Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mantan Istri CEO Tampan

Mantan Istri CEO Tampan

Syifa Safaah

5.0
Komentar
2.9K
Penayangan
115
Bab

"Saya akan bantu lunasi biaya operasi Andra. Tapi dengan satu syarat," ucap wanita tua itu pada Alana. "Apa syaratnya, Ma?" "Tinggalkan Andra, dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya!" Demi kesembuhan Andra, Alana rela meninggalkan suaminya itu dalam keadaan hamil. Andra sangat kecewa dan menyangka kalau Alana sengaja meninggalkannya. Hal itu membuat Andra membenci Alana dan akan membuat perhitungan saat mereka bertemu lagi nanti. Namun bagaimana jadinya jika mereka bertemu ketika Alana telah memiliki anak berusia tujuh tahun?

Bab 1 Pergi demi Andra

“Saya akan lunasi biaya operasi suami kamu. Tapi dengan satu syarat,” ucap seorang wanita tua yang masih terlihat cantik itu pada Alana. Wanita tua itu bernama Nita.

“Apa syaratnya, Ma?” tanya Alana dengan tubuh yang basah kuyup.

“Tinggalkan Andra. Dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya.”

Bola mata Alana membeliak. Ia terkejut dengan syarat yang diucapkan oleh ibu mertuanya. Meninggalkan Andra? Bagaimana mungkin.

Andra adalah suaminya. Terlebih saat ini lelaki itu sedang terbaring lemah di rumah sakit.

“Tapi aku tidak bisa melakukan itu, Ma. Aku tidak bisa meninggalkan Andra. Dia suamiku dan dia sangat membutuhkanku saat ini.”

“Andra anakku. Aku bisa merawatnya dengan baik,” tukas Nita cepat. “Dulu aku yang membesarkannya. Tapi setelah dewasa, dia malah jatuh ke dalam jerat perempuan miskin seperti kamu dan memilih pergi dari rumah ini. Sekarang lihat apa yang terjadi pada Andra? Kamu hanya bisa membawanya hidup susah. Kamu membuat Andra menderita. Jadi sebaiknya kamu tinggalkan dia. Biarkan Andra hidup bahagia dengan wanita yang lebih baik dari kamu,” lanjut Nita dengan nada tinggi.

Alana menggeleng. Berpisah dengan Andra? Membayangkannya saja Alana tidak sanggup.

Hujan masih mengguyur dengan deras, Alana hanya dibiarkan berdiri di depan pintu rumah. Sebab Nita tak akan pernah membiarkan Alana menginjakkan kaki di rumahnya yang megah.

“Aku dan Andra saling mencintai, Ma. Tolong jangan berikan syarat seberat ini. Aku berjanji akan berusaha membahagiakan Andra. Tolong jangan minta kami untuk berpisah. Apalagi saat ini aku sedang mengandung cucu Mama,” mohon Alana sambil menangis. Ia mengusap perutnya.

“Andra sudah tahu kamu hamil?” tanya Nita menyelidik.

Alana menggelengkan kepalanya. “Belum, Ma.”

“Bagus. Kalau begitu gugurkan,” cetus Nita tanpa perasaan.

Mata bening Alana membola, ia menggeleng dengan cepat.

“Tidak, Ma. Aku tidak mau membunuh bayi ini. Ini buah cinta kami, dia tidak berdosa.”

Nita berdecih dengan kesal. “Andra itu lelaki sehat. Dia masih bisa mendapat banyak anak dari wanita lain. Kalau kamu benar-benar sayang pada anak saya dan ingin dia sembuh. Maka tinggalkan dia dan pergi jauh dari kehidupannya. Hanya itu.”

Alana mengusap air matanya, kepalanya terangkat dengan wajah memohon.

“Aku tidak bisa meninggalkan Andra, Ma. Aku mencintainya,” ucap Alana.

Nita menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Tanda ia mengejek.

“Terserah kalau kamu tidak mau meninggalkan anak saya. Maka silahkan cari uang ke tempat lain,” ucap Nita lalu membalikan tubuhnya hendak masuk ke dalam rumah.

Alana terhenyak mendengar perkataan ibu mertuanya. Kemana lagi Alana harus mencari uang untuk biaya operasi Andra? Ia tidak memiliki sanak saudara untuk dimintai pertolongan. Sementara operasi Andra harus segera dilakukan malam ini juga. Jika tidak, nyawa Andra dalam bahaya.

Maka sebelum Nita benar-benar menutup pintu, dengan cepat Alana menahannya.

“Tunggu, Ma.”

“Ada apa lagi?” sentak Nita.

“Aku, aku bersedia meninggalkan Andra,” putus Alana pada akhirnya. Nita langsung menyunggingkan senyum kemenangan. “Tapi tolong bantu biayai operasinya, Ma. Dokter bilang Andra harus dioperasi secepatnya,” lanjut Alana.

Sebagai seorang istri, Alana tahu ini pilihan yang berat. Meninggalkan suami yang dicintai dengan keadaan hamil. Tapi apa yang bisa Alana perbuat? Saat ini hidup dan mati Andra bergantung padanya.

***

Alana terduduk di depan ruang operasi Andra, ia meremas buku jarinya dengan erat. Sementara salah satu tangannya memegang sebuah map yang harus ia tandatangani.

“Cepat tanda tangan! Kenapa lama? Kamu mau Andra lebih lama lagi mulai operasinya?” sentak Nita yang berdiri melipat kedua tangannya di depan Alana.

Alana mendongkak menatap Nita. Namun ibu mertuanya itu sama sekali tidak peduli dengan matanya yang sembab. Alih-alih pada janin yang sedang dikandungnya.

‘Maafin aku, Ndra. Aku terpaksa menandatangi surat cerai ini demi kesembuhan kamu. Sekali lagi aku minta maaf, Ndra. Aku cinta kamu,’ ucap Alana dalam hati.

Sebelum kemudian ia menggerakan tangannya untuk membubuhkan tanda tangan di atas kertas itu. Surat cerai yang telah dipersiapkan oleh ibunya Andra.

Melihat tangan Alana yang bergetar, senyum puas langsung tergambar di wajah Nita. Ia senang karena akhirnya Andra dan Alana berpisah. Maka Nita bebas menjodohkan Andra dengan wanita pilihannya.

“Sudah, Ma,” ucap Alana pelan setelah ia selesai menandatangani surat cerainya.

Nita merebut map itu kasar. Lantas senyumnya semakin lebar saat melihat tandatangan Alana di sana.

“Bagus. Sekarang kamu pergi dari sini,” usir Nita.

Alana bangkit berdiri dan menggeleng.

“Biarkan aku menunggu sampai operasi Andra selesai, Ma. Aku mau tahu pasti keadannya.”

“Andra akan baik-baik saja. Sekarang kamu tepati janji kamu. Pergi sejauh mungkin dari hidup anak saya. Jangan pernah tunjukan batang hidungmu sedikitpun di depan Andra. Dan satu lagi, besok pagi kamu harus sudah mengosongkan kontrakan kalian. Karena saya tidak mau Andra mencari kamu ke tempat kumuh itu,” sentak Nita memberi peringatan. Lalu mendorong Alana hingga mundur beberapa langkah ke belakang.

“Ma, aku akan pergi Ma aku janji. Tapi aku mau tunggu sampai operasi Andra selesai. Biarkan aku tetap di sini dulu. Aku mau tunggu Andra, Ma.”

“Satpam!” Nita berteriak memanggil keamanan. Alana menggeleng dan terus memohon pada ibu mertuanya.

Tak lama seorang lelaki berseragam keamanan datang menghampiri Nita.

“Iya, Bu.”

“Perempuan ini membuat kegaduhan di depan ruang operasi anak saya. Tolong seret dia keluar!”

“Baik, Bu. Ayo, Mbak. Ikut saya keluar.” Satpam itu menarik tangan Alana.

“Tidak mau. Andraa! Andra! Ma, aku mau tunggu Andra Ma.”

Alana terus berteriak. Namun Nita sama sekali tidak peduli. Ia tersenyum senang melihat Alana terus diseret keluar.

“Akhirnya, saya bisa juga pisahkan kamu dengan Andra. Anak saya tidak pantas bersanding dengan perempuan miskin seperti kamu, Alana,” ucap Nita sambil berpangku tangan.

***

Jarum jam di dinding rumah sakit menunjukan pukul dua pagi.

Nampak seorang lelaki bertubuh tegap dan jangkung terbaring lemah di sebuah ranjang. Perlahan jari-jemarinya bergerak lembut. Bergetar seolah ingin menunjukan kalau ia telah sadar.

Meski berat, lelaki itu berusaha membuka kelopak matanya sedikit. Maka langit-langit rumah sakit menjadi pemandangan pertama yang ia lihat.

“Al-ana..”

“Alana..”

Suaranya bergetar memanggil nama wanita yang begitu ia cintai. Matanya menatap sekeliling, tapi ia tidak melihat siapapun di dalam ruangan ini. Kemana Alana?

“Alana!”

Kini ia memanggil dengan suara yang agak keras. Hingga membuat Nita dan suaminya yang sedang tidur di sofa, terbangun. Mereka terkejut mendengar Andra berteriak memanggil-manggil Alana. Nita dan Darma—suaminya, langsung menghampiri Andra saat melihat lelaki itu hendak bangkit untuk turun dari ranjangnya.

“Andra! Kamu tidak boleh turun dulu. Kaki kamu masih sakit. Bekas operasi kamu belum sembuh betul, Ndra!” Nita menahan lengan Andra dengan panik.

“Istirahat, Andra. Dokter menyarankan kamu jangan terlalu banyak bergerak,” Darma menambahkan. Sembari membetulkan posisi Andra agar berbaring dengan benar.

“Di mana Alana, Ma? Pa? Kenapa Andra tidak melihat dia?”

Nita berdecak dalam hati. Orang pertama yang Andra tanyakan pasti Alana. Sepertinya wanita itu sudah berhasil menguasai hati dan pikiran Andra.

Darma pun memasang wajah malas saat mendengar nama Alana. Menurutnya, nama Alana bahkan tak pantas untuk sekadar disebut-sebut di dalam keluarga mereka.

Kedua orang tua Andra memang sangat membenci Alana, karena mereka menganggap kalau Alana sudah membuat Andra memilih meninggalkan rumah demi menikah dengannya.

Padahal dulu Andra sudah mau dijodohkan dengan anak rekan bisnis mereka. Tetapi Andra menolaknya dengan tegas. Lantas pergi dari keluarganya, dan menikah tanpa restu dengan wanita miskin seperti Alana.

“Ma? Aku sedang bertanya. Di mana Alana?”

“Alana sudah pergi, Ndra,” Nita menjawab pelan. Sambil menampilkan wajah sedih di depan Andra.

“Pergi? Pergi bagaimana maksudnya?” Andra bertanya panik.

“Dia pergi meninggalkan kamu bersama laki-laki lain.” kali ini Darma yang menjawab.

Dan kening Andra berkerut mendengarnya. Papanya bilang kalau Alana pergi bersama laki-laki lain? Tidak! Andra tidak akan percaya itu sedikitpun.

Alana sangat mencintainya. Mana mungkin ia akan tega meninggalkan Andra? Orang tuanya pasti bohong. Alana tidak pernah meninggalkannya.

Jika berkenan, mampir ke novelku yang lainnya yuk! Siapa tahu ada yang kalian suka.

Judulnya:

1. CEO in My Bed

2. Gadis yang Ternoda

3.Salah Pilih Pengantin.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Syifa Safaah

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku