Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Belenggu Mantan

Belenggu Mantan

Lisa L

5.0
Komentar
7
Penayangan
5
Bab

Diandra terpaksa menikah dengan Dave Airlangga, pewaris tunggal perusahaan Aerles Corporation. Namun, salah paham membawa mereka pada perceraian. Akankah rumah tangga mereka dapat diperjuangkan kembali?

Bab 1 Chapter 1

"Sekarang, buka baju kamu."

Perempuan itu terperangah, menggenggam erat ujung rok yang dikenakan. Dia hanya menunduk saat pria di depannya itu terus memperhatikannya.

"Kenapa masih diam?"

Perlahan, dia melirik. Mata yang menyorot tajam itu terlihat sangat menakutkan. Ingin lari, tapi dia sudah terlanjur berikrar. Jika kabur pun percuma. Dia sekarang hanya binatang buruan. Tak akan bisa lepas dari belenggu orang-orang berkuasa ini.

"Nurut? Atau aku paksa pakai kekerasan?"

Dia adalah Diandra. Seorang gadis miskin yang harus bekerja di cafe resto setelah lulus SMA. Dia hidup dengan seorang ibu yang sakit-sakitan dan gadis itu terpaksa bekerja keras untuk menghidupi ibunya, sedangkan ayahnya lebih memilih pergi bersama perempuan lain.

Dia baru genap dua puluh tahun dan sekarang dia harus dihadapkan oleh masalah yang lebih rumit lagi.

Menikah dengan Dave Airlangga. Anak dari seorang pengusaha sukses. Perusahaan ayahnya telah menggurita dan merajai seluruh negeri.

Pernikahan yang diharapkan menjadi sebuah kebahagiaan bagi Diandra, ternyata salah. Dave hanya menjadikannya budak nafsu sang tuan muda.

Menyesal? Percuma. Diandra telah berjanji dan gadis itu tak bisa melarikan diri. Jalan satu-satunya, menuruti sang tuan muda daripada hilang nyawa.

"Nggak dengar aku ngomong?" Suara Dave terdengar begitu menggema di ruangan yang hanya ada mereka berdua itu.

Diandra mengembuskan napas berat. Dengan tangan gemetar, dia melepas satu per satu kancing bajunya.

Dave Airlangga menyeringai. Kilatan nafsu di matanya membuat si gadis semakin bergidik.

Kemeja juga rok yang dikenakan Diandra telah luruh ke lantai.

"Cepat! Aku nggak bisa nunggu lagi!"

Memejamkan mata, napas tersengal, juga air mata yang menetes, Diandra menegarkan dirinya.

Tubuh yang menegang itu tiba-tiba saja telah berpindah di atas ranjang.

Tak berani membuka matanya, Diandra dapat merasakan jika tubuhnya digerayangi. Pasrah. Karena memohon pun percuma.

"Oh shit! My fucking bitch!"

Kecupan demi kecupan, Diandra rasakan di seluruh permukaan kulitnya. Dia masih memejamkan mata. Rasanya, tak sanggup membayangkan kejadian selanjutnya.

"You are mine, Bitch!"

Berusaha menerobos, Dave merasa ada yang janggal. Dia menautkan alisnya.

"Are you virgin, hah!"

"Oh, shit! What the hell!"

Sudah terlanjur, Dave tidak bisa mundur.

"Who are you?"

Diandra diam. Dia tidak membantah atau pun menanggapi Dave. Tidak hanya menahan sakit, tapi hatinya begitu hancur. Murahan! Ya, itu gelar barunya sekarang.

**

Gadis dengan senyum merekah itu berjalan dengan sangat riang menuju cafe tempatnya bekerja. Sesekali dia menyapa para ojol yang sedang mangkal, juga pedagang kaki lima yang kebetulan ada di sekitarnya.

Masuk ke cafe, Diandra disambut oleh temannya yang lain.

"Ceria banget." Tasya, sahabat Diandra yang juga bekerja sebagai pelayan di cafe itu tak kalah berseri.

"Iya, dong. Hari ini kita gajian."

Mereka berdua pun terkikik.

Tawa mereka berhenti saat ada pelanggan masuk. Pria tua dengan setelan jas mahal, sudah pasti dia seorang pengusaha kaya raya. Tapi, wajahnya tidak mendukung penampilannya. Dia terlihat sangat lelah, juga murung.

Diandra membawa buku dan pena mendekati pria tua itu. Dia siap mencatat pesanannya.

"Bisa saya bantu, Tuan? Anda mau pesan apa?"

Pria pertengahan lima puluh itu mendongak melihat Diandra, memperhatikan, memindai penampilan, juga mengamati dengan teliti. Diandra merasa risih dengan semua itu, tapi dia harus profesional.

"Tuan?"

"Ah, sarapan apa yang enak di sini?"

"Kami punya sandwich isi tuna, pancake strawberry, atau mashed potatoes?"

"Pancake saja."

"Oke."

"Juga espreso."

"Baik, Tuan."

Saat Diandra akan berbalik, dia melihat sekilas orang tua itu meremas dadanya.

Diandra urung meninggalkan, tapi pesanan harus segera dibuat. Dengan langkah perlahan, Diandra meninggalkan meja orang itu.

"Aaahhh!"

Diandra berbalik kembali. "Ada apa, Tuan?" Gadis itu bingung.

Suasana cafe yang masih sepi dan pria tua itu adalah satu-satunya pelanggan yang baru datang, membuat Diandra semakin panik.

Tasya? Entahlah di mana temannya itu. Karyawan yang lain? Pasti mereka sibuk di dapur.

"Tolong bawa saya ke rumah sakit."

Wajah pria tua itu semakin pucat. Diandra tidak tega, dia pun memanggil Tasya dan yang lain di dapur.

"Bagaimana ini?"

"Cepat, Di, bawa dia ke rumah sakit."

"Pakai apa?"

"Taksi!"

Dan di sinilah Diandra, menunggu orang yang tidak dia kenal. Dokter sedang memeriksa pria tadi di dalam ruang ICU.

Gadis itu mondar-mandir, ketakutan jika dijadikan tersangka pembunuhan mengingat kondisi pria tadi yang lemah.

Pintu terbuka. Dokter berkacamata mendekatinya.

"Untung saja kamu cepat membawa Tuan Adrian ke sini."

Diandra masih bengong. Dilihatnya dokter dan suster yang berlalu begitu saja.

Ragu, Diandra masuk ke ruang ICU. Dia mengintip di pintu yang sedikit terbuka.

"Permisi, Tuan." Diandra memberanikan diri masuk ke dalam.

"Hai, aku belum tau siapa nama kamu?"

Gadis itu menunduk untuk menghormati. "Saya Diandra, Tuan."

"Diandra, terimakasih."

Gadis itu bingung bagaimana harus bereaksi. Dia hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya.

Tiba-tiba, ada seorang wanita berpakaian modis datang dengan tergesa-gesa. Dia menerobos pintu dan menubruk pria bernama Adrian itu.

"Papa nggak apa-apa, kan?"

Air mata wanita yang dipastikan istrinya itu mengalir deras.

"Lain kali nggak usah keluar rumah dulu."

"Aku harus kerja, Ma."

Wanita itu semakin tersedu.

Diandra yang mendengar percakapan suami istri itu hanya bisa diam. Canggung, gadis itu berniat keluar ruangan, tapi suara Adrian menghentikannya.

"Dia Diandra yang menolongku."

Wanita tadi memasang wajah lemah lembut. Dia mendekati Diandra. "Terimakasih, Diandra. Gimana kami harus balas ini. Terimakasih karena sudah peduli dengan suami saya dan bawa dia ke sini."

Diandra hanya tersenyum menanggapi. Dia bingung bagaimana harus bereaksi.

**

Di ruang kerjanya, Adrian merenung. Sakit jantung yang dideritanya, bisa kambuh kapan saja. Dia harus segera bicara dengan putranya

"Saatnya Dave mengurus perusahaan." Namun, wajah Adrian kembali murung.

"Harus. Bagaimana pun caranya, harus!"

Dan akhirnya, malam itu, ketika makan malam usai, Adrian menghentikan Dave yang akan pergi.

"Papa mau bicara!" Dengan pembawaan tegas dan berwibawa, Adrian menghentikan gerakan Dave.

Dave tahu apa yang akan dibicarakan orang tuanya. Dia hanya bersikap biasa saja.

"Tinggalkan hobi kamu dan kembali ke perusahaan!"

Dave berdecak. "Papa sudah janji."

"Omong kosong!"

"Papa jangan mengingkari janji!"

"Tidak ada perjanjian!" Adrian berteriak. Hingga membuat Agatha istrinya, menenangkan.

Dave menyeringai. Tak taukah anak ini jika ayahnya hampir koma beberapa hari yang lalu. Tapi ini Dave dengan segala keras kepalanya, dia tak terbantahkan meskipun itu sang ayah.

"Perjanjian batal jika kamu berulah!"

Akhirnya, Adrian menyerah. Meski dia tahu perusahaan Aerles Corporation yang menjadi taruhannya.

**

Dave masuk ke sebuah diskotik. Teman-temannya sudah menunggu di sana.

Ingar bingar musik membuat Dave semakin bersemangat. Dia duduk di meja bar dan memesan wiski.

"Dave, gimana? Jadi ke London?"

"Hem."

"Sip. Sebelum berangkat seneng-seneng dulu. Terakhir pakai cewek indo sebelum dapat bule."

Dave hanya tersenyum.

"Dave, liat cewek depan tu."

Pria itu melihat seorang perempuan yang terlihat begitu menonjol di tempat ini. Bukan karena seksi atau berpenampilan menarik, tapi sikap lugu dan polosnya.

Dave mengernyitkan dahi. "Cewek model gitu kayaknya salah masuk."

"Sikat, Bro!"

Dave mendekati perempuan itu dan menariknya ke tempat parkir.

Di mobil, Dave yang mabuk, ditambah masalah di rumah, membuatnya hilang pikiran, apalagi perempuan yang bersamanya, begitu menggoda.

Berpindah di kursi belakang, Dave menarik pakaian gadis itu.

Mata polos si gadis menyiratkan ketakutan, tapi itu membuat Dave semakin bernafsu. Dia melepas kemeja yang dipakai dan bersiap.

"Buka!"

Gedoran pintu mobilnya membuat Dave berang dan matanya semakin melotot saat melihat kerumunan orang di luar mobilnya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Lisa L

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku