Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Vivi membuka kedua mata perlahan, kepalanya pusing dan ia berusaha bangun dari tempat tidur dengan susah payah.
"Ini dimana?" Vivi berusaha mengingat kejadian semalam dengan kepala sakit.
Semalam ia mengunjungi kakek tunangan di rumah sakit setelah menghadiri meeting manajemen di hotel. Saat itu ia bertemu dengan Krisna, tunangannya bersama seorang wanita dewasa yang cantik seperti model di luar ruangan.
Vivi menghela napas melihat tangan tunangan memegang tangan wanita itu, ia sudah bisa menebak kalau wanita itu salah satu kekasih tunangannya. Selama masih bertunangan, Vivi tidak akan keberatan. Itulah yang diajarkan keluarga tunangan.
Semua orang di dalam ruangan terdiam begitu Vivi, Krisna dan wanita itu masuk ke dalam ruangan bersamaan.
"Kakek, Vivi sudah membuatkan sup kesukaan Kakek." Senyum Vivi sambil meletakan isi tas yang dibawanya ke atas nakas tempat tidur rumah sakit.
"Hari ini kamu sudah kerja keras, para manajer tadi memuji hasil kerjamu," puji ibu Krisna.
Vivi terkejut, selama ini ibu Krisna selalu menatap sinis dirinya dan sekarang memuji? apakah hasil kerja kerasnya selama ini diakui?
"Terima kasih."
Entah kenapa semua orang tersenyum sinis menatap dirinya. Ah, tak apa. selama diakui calon ibu mertua maka-
"Sudah berapa tahun ya kamu tinggal di rumah kami?" tanya Ibu Krisna.
"Sepuluh tahun," jawab Vivi. Ia mengingat tanggal kecelakaan kedua orang tua yang menyebabkan dirinya dititipkan di rumah keluarga Aditama hari itu juga.
Ibu Krisna tersenyum dan menepuk tangan Vivi. "Berarti sudah saatnya kamu keluar dari rumah kami."
Senyum Vivi lenyap.
"Sekarang kondisi kakek sudah stabil, nenek juga sudah bisa mendapatkan perawatan terbaik, hotel-hotel keluarga kami sudah bisa menghasilkan pendapatan bersih lalu kami akan memberikan kompensasi yang sesuai untuk kamu."
Kami?
"Ah, coba minum ini dulu." Wanita yang dibawa Krisna memberikan secara paksa sebuah gelas ke Vivi. "Ini untuk merayakan kemenangan kami makanya kami berkumpul disini."
Vivi menundukan kepala dan menatap gelas di tangan dengan mata berkaca-kaca.
"Minum, bersulang."
Vivi menarik napas panjang, lalu meminum sampai habis.
Ibu Krisna dan Krisna tersenyum puas melihatnya.
Tak lama, entah kenapa Vivi merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya, ia ingin mengatakan sesuatu tapi entah kenapa tidak bisa mengacaukan suasana bahagia di tempat ini, karena tidak mau mengganggu ia memutuskan pamit pulang dan terburu-buru keluar.
Setelah berusaha keras mencapai parkir mobil, ia tidak menemukan satupun mobilnya.
Vivi menelepon sopir, tidak diangkat. Telepon rumah pun tidak ada yang mengangkat. Di tengah guyuran hujan dan susah payah melangkah dengan mata berkabut berusaha menahan air mata, ia mencari mobil.
Vivi melihat seluruh tangan membengkak dan ia juga merasakannya di wajah. Vivi melihat spion kaca mobil orang lain, seluruh wajah bengkak memerah. Rasa mual menghampiri.
"Kamu baik-baik saja?"
Vivi mengangkat kepala. Ia melihat seorang pria tinggi yang sedang memegang payung menutupi mereka berdua dari hujan.
Perlahan kesadaran mulai memudar. Dan sekarang, entah berapa lama ia terbangun di sebuah kamar yang tidak dikenalnya.
"Itu-"
Pria itu berdiri di samping tempat tidur dan menatap Vivi. "Kamu pingsan di parkir rumah sakit. Dokter sudah periksa dan mengobatimu, kamu menunjukan gejala keracunan."
Vivi tertawa. Tentu saja.
"Ini."
Vivi menatap sebuah kotak besar di tangan pria itu. "Apa ini?"
"Hadiah ulang tahun kamu."
"Bagaimana-"
"Saya melihat id card."
Vivi menerima kotak itu dan membukanya. "Gaun?"
"Selamat ulang tahun."
Vivi kembali menatap pria itu, matanya berkaca-kaca. Tidak ada yang mengucapkan ulang tahun setelah kedua orang tua meninggal. "Terima... kasih..," ucapnya dengan lirih.
"Pulanglah, keluargamu pasti khawatir. Saya akan menyuruh sopir-"
"Tidak perlu!" tolak Vivi, "Saya bisa pulang sendiri."
Pria itu balik badan dan menelepon seseorang.
Vivi buru-buru bangun dari tempat tidur dan lari mencari kamar mandi. Ketemu! ia segera memuntahkan seluruh isi di dalam perut ke toilet.
"Saya sudah memanggil taxi." Pria itu sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.
Vivi mengangguk dan buru-buru membersihkan toilet.
Setelah selesai, Vivi mengucapkan terima kasih ke pria itu dan keluar ruangan. Ia terkejut, ternyata ini bukan hotel ataupun apartemen tapi Villa. Ia membaca petunjuk jalan sambil melihat sekeliling, masing-masing kamar terlihat seperti rumah biasa tapi dalam ruangan pasti mewah seperti yang dilihat di ruangan tadi.
Vivi menghela napas panjang. Selama ini dia hanya dididik menangani budget hotel atau city hotel. Mungkin menangani villa tidak terlalu berbeda.
Vivi menghentikan langkahnya. Tidak, ini bukan sekedar villa tapi juga resort. Ada lapangan golf tidak jauh dari sini. Terbesit keinginan kecil Vivi untuk belajar di tempat ini.
"Apa pria tadi tamu disini? sayang sekali aku tidak terlalu memperhatikan wajahnya." Gumam Vivi sambil melihat kotak di tangan.
Begitu mencapai lobby, ia disapa bellboy dengan ramah. "Taxi sudah datang dan sudah dibayar, jadi anda bisa diantar kemanapun."
Vivi mengangguk, mengikuti arahan bellboy. Begitu masuk ke dalam taxi dan memberitahu alamat rumah, Vivi segera menghubungi rumah untuk melaporkan kondisi. Lagi-lagi tidak diangkat.
Vivi menelepon sekali lagi. Nihil. Dia menatap luar jendela mobil. Sudah lama pingsan, ini sudah hampir jam 7 malam.
Beberapa menit kemudian, dia sampai ke rumah. Vivi terkejut melihat mobil-mobil mewah diparkir di sekitar rumah.
Vivi tersenyum, menutup mulut karena tidak percaya. Dia keluar dari mobil dan lari kecil ke dalam rumah dengan antusias.
"Saya ingin mengumumkan sesuatu yang spesial disini."
Terdengar pengumuman bersamaan dengan masuknya Vivi, jantung Vivi berdebar keras. Hari ini ulang tahunnya, apakah ini kejutan dari tunangan setelah berhasil menstabilkan hotel keluarga?
"Saya akan menikahi seorang perempuan cantik."
Senyum Vivi lenyap setelah melihat pemandangan di atas panggung.
"Almira, setelah perjuanganmu selama ini menemaniku dari bawah. Maukah kamu menikahiku?"
Vivi menjatuhkan kotak di tangan. Jadi ini alasan dirinya diberi minuman? supaya mendapatkan perawatan dan tidak bisa masuk kesini lalu mengganggu acara ini di hari ulang tahun? Wanita itu yang semalam di rumah sakitkan?
Orang-orang di dekat Vivi menatap jijik Vivi sambil menutup hidungnya. Vivi merasa malu.