Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Salah Pilih Pengantin

Salah Pilih Pengantin

Syifa Safaah

5.0
Komentar
1.1K
Penayangan
52
Bab

Fauzan sangat mencintai Rani. Namun sebuah kesalahpahaman justru membuat Fauzan terpaksa menikahi Zahra, kakak kandung Rani. Bagaimana kisah Fauzan dan Rani selanjutnya? Dapatkah mereka hidup bersama atau justru mereka akan benar-benar menjalani kehidupan mereka masing-masing?

Bab 1 Lari dari Pernikahan

Seorang gadis cantik dengan riasan wajah yang nyaris sempurna. Berkali-kali mengusap sudut matanya dengan tissue yang ia pegang. Mata beningnya mengerjap-ngerjap di depan cermin kamar. Berharap riasannya takkan luntur.

Sebab hari ini adalah hari yang sangat spesial. Kakak perempuannya akan menikah. Namun celakanya, dengan lelaki yang ia cintai.

Tok! Tok! Tok!

“Rani! Kamu masih di kamar? Cepat keluar!”

Suara teriakan dan ketukan pintu membuat gadis bernama Rani itu segera menghentikan aksi menangisnya. Ia buru-buru meraih tissue lagi dan membersihkan tetes air terakhir di sudut matanya.

“Cepat Rani! Kamu sedang apa sih?”

“Iya sebentar. Ini mau aku buka,” kata Rani sembari melangkah menuju pintu, untuk kemudian membukanya.

Setelah pintu itu terbuka, maka wajah kesal ibunya langsung terhidang di depan mata.

“Kamu sedang apa di sini? Semua orang di bawah sedang panik dan kebingungan. Kakakmu terus menangis dan kamu malah menyibukkan diri di dalam kamar,” omel ibu yang seketika membuat kening Rani mengerut.

Apa yang terjadi di bawah?

“Memangnya kenapa Kak Zahra menangis?” tanya Rani bingung.

Ibu mengusap keningnya sambil menghela napas lelah. Nampak sekali gurat bingung di wajah tua itu.

“Fauzan! Fauzan menghilang. Padahal seharusnya ijab kabul sudah dari tadi. Tapi tidak ada yang tahu Fauzan kemana.”

Bola mata Rani membeliak mendengar apa yang dikatakan ibunya. Fauzan menghilang? Calon suami kakaknya menghilang. Pantaslah Kak Zahra menangis.

Tapi kemana lelaki itu? Kenapa ia malah melarikan diri di hari pernikahannya ini?

“Apa Fauzan sudah dihubungi?” Rani bertanya lagi.

Dan ibunya menggeleng lemah.

“Mama dan papanya sudah menghubungi berpuluh-puluh kali. Sebelum mereka sampai ke sini, Fauzan bilang pada orang tuanya kalau ia akan pergi sendiri naik motor. Tapi sampai sekarang dia belum juga tiba. Penghulu tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dan ibu juga kasihan melihat Zahra. Jangan sampai pernikahannya batal lagi. Tolong bantu sesuatu, Rani.”

Kini ibu sudah menangis sambil kedua tangannya mencengkram lengan Rani. Berharap anak bungsunya itu bisa menemukan jalan keluar.

Ibu benar. Kak Zahra sudah pernah mengalami kepahitan ini. Pernikahan yang batal karena ditinggal calon mempelai pria. Tidak! Jangan sampai Kak Zahra merasakan ini untuk yang kedua kalinya.

“Rani, ibu tidak sanggup kalau sampai kakakmu trauma lagi. Kasihan dia. Dulu Randi meninggal di hari pernikahan. Dan sekarang Fauzan menghilang entah kemana. Kenapa nasib Zahra selalu seburuk ini? Kenapa?” ibu terus menangis. Kini wanita tua itu telah melepaskan cengkramannya di lengan Rani. Dan memilih menyandarkan dirinya di tembok sembari memukul-mukul benda mati itu.

Dari bawah sana, Rani mendengar suara tangis Zahra yang menyayat hati. Tanpa sadar Rani menggerakkan tubuhnya untuk melihat dari atas balkon.

Dan benar saja. Zahra sedang menangis di dekapan ibunya Fauzan. Terdengar maaf berkali-kali dari mulut kedua orang tua Fauzan pada Zahra.

“Maaf Zahra. Tante yakin, Fauzan pasti tidak benar-benar lari dari pernikahan kalian. Tante janji sama kamu. Fauzan pasti akan segera ditemukan. Pernikahan kalian akan terjadi. Itu pasti.Tante mohon jangan menangis.”

Rani menggigit bibirnya. Perkataan lembut dari ibunya Fauzan ternyata tak cukup untuk membuat Zahra tenang. Tentu saja. Siapa yang akan tenang jika calon mempelai prianya belum juga tiba di tempat.

Tapi tunggu! Sepertinya Rani tahu kemana lelaki itu pergi?

“Dia pasti ke sana. Aku sangat yakin,” gumam Rani nyaris seperti berbisik.

“Ran, Kamu mau ke mana?” ibu bertanya saat melihat Rani hendak pergi membawa tasnya.

Rani menoleh. “Aku mau pergi sebentar, Bu. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan,” kata Rani lalu mengusap pipi ibunya yang basah.

“Aku akan segera kembali,” lanjut Rani sebelum kemudian ia pergi terburu-buru menuruni tangga.

Rani tidak punya waktu untuk menjelaskan pada ibunya yang memasang wajah bingung. Ia harus cepat tiba di tempat itu. Ya. Rani harus menyelesaikan semuanya. Atau semuanya akan benar-benar selesai.

***

Di atas sebuah jembatan gantung, seorang lelaki tampan berperawakan tegap dan jangkung nampak berdiri dengan gagahnya. Nampak ia telah rapi dengan setelan tuxedo berwarna hitam.

Rambutnya yang berwarna cokelat gelap itu kadang bergerak tertiup angin. Banyak sepasang mata yang berlalu lalang dan terpesona melihat rupanya.

Namun lelaki itu tidak peduli. Ia masih setia menatap angin. Angin yang sama sekali tak bisa membuat sejuk hatinya.

“Ternyata dugaanku benar. Kamu memang ada di tempat ini,” ucap Rani yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Fauzan.

Tanpa membalikkan badannya, Fauzan memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana. Lantas ia berkata “Dan dugaanku juga benar. Kamu masih ingat tempat ini. Tempat dimana aku pernah berjanji akan menjadikanmu istri—“

“Cukup, Fauzan!” potong Rani cepat.

Barulah Fauzan membalikan badannya. Ia menatap Rani dengan alis yang terangkat.

“Kenapa, Rani?”

“Berhenti bersembunyi seperti seorang pengecut. Hari ini adalah hari pernikahanmu. Semua orang sudah menunggumu di rumah. Orang tuamu panik dan kebingungan. Dan Kak Zahra ... dia menangis.” Rani menjelaskan.

“Lalu kau sendiri bagaimana?” tanya Fauzan pada Rani. “Apa di dalam hatimu ini tidak menangis?” lanjut Fauzan dengan telunjuk kanannya mengarah pada Rani.

“Fauzan...” Rani mencicit. Ia bingung harus menjawab apa. Terlebih ketika Fauzan semakin memajukan langkahnya hingga tubuh mereka hampir tak berjarak.

“Aku hanya mencintaimu, Rani. Dan aku tidak bisa menikah dalam kepura-puraan,” kata Fauzan setengah berbisik. Kedua jemari tangannya yang keras itu masuk ke dalam helai rambut Rani yang hari ini disanggul membentuk bunga.

Rani nampak cantik dalam balutan kebaya berwarna pink. Tapi sayangnya ia bukanlah pengantinnya saat ini. Rani hanya pendamping Zahra. Mempelai wanita yang sesungguhnya.

“Tolonglah, Fauzan. Jangan hancurkan kebahagiaan orang tuamu dan kakakku. Mereka semua terlanjur mengharapkan pernikahan ini,” ucap Rani berusaha meyakinkan Fauzan.

Padahal hatinya menjerit ingin memeluk lelaki itu.

“Tapi aku sama sekali tidak mengharapkannya, Rani!” sentak Fauzan dengan keras. Suara bariton itu membuat Rani tersentak kaget.

Fauzan menjauh sedikit sambil mengusap wajahnya dengan gusar. Lalu kemudian ia kembali menatap Rani dengan mata yang berkaca-kaca.

Tapi Rani tahu kalau Fauzan sedang berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

“Sejak awal aku hanya mencintaimu. Aku tidak pernah memiliki perasaan sedikitpun terhadap Zahra. Bagaimana mungkin aku akan menikah dengan orang yang tidak aku cintai? Ini tidak benar. Aku tidak bisa begini.”

Fauzan benar. Menikah dengan orang yang tidak dicintai memang bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Andai saja Zahra tak salah paham sejak awal. Mungkin sekarang mereka tak akan terjebak dalam situasi sesulit ini.

Zahra mengira, kalung dan bunga mawar yang Fauzan bawa malam itu adalah untuknya. Padahal kedua benda itu untuk Rani.

Fauzan terkejut saat dengan tiba-tiba Zahra memeluknya dengan erat. Dan berkata kalau ia juga mencintainya. Celakanya di saat seperti itu Rani dan kedua orang tuanya datang. Mereka melihat Zahra yang berada dalam dekapan Fauzan.

Hari itu hati Rani serasa dipatahkan. Namun hati kedua orang tuanya senang karena akhirnya, Zahra bisa membuka hatinya untuk lelaki lain setelah kepergian Randi.

Fauzan memang bertetangga dengan keluarga Rani sejak kecil. Namun setelah smp, Fauzan pindah sekolah ke luar negeri. Dan ia kembali lagi ke Indonesia setelah dirinya sukses. Ia kembali bukan tanpa alasan. Melainkan untuk menunaikan janjinya pada Rani saat kecil dulu. Janji untuk menikahi Rani.

Ya. Di atas jembatan gantung inilah Fauzan mengatakan janjinya. Tapi sekarang, janji hanya tinggal janji. Fauzan pun tidak tahu lagi bagaimana cara mewujudkannya.

“Aku tahu ini sulit untuk kita. Tapi ada banyak orang yang akan kecewa kalau sampai pernikahan ini batal. Dan aku juga tidak mau Kak Zahra merasakan kegagalan untuk yang kedua kalinya.”

“Kalau begitu.. ayo kita coba beri pengertian pada Zahra dan keluarga kita. Kalau sebenarnya kita saling mencintai. Dan mereka hanya salah paham selama ini. Ayo, Rani.” Fauzan menarik sebelah pergelangan tangan Rani. Dan hendak melangkah.

Namun Rani menahannya. Membuat kening Fauzan berkerut.

“Tidak.” Rani menggelengkan kepala. “Aku sudah pernah melihat Kak Zahra hancur. Dan dia akan semakin hancur, saat kamu mengatakan yang sebenarnya. Jadi aku mohon jangan lakukan ini,” tolak Rani.

Fauzan merapatkan bibirnya. Ia lalu menarik tangan Rani, dan mengguncang-guncangkan tubuh gadis itu.

“Lalu aku harus melakukan apa? Berpura-pura mencintainya dan menerima pernikahan ini? Itu maumu? Iya?” sentak Fauzan di depan wajah Rani.

“Asal kamu tahu, Rani. Zahra justru akan lebih hancur saat ia tahu kalau ternyata suami yang ia nikahi telah mencintai wanita lain,” lanjut Fauzan dengan suara yang lebih pelan dari sebelumnya.

Rani menundukan kepala. Ia pun bingung harus melakukan apa. Tapi menurutnya, saat ini keputusan untuk melanjutkan pernikahan Zahra adalah yang terbaik.

Dalam beberapa saat mereka terdiam. Hanya semilir angin yang terdengar mendesau lemah di telinga. Tidak ada yang peduli dengan riasan mata Rani yang kacau balau. Toh gadis itu masih tetap terlihat cantik dalam kondisi apapun.

Mata Fauzan kembali tertuju pada Rani, saat Rani mendongkak menatapnya.

“Kalau begitu, kita buat Kak Zahra tidak pernah tahu hal ini,” kata Rani tiba-tiba.

“Maksudmu?” Fauzan bertanya dengan kening yang berkerut.

Jika berkenan, mampir ke novelku yang lainnya yuk! Siapa tahu ada yang kalian suka.

Judulnya:

1. Mantan Istri CEO Tampan

2. CEO in My Bed

3. Gadis yang Ternoda

4. Salah Pilih Pengantin.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Syifa Safaah

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku