/0/19596/coverorgin.jpg?v=4172502190521cf3752a4000f022e3b9&imageMogr2/format/webp)
“Jika pertemuan itu harus datang dengan bahagia, bagaimana jika pertemuan itu harus berawal dengan sebuah tangis dan derita? Apakah kamu sanggup untuk merasakan itu?"
Apakah salah jika kita berharap pada sebuah rasa untuk menemukan arti memiliki kembali? Ataukah kita bisa membelah indah untuk meneladani kalnbu kita dalam sebuah penantian? Dan apakah kita pantas membahas untuk tetap saling berpeluk agar saling meneladani kalbumu dan kalbuku? Entahlah, tetapi aku yakin jika semua penantian panjang akan terbayar lunas dengan sebuah pertemuan nantinya, meskipun pertemuan untuk terakhir kalinya.
Seperti saat ini, lorong kampus terlihat berlalu-lalang mahasiswa dan mahasiswi serta beberapa dosen untuk menikmati makan siang yang telah menunggu mereka di kantin. Dion Langit Anggara, salah seorang dosen yang mengampu mata kuliah Sastra Indonesia di sebuah fakultas bahasa dan seni itu kini berjalan kearah kantin untuk berharap bisa menikmati secangkir kopi dan tentunya sebatang nikotin untuk mengembalikan semua mood mengajarnya kembali.
“Bu, kopi hitam satu cangkir tanpa gula ya, berapa?” Dion mengeluarkan dompet untuk membayar kopi yang dia pesan.
“Lima ribu saja pak Dion, kelihatan sangat kusut hari ini bapak,” balas ibu kantin itu sembari menyiapkan kopi hitam miliknya.
Dion hanya tersenyum dan segera memberikan uang untuk pesanannya tersebut, “Ambil kembaliannya bu. Saya duduk di sebelah sana ya, terimakasih.”
Dengan segera dia berjalan kearah meja dan tempat duduk yang berada tepat di sudut kantin yang terlihat kosong dan sunyi, mungkin sesunyi hatinya saat ini. Bagaimana tidak? Umurnya yang hampir menginjak tiga puluh tahun itu masih belum memiliki tambatan kekasih untuk hatinya.
Sebatang rokok telah dibakarnya, asap tipis telah dinikmatinya tanpa beban meskipun ada sedikit sebuah rasa yang telah mengganjal di hatinya. Tatapannya lurus tepat kedepan kursi yang kosong tetapi sesaat kemudian dia tersenyum simpul.
“Andaikan kamu masih mau menunggu saat itu, mungkin kita sudah saling menyatu saat ini dan selamanya. Tapi . . .,”
Ucapannya terputus karena ibu kantin telah meletakkan secangkir kopi dan kemudian deringan ponselnya memberikan notifikasi jika ada sebuah pesan.
“Dia lagi, kenapa mahasiswi macam dia selalu menggangu waktuku untuk bersantai,” ucapnya sambil membalas pesan di ponselnya.
Kemudian dia kembali menikmati rokoknya dan tak lupa dia menuangkan kopinya di tempat khusus untuk mendinginkan cairan hitam itu untuk dinikmati hangat-hangat. “Kopi tanpa gula sangat nikmat, senikmat kamu yang dulu pernah berjanji untuk saling bersama,”
Lima menit kemudian, seorang mahasiswi telah berdiri di belakangnya, “Permisi pak, mohon maaf menggangu waktunya, saya . . .”
“Rain Octavia, mahasiswi akhir yang ingin revisi skripsi dengan saya. Silahkan duduk dan segera selesaikan apa yang perlu diselesaikan,” ucap Deny datar.
Rain, mahasiswi akhir itu memutar bola matanya malas mendengar ucapan dosen pembimbingnya itu. Jika tidak karena tugas skripsi yang dia selesaikan, maka dia tak perlu repot-repot berurusan dengan dosen dingin macam, Dion Langit Anggara.
“Iya pak, ini yang kemarin bapak minta revisi dan sudah saya revisi semuanya. Bapak mau minum apa?” tanya Rain seramah mungkin.
Dion hanya diam dan mengoreksi berkas skripsi milik Rain, tawarannya yang seolah tak dianggap kini membuatnya untuk memonyongkan bibirnya tepat di depan Dion.
“Jangan tersingung jika aku tak menjawab tawaran dari anda, bisa lihat bukan? Sudah ada kopi hitam dan ini kenapa harus ada tanda titik dua kali dalam satu kalimat? Ini juga, kenapa teori sastra yang kemarin sudah saya berikan tidak anda jabarkan? Mau lulus cepat atau tidak anda, Rain Octavia!!” suara tegas terdengar membunuh untuk Rain.
“Tapi pak? Kemarin bukankah bapak membenarkan teori tersebut? Dan . . .” suara Rain terputus karena sorot mata tajam Deny terlihat sangat membunuhnya.
“Perbaiki lagi dan saya tunggu sampai nanti sore di cafe senja tengah kota, permisi.”
Dion kini berjalan meninggalkan Rain seorang diri, entah kenapa hatinya sakit ketika melihat wajah Rain. Wajah yang selalu dia kagumi dulu, pada sosok perempuan yang berhasil mengisi hatinya tetapi dia segera menepis semua wajah yang telah menyita semua waktunya saat itu.
Rain yang melihat skripsinya dicoret begitu banyaknya hanya bisa menghela nafas berat, dia menatap punggung dosennya itu dengan tatapan benci, “Kok bisa dosen sepertia masih hidup, harusnya masuk ke museum. Dasar dosen killer.”
Kini dia kembali menuju perpustakaan kampus untuk menyelesaikan skripsinya yang nanti sore dan mungkin hari ini harus mendapatkan tanda tangan dosennya tersebut untuk bisa sidang skripsi secepat mungkin. Dengan langkah yang sedikit malas kini dia memasuki perpustakaan yang terlihat hanya ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi seperti dirinya yang menyelesaikan skripsi atau hanya sekedar menikmati udara dingin di perpustakaan.
Langkahnya terhenti ketika seorang mahasiswa tengah tersenyum kearahnya, rasa lelah dan kesal yang menerjangnya tadi berubah menjadi senyuman yang begitu manis, “Bubub di sini? Sejak kapan?”
/0/18526/coverorgin.jpg?v=10f644ac064738ee8f1479f8d86e7075&imageMogr2/format/webp)
/0/6580/coverorgin.jpg?v=513f970116c7e1864ed8139e98e528bd&imageMogr2/format/webp)
/0/5021/coverorgin.jpg?v=bc6abd5782a5baabd2e1e23c49ab8aa9&imageMogr2/format/webp)
/0/9123/coverorgin.jpg?v=df3ed85080829d0f669d3faefd033b48&imageMogr2/format/webp)
/0/13269/coverorgin.jpg?v=e0f869f555d712643a6a4b5f8323b6e6&imageMogr2/format/webp)
/0/5717/coverorgin.jpg?v=21c6766f050564eee3b81768fc5bc80a&imageMogr2/format/webp)
/0/18349/coverorgin.jpg?v=cf37b72abd26dae4467f484c4694da1d&imageMogr2/format/webp)
/0/2647/coverorgin.jpg?v=5ac96eafb64a5652c4a3110785d3957c&imageMogr2/format/webp)
/0/11013/coverorgin.jpg?v=20250123144639&imageMogr2/format/webp)
/0/21995/coverorgin.jpg?v=a1cf998a1b689e6411fb8c81debcacc5&imageMogr2/format/webp)
/0/2489/coverorgin.jpg?v=6b31df2b22d4c53b3731b2584080db0b&imageMogr2/format/webp)
/0/13199/coverorgin.jpg?v=96a606e5c0b8eea5f4bcbf05d5803233&imageMogr2/format/webp)
/0/23463/coverorgin.jpg?v=14b6c476052f0f49b30a09048b18a451&imageMogr2/format/webp)
/0/22007/coverorgin.jpg?v=1856eaa848a741c99db1be901ed52ad8&imageMogr2/format/webp)
/0/2554/coverorgin.jpg?v=4f1df17654105019535f89dd1fbdd854&imageMogr2/format/webp)
/0/9999/coverorgin.jpg?v=a0e9c1c980d7a85f8bf71726e2aafcb8&imageMogr2/format/webp)
/0/16972/coverorgin.jpg?v=331c317641d46ab882e866da9fe8cf27&imageMogr2/format/webp)
/0/2949/coverorgin.jpg?v=0de6347e304d2780a4ea09a260e11c82&imageMogr2/format/webp)