Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Keringat terus membasahi dua tubuh yang saling menyatu dan beradu. Meskipun AC cukup dingin, tapi tidak mampu menghilangkan keringat mereka yang mengucur deras.
"Akhhh!" pekik keduanya saat mencapai puncaknya. Nafas mereka terengah-engah, rasanya sedikit kehilangan oksigen karena energi mereka terkuras habis.
"Sayang, tadi itu sungguh sangat luar biasa. Terima kasih banyak ya, aku sangat sayang dan cinta padamu," ucap Marlon lalu mencium kening Natalia dengan lembut.
Natalia tersenyum tertahan, sebenarnya Natalia sedang memikirkan sesuatu setelah pergulatannya dengan Marlon beberapa kali belakangan ini.
"Baby? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Marlon menyidik sambil mengelus puncak kepalanya gemas.
Pasalnya wajah Natalia terlihat mendadak mendung. Amat berbeda dengan beberapa menit lalu, yang terlihat sangat menggairahkan. Dan biasanya Natalia akan membalas ciumannya dengan panas, walaupun permainan telah berakhir.
"Aku hanya minta kepastian darimu. Kita sudah lima tahun lamanya berpacaran, lalu kapan kamu akan mengenalkan aku pada keluargamu?" tanya Natalia dengan wajah penuh harap. Jemarinya memainkan dada bidang milik Marlon.
Natalia benar-benar tidak pernah berhasil mendapatkan jawaban pasti selama ini jika dirinya menanyakan perihal tersebut. Natalia selalu gagal dalam mendapatkan kepastian hubungan mereka ke depannya.
Seketika Marlon terlihat gugup lantas Marlon beranjak dari tempat tidur dan berjalan membelakangi Natalia yang masih polos tanpa pakaian di atas ranjang.
"Sepertinya aku harus segera pergi bekerja, aku akan kirimkan beberapa nominal uang untuk kamu belanja hari ini. Malam ini aku tidak bisa temani kamu makan, kamu bisa ajak teman-temanmu untuk menemanimu." Marlon memunguti pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Natalia hanya membisu.
Dan seperti dugaannya, Marlon selalu menghindar dan tidak pernah memberikan jawaban untuk Natalia. Wanita mana yang bisa hidup dengan ketidakpastian? Mungkin itulah Natalia.
"Sebenarnya aku bisa saja menyelidiki untuk tau alasan dia. Tapi misal aku cari tau, dia pasti akan marah karena dia dulu pernah memperingatkan akan hal itu. Tapi apakah aku harus terus menunggu dan menunggu sampai dia benar-benar siap?" gumam Natalia sambil terus memandang ke arah pintu kamar mandi yang telah tertutup.
Sesaat hening, yang terdengar hanya suara air dari dalam kamar mandi.
"Apa aku harus hamil terlebih dahulu agar aku bisa menikah dengannya? Lagipula mama dan papa juga sudah lama menginginkan agar aku menikah karena ingin menimang cucu."
Kini Natalia membayangkan bagaimana reaksi Marlon jika dirinya mengandung anaknya, pastilah Marlon tidak memiliki pilihan lain selain mengenalkan Natalia pada kedua orang tuanya lalu menikahinya. Tidak akan ada drama Marlon untuk menghindari kepastian hubungan mereka lagi.
Lamunan Natalia buyar seketika setelah mendengar suara dering telepon ponsel milik Marlon
Kedua bola mata Natalia menatap layar ponsel Marlon yang berada di atas nakas. Di sana terlihat dengan jelas kontak nama yang telah memanggil Marlon.
"Pa-pa?" Natalia mengeja.
***
CV. ADI JAYA
Seperti hari biasanya, kesibukan pagi menjadi rutinitas semua karyawan kantor. Dari mulai cleaning servis sampai manager, mereka bekerja dengan penuh semangat.
"Selamat pagi, Boss," sapa tukang parkir. Marlon sedikit mengangguk dan menyerahkan kunci mobilnya.
Marlon melihat karyawan itu tidak lekas mengambil kunci di tangannya dan justru malah memperhatikan Marlon, walaupun dengan cara melirik saja.
"Kau lihat apa? Ambil ini, cepat! Mau ku pecat?" tegur Marlon.
Seperti biasanya, Marlon akan sangat marah jika karyawannya tidak sigap. Apalagi terkesan tidak konsentrasi pada saat bekerja.
"Iy-iya, Boss. Ampun, Boss. Jangan pecat saya," sahutnya dengan ketakutan.