Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
100
Penayangan
7
Bab

Boy mendengus kesal saat Jean, calon istrinya itu pergi begitu saja dan meninggalkannya di tengah pernikahan yang sedang berlangsung. Untuk menutupi rasa malu, Boy yang kebetulan bertemu dengan Mia, mantan muridnya, meminta untuk menjadi istri sementara. Mia yang memang sudah menaruh rasa semenjak duduk di bangku SMA tentu saja menerima saat itu juga. Apakah Boy bisa jatuh cinta? atau malah meninggalkan Mia demi Jean yang tiba-tiba datang kembali?

Bab 1 Laki-laki misterius

Bismillah

Doa Mantan

#Part 1

#by: R.D.Lestari

Lagi-lagi hari ini aku harus menemai Lisa, bosku yang bekerja sebagai make up wedding yang cukup terkenal dikotaku.

Mau tak mau aku harus menurut, padahal dia bilang kalau hari ini aku boleh libur, dikarenakan ada salah satu sepupu yang juga kebetulan menikah jadi aku meminta libur.

Ya, sempat kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Aku butuh pekerjaan ini. Pekerjaan yang tak mengenal waktu, tapi uang yang dihasilkan lumayan untuk mengisi kantong dan juga perutku.

Lisa membawaku ke sebuah gedung, di mana aula gedung sudah dihiasi dengan indah. Penuh bunga-bunga dan dekorasi yang amat sempurnya.

Aku berdecak kagum, bukan hanya karena demokrasinya yang apik, tapi ketika masuk ke dalam ruangan, Lisa memperkenalkanku pada seorang wanita yang amat cantik. Calon pengantin yang akan di hias pagi ini.

Cantik, putih, rambut lurus pirang , bulu mata lentik, mata biru muda,

bertubuh tinggi, kulit putih, hidung bangir.

Kulihat sekilas wajahnya tak seperti wanita indonesia pada umumnya, lebih ke wajah orang bule, mungkin memang keturunan

"Mia? Mia?"

Suara Lisa mengagetkanku, wajahku memerah saat seisi ruangan menatap ke arahku. Saking terpesona melihat kecantikan wanita dihadapanku saat ini, aku jadi melamun.

"Eh, iya Kak Lisa?"

"Tolong kamu ambil semua aksesoris di tas yang besar, terus bawa ke sini," titahnya. Aku mengangguk dan menatap sekilas wanita itu.

Ia hanya menatap kosong ke cermin. Tak ada raut kebahagiaan diwajahnya. Tak ada senyuman, malah kesedihan yang terukir jelas.

'Sebenarnya, apa yang terjadi padanya? kenapa ia tak bahagia seperti wanita yang mau menikah pada umumnya?'

Aku masih memperhatikannya hingga make up selesai. Ia memang sangat cantik dengan hiasan natural.

Tiba-tiba pintu terbuka, aku yang sejak tadi berdiri di dekat pintu bergeser di antara pakaian yang tergantung hampir setinggi badan.

Aroma parfum lelaki menguar. Aku tertegun. Wangi ini ... seperti tak asing dan pernah amat aku kagumi.

Aku sempat menoleh dan kulihat punggung lelaki tinggi. Ia sepertinya Si calon pengantin laki-laki, terlihat dari stelan jas dan juga sikapnya yang berulang kali memuji kecantikan wanita yang sedang berpakaian pengantin.

Ia pun sesekali mencium kening dan menggenggam tangan wanita itu tanpa henti.

Entah kenapa, hatiku berdesir dan cemburu melihat pemandangan di depan mata saat ini. Aneh, bukan? padahal aku tak mengenal mereka. Apa karena aku iri?

Aku memutar tubuh dan kembali memeriksa baju pengganti untuk siang nanti. Memastikan baju itu tak ada kerusakan dan siap untuk di pakai.

Lagi... wangi menyengat yang menenangkan itu mengusik indra penciumanku. Aroma yang sangat kurindukan pada masa sekolah. Aroma itu...

Sayangnya, saat aku berbalik, lelaki itu sudah tak nampak. Tanpa sadar ekor mataku menangkap gelagat aneh pada wanita cantik yang sebentar lagi akan mengadakan akad nikah. Karena kudengar acara sebentar lagi akan di mulai.

Wanita itu terlihat sibuk dengan handphone nya dan sesekali menyeka wajah seolah sedang menangis. Aku mendengar helaan dan isakan dari dirinya.

"Mmm, Mbak, saya mau ke toilet sebentar," ucapnya kemudian.

"Lho, gimana ini? kalau kebelet, biar saya anterin, atau assisten saya, Mia yang bantuin," jawab Kak Lisa ikut panik.

"Ga, ga, saya bisa sendiri," tolaknya.

"Ga bisa, Mbak. Baju ini ribet. Nanti bisa basah," ungkap Kak Lisa.

"Saya bilang, saya bisa sendiri. Ga usah ribet!"

Mendengar bentakan wanita itu serta merta membuat nyali kami menjadi ciut. Wanita itu akhirnya pergi begitu saja dengan kaki menghentak karena kesal.

Aku dan Kak Lisa saling berpandangan. Kami akhirnya menyerah dan menunggu di dalam ruangan.

Sepuluh menit, dua puluh menit, hingga setengah jam terlewati tapi wanita itu tak kunjung kembali.

Sedangkan kudengar musik mulai terdengar sebagai pertanda pernikahan akan segera terlaksana.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Seorang wanita paruh baya menatap kami heran. Matanya mengedar ke segala arah.

"Mana Jean? acara setengah jam lagi akan di mulai," tanya wanita itu.

"Dia tadi ke toilet, Bu, tapi sudah setengah jam menunggu ia tak juga kembali," sahut Kak Lisa yang kuangguki.

"Hah? tak mungkin!"

Wanita itu lalu memutar tubuh dan berteriak seperti memanggil seseorang.

Mengetahui ada yang tak beres aku dan Kak Lisa ikut keluar. Aku menarik lengan Kak Lisa saat hampir saja ia bertabrakan dengan beberapa orang yang berlarian menuju kamar mandi di koridor.

"Kak, kita dalam masalah kayaknya," lirihku saat melihat kegaduhan yang terjadi di depan mata.

"Hussstt, kita liat aja, jangan banyak komentar. Tugas kita make up udah selesai. Kalau yang lain bukan lagi urusan kita," sahut Kak Lisa dengan tenang.

Sedang aku masih menatap orang berlarian kesana kemari. Sepertinya ada yang terjadi pada calon pengantin wanita.

"Hah?"

Bibirku tanpa sadar menganga saat seseorang melintas. Seolah tak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini. Aku memilih mundur dan masuk ke dalam ruangan.

Menyentuh dadaku yang berdebar kian kencang. Pria itu ....

"Pak Boy ... tak mungkin! dia yang akan menikah hari ini?"

Tanpa sadar air mata merembes di ujung pipiku. Sungguh kebetulan yang menyakitkan.

Dia ... lelaki yang selama ini memenuhi seluruh ruangan hatiku, hingga aku tak bisa melanjutkan hubungan serius dengan siapapun.

Saat beberapa pria mencoba mendekati dan berusaha serius, aku memilih mundur. Karena hatiku tak bisa mencintai orang lain selain Pak Guru.

Aku takut mereka akan kecewa, dan akupun tak ingin menikah tanpa cinta. Itulah sebabnya setiap selesai menjalankan kewajiban, aku selalu berdoa untuk bisa bertemu dan menginginkan ia menjadi jodohku.

Namun, bertahun aku mencarinya, ia tak kunjung kutemukan. Saat bertanya di sekolah, mereka bilang Pak Boy sudah pindah keluar kota.

"Mia, kamu kenapa? tiba-tiba masuk," Kak Lisa menatap tajam ke arahku.

Aku hanya menggeleng pelan. Tak mungkin mengatakan kalau aku tiba-tiba patah hati karena pengantin pria, 'kan?

"Ada apa Kak? kenapa semua orang riweh di luar?" tanyaku untuk mengalihkan pembicaraan.

"Wah, ini gil*, sih. Tu penganten kabur!"

"Hah? serius?"

"Iya... beneran,"

"Trus gimana?"

"Ga tau, sih,"

Aku terdiam. Kemudian melangkah keluar ruangan. Sepi. Koridor sudah sepi. Yang terdengar riweh hanya di bagian aula.

Tiba-tiba kurasakan kantung kemih penuh dan ingin pipis. Aku bergegas menuju toilet dengan tergesa.

Namun, sesuatu menahanku saat kudengar isakan di toilet lelaki. Siapa yang menangis?

"Tega! kau tega, Jean! aku salah apa?"

Hiksss!

Aku berhenti dan mengintip ke dalam kamar mandi. Rasa sesak begitu merajai, saat kulihat, jantungku berdebar kencang tak menentu, dan...

Tiba-tiba saja lelaki itu ....

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh R.D.Lestari.

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku