Alexandre Geraldo, kembali dari Amerika untuk mengejar cintanya kembali. Akan tetapi, Dara sudah tidak seperti dulu. Perempuan itu menolak cinta Alex, padahal mereka sangat dekat. Di satu sisi, Alex harus menikah dengan perempuan yang dijodohkan orangtuanya. Pria itu tak bisa berpikir jernih, hingga memutuskan sesuatu di luar dugaan. Apa yang terjadi dengan Dara? Apakah Alex bisa menguak rahasia di antara mereka?
Seorang wanita dengan busana khas perkantoran terlihat sedang terburu-buru untuk memasuki ruangan direktur. Suara sepatu hak tingginya terdengar menggema memecah kesunyian. Berkas-berkas yang ada di tangannya, menambah beban wanita berambut sebahu itu.
Saat berada di depan ruangan sang pemimpin, gadis itu terlihat mengatur napas, kemudian dia mengetuk pintu dan masuk ke ruangan tersebut, setelah mendengar suara dari dalam yang mempersilakannya untuk masuk.
"Udah kamu selesaikan semua, Dara?" tanya Adrian Geraldo--sang direktur.
"Sudah, Pak. Ini semua berkasnya. Bapak bisa periksa dulu satu persatu." Dara meletakkan beberapa tumpukan map ke atas meja.
"Duduk dulu, Dara. Kita bisa mengobrol sebelum saya benar-benar meninggalkan kantor ini." Adrian menyilakan Dara. Kemudian gadis itu tersenyum dan duduk di kursi depan meja sang direktur.
Terdengar Dara mengembuskan napasnya. "Bapak benar mau pensiun?" Muka Dara terlihat kecewa. Padahal, dia sudah nyaman menjadi sekretaris dari Tuan Adrian Geraldo selama dua tahun ini.
Tuan Adrian terkekeh. "Sudah waktunya saya memantau saja dari rumah. Anak saya yang akan menggantikan posisi saya sekarang, Dara. Mudah-mudahan kamu betah bekerja sama dengannya."
Dara tersenyum. Dia tidak mengetahui dengan pasti, seperti apa anak dari pimpinannya tersebut, karena anak dari Adrian menempuh pendidikan di Amerika.
Dara belum pernah melihatnya atau pun keluarga Adrian sama sekali selama bekerja di perusahaan ini. Dia berharap jika anak dari Adrian Geraldo adalah direktur yang dapat bekerja sama dengan baik.
"Sudah waktunya Gerald Corp berpindah tangan, Dara. Kita harus memiliki terobosan baru demi kemajuan bisnis ke depan. Saya sudah membangun perusahaan ini dari bawah. Sekarang giliran anak-anak saya." Lelaki yang telah memutih rambutnya itu mengitari sekitar. Terpajang di dinding ruangan tersebut beberapa prestasi yang Gerald Corp torehkan.
Perusahaan retail ini telah merajai bisnis di Indonesia. Tidak hanya swalayan yang telah tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Ada juga restoran dan beberapa hotel. Sekarang Adrian mengembangkan bisnis retailnya lewat situs online.
"Kamu sudah persiapkan semua berkas yang anak saya nanti pelajari?" Suara Tuan Adrian mengagetkan Dara. Perempuan itu mengangguk dan tersenyum.
Setelah selesai dengan bosnya, Dara bergegas menuju kantin yang terletak di lantai bawah. Saat ini, waktu istirahat telah tiba. Di sana terlihat Kila, sahabat Dara selama bekerja di perusahaan elite tersebut telah menanti bersama staf yang lainnya.
"Ra, gosipnya direktur baru kita ganteng kayak Crist Evan. Lo beruntung, deh, jadi sekretarisnya." Suara Kila menambah berisik suasana kantin yang tengah ramai.
"Sok tau lo!" Dara mematahkan pendapat Kila.
"Pak Adrian aja masih ganteng gitu meskipun udah tua. Gue jadi nggak sabar nunggu besok." Kila semakin menggila dan itu membuat Dara muak.
"Nggak usah berharap lebih, taunya direktur baru kita mukanya udik, beda jauh sama Pak Adrian." Dara terbahak-bahak.
"Lo aja yang kurang pergaulan. Jadi sekretaris emang jauh dari keramaian. Taunya duduk aja di samping bos. Dari divisi gue rame banget ngomongin direktur baru. Lo nggak simak gosip di grup kantor?" cerocos Kila.
Dara mengedikkan bahu. Dia mungkin satu-satunya karyawan yang tidak terlalu suka dengan gosip kantor.
Kila menjabat sebagai salah satu staf divisi marketing. Dara tahu jika divisi yang Kila naungi paling update tentang informasi kantor. Mungkin karena jangkauan anak marketing yang luas, sehingga berita apa pun di kantor, mereka yang pertama kali mengetahui.
Setelah menyelesaikan makannya, Dara berpamitan untuk kembali ke ruangannya. Perempuan cantik itu tidak memedulikan lagi obrolan teman-temannya yang sedang bergosip saat ini.
***
Keesokan harinya, seluruh jajaran staf Gerald Corp telah berkumpul di aula perkantoran tersebut. Tujuannya adalah menyambut sang direktur baru. Dara yang tidak terlalu antusias dengan direktur baru tersebut, hanya duduk di pojok ruangan sambil memainkan ponsel.
Sebenarnya, Dara lebih memilih Adrian sebagai atasannya. Jika dia boleh berunjuk rasa, maka dia akan menuntut Adrian untuk mencabut keputusannya pensiun saat ini.
Sepuluh menit berlalu, suasana yang tadinya riuh berubah menjadi sepi saat Tuan Adrian Geraldo memasuki ruangan tersebut. Di belakang lelaki bertubuh tegap itu, terdapat sosok sang direktur baru yang dinantikan.
Terdengar suara berbisik sesama karyawan membicarakan calon atasan mereka. Hal itu membuat Dara beralih dari ponselnya untuk melihat sosok yang menggantikan bos lamanya itu.
Dara mengerjapkan mata. Pandangannya fokus melihat sosok jangkung yang baru saja duduk di samping mantan atasannya itu. Berkali-kali Dara meyakinkan diri jika yang dilihatnya bukanlah sosok yang telah lama dia kenal dulu. Namun, wajah itu sama sekali tidak berubah. Mata tajam dengan iris kelabu dan hidung mancung yang menghiasi wajah itu. Hanya bulu tipis di dagu yang membuatnya berbeda dan dia terlihat lebih berotot dibanding tujuh tahun yang lalu.
"Untuk semuanya. Maaf telah menyita waktunya. Di sini saya akan memperkenalkan direktur baru di perusahaan kita. Alexander Geraldo. Mulai hari ini, anak saya yang akan memimpin perusahaan ini dan semoga ada terobosan baru setelah dia menjabat."
Jantung Dara seperti genderang yang tidak teratur berirama. Nama yang disebutkan tadi membuatnya semakin yakin jika sosok di depan itu adalah orang yang sangat ingin dia hindari tetapi juga sangat dirindukan.
Dara memegang dadanya yang berdetak kencang, mengatur napas untuk menetralkan suasana hati yang tidak menentu saat ini.
Setelah perkenalan tadi, Dara kembali ke ruangannya yang bersebelahan dengan ruangan direktur. Dia duduk menerawang, memikirkan pekerjaannya ke depan.
Sesaat dia menyesali telah memasukkan lowongan pekerjaan ke perusahaan ini. Lulusan strata dua manajemen seperti dirinya, bisa mendapatkan posisi yang lebih dibandingkan hanya seorang sekretaris. Namun, mencari pekerjaan di zaman sekarang sangat sulit. Jadi, ketika Dara dipanggil untuk wawancara kerja, dia menyanggupinya. Apalagi gaji sekretaris di perusahaan ini cukup tinggi.
Dara dikagetkan oleh sosok jangkung yang melintas di depan ruangannya bersama sang ayah. Ruangan sekretaris yang hanya bersekat kaca, membuat Dara memalingkan wajah supaya sang direktur baru tidak melihat.
Dara tahu yang dilakukannya adalah konyol, karena tidak lama lagi, dia akan menghadapi kenyataan bertemu sang direktur baru, meskipun enggan.
Sepuluh menit kemudian, interkom di ruangan Dara berbunyi. Tuan Adrian memerintahkan gadis itu untuk masuk ke ruangannya. Dara mengacak rambut panjangnya dan memaki diri sendiri karena tidak siap menghadapi kenyataan di depan sana.
Setelah mengatur napas dan merapikan penampilannya, Dara bangkit dan berjalan perlahan sambil membawa berkas yang dimaksud oleh Tuan Adrian. Dara dipersilakan masuk, wanita itu melihat Tuan Adrian duduk di kursi kebesarannya, sedangkan sang anak duduk di kursi depan meja tersebut sambil membaca beberapa tumpukan berkas di depannya.
Meja itu semakin dekat. Dara memperhatikan penampilannya dan berjalan dengan tegak menuju bidang datar tersebut. Saat sampai di meja, perempuan dua puluh lima tahun itu tersenyum dan mengangguk pada sang direktur.
"Alex, kenalkan ini Dara Prameswari sekretaris terbaik yang Papa miliki. Kamu akan betah bekerja dengannya."
Alex mengalihkan perhatiannya dari tumpukan berkas yang dia pegang. Matanya beralih pada sosok perempuan cantik di belakangnya. Pemuda itu tersenyum pada Dara sesaat, kemudian dia melanjutkan kembali aktivitasnya.
Dara tercengang. Apakah Alex telah melupakannya? Sambutannya tadi menandakan bahwa dia telah lupa. Dara lega, juga kecewa. Dengan tangan gemetar, dia meletakkan berkas-berkas yang Adrian maksud di atas meja.
"Oke, Al. Papa tinggal dulu. Kalau kamu ada sesuatu yang ditanyakan bisa menghubungi Dara. Ini berkas-berkas yang Papa maksud. Kamu bisa mempelajarinya. Papa permisi."
Setelah kepergian Adrian, Dara tidak tahu akan melakukan apa. Dia hanya berdiri di belakang Alex, sedangkan lelaki itu masih sibuk dengan berkas-berkasnya. Untuk memulai percakapan, Dara terlihat canggung. Jadi, dia hanya menunggu perintah saja saat ini.
"Jangan kamu pikir, setelah pakai softlens, saya lupa sama kamu."