab 1. Bella

Ting!

Pesan dari Mama Nita masuk ke dalam ponsel Bella. Ia mengirim pesan jika malam ini, mereka akan pergi ke bandung untuk menjenguk Nenek Bella yang sakit. Bukan tak ingin mengajak tapi kedua orang tuanya tahu, jika anaknya ini sedang mengikuti les tambahan di sekolah untuk persiapan menghadapi ujian kelulusan.

Tak selang lama bel sekolah berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar kelas untuk segera pulang, karena jam belajar telah usai.

"Bel, aku ada undangan party di hotel Imperial. Kamu datang ya! Aku nggak enak pergi sendiri!" ajak Nayla saat hendak pulang.

"Memang ini acara yang ngadain siapa?" tanya Bella.

"Rafael, dia mau ngadain anniversary jadiannya sama Stevani yang ke lima."

"Lima tahun?" tanya Bella.

"Lima bulan, lah! Kamu kan tahu, dia playboy cap kucing. Kalau nggak tajir, udah ogah para wanita itu jadi pacarnya! Dia itu suka mesum. Hih! Ngeri pokoknya jadi pacarnya!" ucap Nayla.

"Ya udah, kalau gitu nggak usah dateng! Orang sama orangnya aja nggak suka!" Bella memang gadis cuek yang tak begitu memikirkan kisah percintaan, apalagi berhubungan dengan yang namanya pacaran.

Bukan Bella tak mau, tapi ia tak ingin kedua orang tuanya kecewa jika mereka tahu dirinya tak fokus belajar akibat memikirkan pacar. Misinya tetap sama, yaitu membuat orang tuanya bangga akan prestasinya. Kondisi ekonomi yang pas-pasan, membuat Bella sadar diri akan kapasitas pergaulan nya.

"Kita kan mau ujian, nggak enak banget belajar terus! Sekali-kali kita pergi. Lagian ini kan party, pasti nggak akan lama dan banyak orang juga. Kamu ikut ya?" bujuk Nayla penuh harap.

Bella tampak diam dan memikirkan permintaan sahabatnya ini. "Baiklah, tapi jangan sampai lewat jam sembilan ya! Aku nggak boleh main jika lewat jam sembilan malam!"

Akhirnya Bella menyetujui permintaan Nayla untuk pergi ke pesta. Bella berpikir tak masalah, karena kedua orang tuanya juga sedang tak ada dirumah. Ia akan berusaha pulang sebelum jam yang ayahnya terapkan itu. Walau tak ada orang tua, Bella berusaha disiplin dengan jadwal yang ayahnya buat agar Bella menjadi anak yang bertanggung jawab dan menghargai waktu.

Malam tiba, Bella yang sudah sampai di Hotel tempat Nayla katakan. Nayla mengabarkan jika dirinya telah sampai lebih dulu. Bella melangkah menuju ke dalam dan bertanya pada satpam tentang kamar yang teman-temannya ini gunakan untuk party.

Nayla bilang, Rafael hanya mengundang teman satu kelasnya. Dan Bella termasuk satu kelas dengan Rafael, walaupun kehadirannya tak pernah dilihat para teman sekolahnya. Hanya Nayla dan Radit, teman yang mau bersama Bella, karena mereka berdua memilih mencari sahabat dengan hati yang baik. Bukan hanya yang berduit.

Bella sekolah di sekolah ternama dan elit karena ia mendapat beasiswa sekolah gratis dari prestasi yang sudah ia raih sejak SMP. Ia siswi tercerdas dalam ilmu Fisika dan sains, tak jarang temannya mau mendekatinya jika mereka kesulitan mengerjakan tugas atau belum mengerjakan pr.

"Kamar lantai 7 nomor 8." Bella mengingat ucapan satpam tadi menunjukan ruang yang digunakan party sahabatnya itu. Ia memanggil nomor Nayla tapi tak juga diangkat. Mungkin ia sudah sampai di sana dan tak mendengar panggilannya ini, batin Bella.

Bella membaca seluruh nomor yang tertera di setiap pintu kamar hotel. Dan ia melihat angka yang ia ingat tadi terpampang jelas di sana.

"Apa aku tunggu Nayla ya? Di sini sepi. Mungkin mereka salah memberikan informasi kamar Rafael. Bella hendak pergi dari sana, namun ia melihat lelaki dengan pakaian jasnya tampak jalan sempoyongan ke arahnya.

Bella tampak takut dan ia hendak meninggalkan pria itu dengan ancang-ancang berlari. Langkah kaki yang siap melesat, tiba-tiba badan pria itu ambruk ke lantai.

Bella panik dan hendak memanggil satpam. Namun, tampaknya pria itu masih sedikit membuka matanya.

"Bantu aku ke kamar!" Perintahnya dengan serak.

"Ka_kamarmu yang mana?" Pria itu menunjuk kamar yang ada di depan Bella. Dengan ragu, Bella memapah tubuh yang lumayan berat ini dengan susah payah.

'Berat banget sih!' gerutu Bella dalam hati.

"Kunci mana?" tanya Bella. Pria itu merogoh kunci di saku celananya dan memberikannya pada Bella. Pintu terbuka, dan Bella segera membawa masuk pria mabuk ini ke dalam.

"Sudah tahu mabuk itu berdampak buruk, masih saja dilakukan. Dasar orang kaya, nggak sayang tuh uang dibuang-buang! Baik buat saya!" gerutu Bella saat pria tadi sudah ia baringkan di atas Ranjangnya.

Saat hendak keluar kamar, pria tadi meracau dan memanggil nama seorang yang Bella tak tahu. Ia akan keluar dengan segera, tapi pria tadi berjalan ke arahnya dan menarik tangannya kasar. Ia mengunci pintu kamar dan membawa Bella ke atas Ranjang.

"Ella, kamu wanita bo**h! Kamu sengaja membatalkan pertunangan ini karena tahu aku sedang bangkrut bukan? Dasar wanita ja**ng. Kamu akan menyesal telah membuangku!"

Arki terus saja meracau dan memaksa Bella untuk melayani semua perlakuan buruknya. Badan Bella yang kecil tak cukup tenaga untuk melawan keganasan Arki saat memainkan adegan panas pada Bella. Bella berteriak dan berusaha menyadarkan Arki bahwa dirinya bukanlah Ella, wanita yang ia maksud.

Sepertinya, malam ini malam terburuk sepanjang hidup Bella. Ia tak tahu jika kejadian naas ini bakal terjadi di saat orang tuanya sedang pergi. Ia merasa gagal jadi anak yang berbakti, wajah tulus ayah dan ibunya seakan sirna bersamaan dengan bercak darah di atas sprei ranjang durjana ini.

Bella menangis di atas ranjang dengan menekuk kedua lututnya, meratapi kemalangan yang terjadi. Ia melihat pria tadi sudah tertidur pulas di sana dan tak lagi meracau. Dengan segenap tenaga, ia berusaha kabur agar pria tadi tak memaksanya untuk melayaninya lagi. Dengan langkah terseok, ia memunguti pakaiannya yang sudah teronggok di lantai dan segera memakainya.

Pintu berhasil ia buka dan Bella segera pergi dan pulang ke rumahnya. Bella berjalan dengan cepat, ia tak peduli kemana arah ia berjalan. Pikirannya sudah buntu akibat kejadian tadi. Ia melihat ponselnya, dan banyak panggilan tak terjawab dari nomor Nayla.

Bella tak menghubungi Nayla kembali, sekarang pikirannya hanya pulang dan ingin menenangkan dirinya di kamar.

Sebuah taksi yang Bella pesan sudah berada di depannya, ia segera naik dan menumpahkan air matanya di dalam taksi.

"Kenapa, Non?" tanya supir taksi saat melihat Bella terisak di dalam taksinya. Bella menyeka air matanya kasar dan mencoba tersenyum.

"Tak apa, Pak! Jalan saja!"

"Baik, Non! Jika tak keberatan, Non Bisa cerita sama Bapak! Apa Non habis diputusin pacar?"

"Tidak, Pak! Aku tidak apa-apa!"

"Baiklah kalau begitu, Bapak nggak memaksa. Jangan sedih lagi, Non! Bapak jadi inget anak Bapak yang di kampung kalau lihat Non nangis!" ucap Supir Taksi sambil menyeka air matanya.

"Saya nggak nangis Pak! Lihat!" Bella menampakan senyum lesung pipit yang biasa ia tunjukan jika ia sedang bahagia. Tapi kali ini, senyum ini sengaja ia tunjukan agar supir itu tak lagi bersedih.

"Pak, anak Bapak umurnya berapa?" tanya Bella lirih. Melihat supir taksi ini, ia jadi teringat ayahnya yang sama berprofesi sebagai supir taksi juga.

"Sekitar enam belas tahunan lah kurang lebih. Sekarang sudah kelas dua SMK, Non sendiri masih sekolah atau_?"

"Saya masih sekolah, Pak! Tiga bulan lagi saya lulus, doakan saya agar dapat lulus dengan nilai terbaik. Agar orang tua saya bangga mempunyai anak sepertiku. Ayahku juga supir taksi, sama kayak Bapak!"

"Oh Ya?"

"Iya, tapi ayahku sedang di Bandung sekarang. Mungkin besok pulangnya," jawab Bella lembut. Ia sudah tak sekacau tadi, berbicara dan berbincang pada supir yang sangat ramah ini.

Tak terasa Bella sudah sampai di rumahnya, ia segera turun dari taksi setelah membayar dan memberikan uang tips kepada sopir tadi.

Badan Bella sangat lemas, kejadian tadi benar-benar membuat dirinya hancur dan terluka. Jika ia bisa memilih, ia tak akan datang ke acara party yang diadakan Rafael di hotel itu.

Bella memasuki kamar mandi, ia basuh semua kotoran dan juga dosa yang sudah diperbuat. Walau itu bukan inginnya, tapi tetap saja ia merasa menjadi gadis yang hina karena tak bisa menjaga harkat dan martabatnya sebagai wanita suci.

Bella menangis di bawah shower dan berteriak sekencang mungkin agar beban di pundaknya sedikit berkurang.

***

Pagi ini, Bella bangun agak kesiangan. Ia langsung beranjak dari ranjang dengan pelan karena area kewanitaannya masih terasa nyeri akibat semalam.

Setelah mandi ia mengambil roti untuknya sarapan dan pergi ke sekolah seperti biasa. Ia tak ingin menampakkan wajah sedihnya di depan kawan-kawannya.

"Bel, kamu tadi malam di mana sih? Aku cari nggak ada, di telepon nggak di angkat!" gerutu Nayla saat Bella baru memasuki kelasnya.

"Kamu yang aku telepon nggak diangkat! Ya aku pulang lah," imbuh Bella malas.

"Kamu marah? Kok jawabnya jutek begitu!" tanya Nayla sedih.

"Nggak, biasa aja! Udah bel masuk, aku ke dalam dulu!" Bella sengaja tak ingin berbicara dengan siapapun. Hatinya begitu terluka akibat kejahatan pria tak dikenal semalam.

"Bel, ini kamu marah loh! Aku minta maaf ya! Aku nggak denger waktu kamu telepon! Aku sedang di dalam kamar bersama teman-teman lain. Musiknya kenceng banget, Bel! Maafin Nayla dong!" Nayla memegang tangan Bella, dan Bella tetap diam tak menjawab.

'Maafin aku, Nay! Aku nggak ingin kamu punya sahabat hina seperti aku! Lebih baik kita nggak usah deket dulu' batin Bella.

Bella memilih duduk di lain kursi untuk menghindari tatapan dan juga pertanyaan Nayla. Mengetahui sifat berbeda dari sahabatnya ini, Nayla memilih mendekati Bella nanti dan menanyakan perihal alasan ia marah padanya. Jika hanya karena ia tak bertemu sewaktu di party, ia tak mungkin semarah ini. Nayla tahu sahabatnya ini, dia gadis periang yang tak pernah ngambek dan marah hanya karena di ejek atau di bully teman kelasnya. Bahkan semua sikap buruk dirinya selama ini, tak pernah Bella permasalahkan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku