Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Istri Polos sang Milyarder

Istri Polos sang Milyarder

Raisya_J

5.0
Komentar
2.7K
Penayangan
58
Bab

Cantika harus meneguk pil pahit lantaran tak dapat membayar uang rumah sakit sang ayah akibat dari seseorang yang tidak bertanggung jawab. Sehingga ia harus rela menjadi istri kedua seorang milyarder dan melahirkan anak untuk sang suami. Namun, siapa sangka kehidupan pernikahan yang dikira manis ternyata seperti neraka bagi gadis polos itu! Akankah Cantika akan terus bertahan atau malah memilih pergi?

Bab 1 1. Terlalu seksi

"Kau harus memberikan aku keturunan dalam kurun waktu satu tahun. Kalau kau tidak bisa, maka akan dipastikan ayahmu tak akan mendapatkan perawatan lagi!" Lelaki tampan itu mencengkram rahang seorang gadis muda.

Gadis itu meringis kesakitan dengan apa yang lelaki tersebut lakukan. "Kalau Anda menghentikan perawatan kepada ayah saya, maka ayah saya tidak akan bertahan!"

"Ya, memang benar ayahmu tidak akan bertahan. Untuk itu, kau harus secepat mungkin memberikan aku keturunan atau ayahmu akan mati." Lelaki itu mendorong gadis muda tersebut sehingga jatuh ke lantai. Lantas keluar dari kamar pengantin yang sudah dipersiapkan.

Seharusnya ini malam membahagiakan, tetapi justru menjadi sebuah neraka bagi gadis muda yang bernama Cantika Putri Sari.

"Ya, Tuhan ...." Lirih gadis itu meringis ketika merasakan perih pada telapak tangannya.

Belum lagi gaun pengantin yang dirancang oleh desainer ternama itu harus robek oleh perbuatan sang suami, yang baru saja menikahinya dalam hitungan jam.

Rahangnya pun terasa sakit, bahkan tubuhnya sangat nyeri. Namun, Cantika harus menahan semua itu demi kesembuhan sang ayah, yang sekarang terbaring di rumah sakit akibat orang tak bertanggung jawab.

"Aku harus bertahan bagaimana pun caranya! Ayah mungkin tidak akan selamat jika aku menyerah di dalam pernikahan ini." Cantika meringkuk di sudut ruangan, meremas kedua tangan. Seolah memberi kekuatan pada diri sendiri.

Bahkan riasan di wajahnya pun belum dibersihkan, lantaran tidak memiliki tenaga lagi untuk sekedar beranjak ke kamar mandi.

"Kenapa kau masih meringkuk di bawah sana? Apa kau tidak ingin membersihkan tubuhmu yang kotor?" tanya Andika penuh penekanan.

Cantika tergugu, menggigit bibir bawah kuat-kuat tatkala melihat sosok yang mendekat ke arahnya. Aura dingin lelaki itu mampu membuatnya menggigil ketakutan.

"Sa–saya pikir Anda tidak kembali lagi ke sini," jawab Cantika gugup.

"Cepat bersihkan dirimu, lalu layani aku. Dalam 10 menit kau harus selesai, dan jangan lupa kenakan ini," titah Andika seraya melempar kasar gaun tidur itu tepat di wajah Cantika.

Gadis itu tersentak, lalu dengan cepat mengangguk kuat.

"Satu lagi, panggil aku, Tuan. Karena seorang sepertimu tak pantas menyebut nama aku," perintah lelaki itu dingin.

"Baik, saya akan mengingatnya, Tuan." Cantika memeluk gaun tidur itu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah selesai membersihkan diri, dia mematut kembali penampilannya. Mata cantik itu terlihat berkaca-kaca melihat gaun yang dikenakan.

Dia malu, sangat malu. Walau akan mengenakannya di depan suami sendiri.

"Mengapa lama sekali di dalam sana? Aku tak suka menunggu!" Andika berkata lantang, sehingga membuat Cantika yang berada di dalam sana gelagapan.

Cantika gelisah, lantaran sangat malu dengan gaun tidur yang dikenakan.

"Baik, jika kau tak mau keluar. Maka jangan salahkan aku jika hukumanmu akan berlipat-lipat nantinya."

Terdengar pintu ditutup dengan kasar, sehingga Cantika tahu kalau sang suami sudah keluar dari kamar pengantin mereka.

Tepatnya bukan suami, tetapi seseorang yang sudah membeli dirinya dengan harga tinggi.

Setelah 20 menit berada di dalam kamar mandi, Cantika memilih masuk ke dalam kamar karena tidak mendengar tanda-tanda Andika kembali. Gadis itu merasa sangat kedinginan berada di dalam sana. Jadi, memilih masuk ke dalam selimut. Lantas memejamkan mata setelah mematikan lampu.

Akan tetapi, sekitar satu jam setelah Cantika memejamkan mata. Dia merasa ada seseorang yang menindihnya sehingga gadis itu terbangun dan tersentak.

"Ka–kau siapa? Jangan mendekat!" teriak Cantika ketakutan. Kamar yang gelap gulita itu semakin membuatnya panik.

"Diam, kau sendiri yang memilih seperti ini!" Lelaki itu tertawa serak. "Kartika, kau sangat cantik, Sayang."

Cantika menangis keras, ternyata lelaki yang berada di atas tubuhnya adalah Andika-suaminya sendiri. "Tuan Andika! Saya bukan Kartika!" Dia memalingkan wajah dengan air mata mengalir deras, bau anggur menyeruak dari mulut Andika. Entah berapa botol yang lelaki itu teguk.

Tubuh Andika menegang, rahangnya mengetat dengan mata menyorot tajam. "Berani-beraninya kau menyebut nama wanita yang aku cintai, sekarang rasakan hukumanmu gadis nakal!"

Cantika menggeleng panik, dia memberontak sekuat tenaga. Andika mengumpat keras ketika kaki gadis itu menendang dadanya.

Cantika yang melihat kesempatan untuk kabur langsung saja bangkit dari kasur. Namun, langkahnya terhenti ketika Andika sudah membanting kembali tubuhnya ke kasur.

Tubuh tegap berotot itu menjulang, menunjukkan jika dirinya begitu berkuasa. "Sudah cukup main-mainnya." Lelaki itu berbisik serak, mengabaikan tangis Cantika yang menyayat hati. "Jadi, mari habiskan malam ini, dan lahirkan keturunan untukku."

Tubuh Cantika menggigil, tak sanggup menahan rasa sakit yang menyayat bagian bawahnya.

"Ugh, Tuan! Pe-pelan-pelan, sakit!" jerit gadis muda itu. Namun lelaki bertubuh besar itu,

Andika, seakan tak peduli pada gadis kecil yang terus menderita. Mata Andika terpancar keganasan saat ia terus memacu kekuatannya, tak peduli bahwa Cantika merasa kesakitan. Ia menemui puncak kepuasan seorang diri, sementara Cantika hanya bisa menangis, air mata tak henti-hentinya mengalir. Tampak jelas perbedaan kekuatan di antara keduanya.

Setelah selesai, Andika menatap noda merah yang membasahi seprai putih dengan tatapan puas, seringai muncul di sudut bibirnya. "Ternyata kau masih perawan. Baguslah, aku jadi tidak terlalu rugi mengeluarkan banyak uang!"

Tubuh mungil Cantika tak sanggup bertahan atas perlakuan kasar dari Andika, kesakitan dan ketakutannya semakin nyata. Di dalam hati Cantika merasa hancur, memar kebiruan menghiasi tubuhnya akibat cengkraman tangan besar sang suami. Namun, kekuatan untuk melawan sudah tidak ada lagi di sisi Cantika.

Lelaki itu acuh tak acuh terhadap keberadaan gadis kecil di dekatnya, terlebih malah memutuskan untuk berbaring dan segera tidur. Cantika menahan isak tangis, namun tampaknya Andika tidak peduli, tetap saja memejamkan mata dan tak lama kemudian terdengar dengkuran.

Cantika kemudian berjalan tertatih-tatih menuju kamar mandi, merasa sangat kotor. Dalam hatinya merasa sangat hancur, tangisnya semakin keras. Ia menyalakan shower dengan air dingin dan terus menangis tersedu-sedu di sana.

"Aku kotor, jijik!" keluh Cantika seraya memukul-mukul tubuhnya, tak peduli rasa sakit yang semakin menjadi.

Di bawah derasnya guyuran air, gadis itu tak mampu menyembunyikan tangisannya, bahkan tak mempedulikan apakah ada seseorang yang akan terganggu. Hanya ingin mengungkapkan segala emosi yang dirasakan.

Setelah menghembuskan nafas panjang, meluapkan emosi yang menggebu-gebu, gadis itu lantas memutuskan untuk mengenakan jubah mandi. Langkahnya yang lesu dan tatapan kosong membawanya menuju kasur besar yang terasa sepi. Meski ada seseorang terlelap di atasnya, Cantika merasa seolah-olah ia sendiri di sana.

Kasur yang sejatinya empuk dan luas, kini terasa begitu keras dan sempit. Sungguh menjengkelkan, membayangkan dirinya menghabiskan hari-hari dalam rumah ini untuk waktu yang tak bisa diperkirakan. Mungkin beberapa hari, bulan, atau bahkan tahun. Cantika menghela nafas, menguatkan tekadnya.

"Aku harus segera memiliki anak, supaya cepat bebas dari tempat ini," gumam Cantika seraya meremas selimut yang menutupi tubuhnya dengan penuh kegelisahan.

**

"Heh, bangun!" Seorang perempuan tiba-tiba menyentak kasar selimut yang melindungi tubuh Cantika.

Gadis itu sontak terkejut, sehingga terjatuh dari ranjang tinggi yang ia tiduri. "Ugh, kenapa harus kasar begini sih?" keluh Cantika kesakitan sambil memegangi bokong yang terasa nyeri akibat jatuh.

Perempuan itu berdecak, menyeringai sinis sambil menatap Cantika dengan penuh keangkuhan.

"Memang kau kira kau siapa di sini? Kau hanya boneka yang dibeli dengan uang banyak, jadi kau harus membuat dirimu berguna dengan tidak bermalas-malasan!" teriak perempuan itu, melampiaskan amarahnya tanpa memedulikan perasaan Cantika yang sedang terluka.

Gadis itu mendongak, mencoba menatap wajah perempuan yang berdiri di hadapannya dengan penuh ketidakpercayaan.

"Kartika?" ucap Cantika dengan seraut wajah bingung, merasa tidak mengenal sosok yang begitu kejam di depannya.

"Jangan berani-berani menyebut namaku, karena aku adalah orang yang telah menyelamatkan ayahmu yang renta itu dari tekanan hidup!" bentak Kartika, kemarahan makin meluap. Ia menarik rambut Cantika dengan kuat, menyiksa gadis itu

"Lepas, sakit!" erang Cantika, mencoba melepaskan rambutnya dari cengkraman tangan perempuan tersebut.

Dengan kasar, Kartika melepaskan tangannya, menyebabkan beberapa helai rambut Cantika tertarik hingga rasa sakit di kulit kepalanya pun tak tertahankan.

Gadis itu meringis sambil menggenggam kepalanya, sedangkan Kartika bangga berdiri di hadapannya, matanya menatap sinis ke arah Cantika.

"Cepat pergi ke bawah! Kerjakan semua yang pelayan lain kerjakan, dan jangan berharap bisa menjadi nyonya di rumah ini. Akulah yang nyonya, sedangkan kau hanya seseorang yang dibeli!" ucap Kartika beringas, sebelum melongos pergi dan melemparkan seragam pelayan ke arah Cantika.

Dengan rasa perih dan sakit yang menyelimuti tubuhnya, Cantika mengumpulkan kekuatan untuk mengambil seragam pelayan yang tergeletak di lantai. Setelah itu, ia melangkah gontai menuju kamar mandi, berharap membersihkan diri dapat membuatnya merasa sedikit lebih baik.

Gadis itu meringis kesakitan saat tangannya menggosok bagian tubuh yang terluka. Ia mencoba menahan rasa sakit, namun detik itu juga gedoran di pintu terdengar semakin kuat.

"Jangan terlalu lama mandi! Kalau kau lama, banyak air yang terbuang dari sana semakin banyak uang yang habis karenamu!" gerutu Kartika dari luar.

Dengan terkejut, gadis itu mendengar suara pintu dibanting keras yang terdengar nyaring. Ia merasa terintimidasi, membuatnya memutuskan untuk segera menyudahi acara mandinya.

Langkahnya tertatih-tatih, berjalan pelan mengambil pakaian pelayan yang teronggok di atas kasur. Wajah gadis tersebut menjadi sangat pucat sekali melihat pakaian pelayan yang diberikan Kartika.

"Apa-apaan pakaian ini?" tanya Cantika dengan suara meninggi, seakan menantang keputusan Kartika.

Tangannya gemetar saat menggenggam pakaian tersebut, mencoba menahan amarah yang menyala dalam hatinya.

Brak!

Kartika berjalan masuk kembali ke dalam kamar dengan wajah dingin, matanya mendelik penuh kesal.

"Sangat lama sekali, sehingga membuatku menjadi sangat lelah menunggumu!" gerutu Kartika sambil melemparkan pandangan tajam ke arah Cantika.

Gadis tersebut menunjukkan pakaian pelayan yang diberikan kepadanya, wajahnya murung dan pipinya memerah. Tangannya gemetar dan bibirnya bergetar saat berkata, "Pakaiannya terlalu seksi, saya tidak bisa mengenakannya," tolak Cantika lirih.

Perempuan itu mengusap wajahnya kasar, terlihat sangat tidak suka sekali kepada gadis tersebut.

"Terus kau mau mengenakan pakaian apa?" tanya Kartika ketus, menggertakkan giginya.

Cantika meneguk ludahnya beberapa kali, sebelum akhirnya mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan keinginannya.

"Saya tidak ingin pakaian terlalu seksi seperti ini. Apakah tidak ada pakaian yang lain?" tanya Cantika dengan pelan, memalingkan wajahnya karena takut akan reaksi Kartika.

Kartika tak bisa menahan rasa kesal saat mendengar pertanyaan Cantika. "Kau pikir kau bisa meminta apa pun dariku?" katanya, penuh sinisme. "padahal kau hanyalah seorang yang dibeli. Bersyukurlah dengan apa yang diberikan, jangan mengeluh!"

Perempuan itu kemudian melepaskan jubah mandi yang dikenakan Cantika, meninggalkan tubuh gadis itu hanya tertutup oleh pakaian dalam. Cantika merasa panik, mundur beberapa langkah, wajahnya memucat dan kebingungan akan sikap perempuan di depannya.

Tak mampu menahan perasaan malu, Cantika menggunakan kedua tangannya untuk menutupi bagian tubuh yang terlihat. Rasa malu menyeruak, membuatnya ingin segera menghilang dari situ, tapi sadar bahwa tidak mungkin ia bisa melakukannya.

"Tolong, jangan lakukan ini!" rayu Cantika, dengan tangannya masih mencoba menutupi tubuhnya yang terbuka.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Raisya_J

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku