Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
"Buka jilbabnya!"
"Baik, Tuan."
Seorang pria yang mendapat perintah dari bosnya langsung saja melaksanakan titah untuk melucuti jilbab yang tersemat di kepala wanita yang tengah tak sadarkan diri. Wanita itu masih saja menutup mata lantaran bahaya tengah di depan mata. Semuanya karena bius yang masih bereaksi di tubuhnya.
Jilbabnya telah terlepas, memperlihatkan mahkota hitam yang terurai begitu cantik. Begitupun dengan baju dan celana panjangnya yang kini hanya tersisa kaos dan celana dalam saja. Kedua pria di hadapannya sontak menelan ludah melihat ciptaan Tuhan yang begitu sempurna.
"Sekarang kamu keluar, tunggu di lobby."
"Baik, Tuan Smith."
Sekarang tersisa mereka berdua saja di dalam kamar hotel. Sebelum menjalankan aksinya untuk berkelana pada kenikmatan dunia, pria yang dipanggil Smith itu mengambil potret wanita itu dengan ponsel pintarnya. Satu lengkungan senyum menyeringai sebelum akhirnya Smith juga membuka setelan jas hitam serta kaos yang melekat di tubuh atletisnya. Ia melemparkannya ke lantai dengan hasrat yang telah sampai di ubun-ubun. Tak sabar untuk segera bertempur dengan segala yang ada di tubuh sang wanita.
Belaian dan sentuhan mendarat dengan mulus di pipinya yang halus. Seluruh wajah pun telah diciumnya, membuat perlahan tersadar mengerjapkan mata. Lantas kelopak mata itu terbuka memperlihatkan sorot yang indah. Sesaat tatapannya bingung di mana dia berada. Langsung saja Smith menindihnya tanpa kata. Mencengkram kedua tangannya penuh nafsu bersiap menjelajah di atas dua menara yang konon bisa mengeluarkan mata air.
Tak Smith pedulikan teriakan minta tolong dari makhluk lemah yang berstatuskan istri orang itu. Namun tetap saja Smith tak fokus karena wanita itu memberontak kuat diiringi tangisan minta dilepaskan.
"Hmm ... hmmm ...,"
Smith membekap mulut wanita itu untuk tak mengeluarkan suara. Hembusan nafas dari keduanya saling menyatu karena jarak yang begitu dekat.
"Diam! Percuma saja kamu berteriak, kamar hotel ini kedap suara. Jadi jangan buang tenagamu, lebih baik nikmati saja permainanku!" ucap Smith pelan dengan menghapus air mata yang terus mengalir darinya.
"Tolong ... jangan lakukan ini padaku ...."
Rengekan wanita itu justru membuat Smith merasa tertantang. Dalam hati ia mencemoohnya karena wanita itu begitu bodoh tak ingin dibawa pada kenikmatan duniawi. Padahal tugasnya hanya diam saja, biarkan Smith yang memberikan gelora nikmat dengan beberapa kecupan di tubuhnya yang nyatanya begitu menggoda.
Merasa leher jenjangnya tak dapat diraih karena terus memberontak, langsung saja Smith menghirup aroma di belahan dada sang wanita. Wangi tubuhnya yang alami membuat Smith ingin menuntaskan sesegera mungkin. Lantas ia meninggalkan jejak merah di sana dengan bibirnya. Menenggelamkan wajahnya di antara dua gundukan taman surga.
Bugh!
Pusaka Smith mendapatkan tendangan dari wanita itu. Membuatnya bangun dan meringis kesakitan, kilat matanya mengeluarkan amarah melihat wanita yang segera terduduk memeluk lutut. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Nampak wanita itu begitu ketakutan.
Plak!
Tanpa rasa kasihan, Smith mendaratkan tamparan pada wanita itu dengan tangan kekarnya. Meninggalkan bekas merah di wajahnya yang sembab oleh air mata.
Lagi. Smith menamparnya yang kedua kali, buah dari kemarahannya yang tak dapat dielakkan lagi. Saat hasrat yang sedang naik-naiknya, tiba-tiba sesuka hati wanita itu menendangnya di kala lengah. Kurang ajar.
"Dasar bodoh! Kamu tinggal nikmati saja tapi bersikap diam saja tak bisa?" hardik Smith.
"Tolong ... jangan lakukan itu padaku, tolong ...,"