Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Last Twilight
5.0
Komentar
9
Penayangan
24
Bab

Tentang Senja Aluna yang tidak pernah tahu kesalahan apa yang pernah ia perbuat pada orang tuanya dulu sampai Ayah dan Bunda tidak pernah mempedulikan Senja sedikitpun. Juga tentang adiknya yang mengidap penyakit mematikan membuat Senja harus menanggung segala luapan amarah dari Bundanya. Kasih sayang? Perhatian? Apa itu? Senja tidak pernah merasakan itu dari kedua orang tuanya. Hanya Dilan, sahabatnya yang mampu memahami dan menjadi pelindung bagi Senja. Namun bagaimana kalau akhirnya Tuhan menjauhkan Dilan dari dirinya? Siapa yang akan menjadi pelindung bagi Senja? Senja hanya ingin di sayang Bunda. Senja hanya ingin diperhatikan Bunda. Senja hanya ingin di cium Bunda. "Bunda, peluk Senja sekali aja. Boleh?" - Senja Aluna. "Senja, sini peluk Bunda sepuasnya, Nak." - Bunda.

Bab 1 Di hukum

Bab. 1

Apa yang kamu tahu arti tentang senja? Waktu terbaik memaknai hidup? Atau waktu yang mengajarkan kita kalau apapun yang telah berlalu pasti akan berakhir indah?

Bagi Senja Aluna, makna senja adalah mengajarkan kita bahwa sesuatu yang terlihat indah sebagian besar hanya bersifat sementara.

Ketika semua orang menyukai senja, maka Senja Aluna tidak menyukainya. Ketika semua orang menyukai pelangi, maka Senja Aluna tidak pula menyukainya.

Tidak ada yang istimewa dari dua hal itu. Keduanya sama-sama bersifat sementara.

Senja Aluna. Gadis lucu dengan segala sifat polosnya mampu membuat orang di sekitarnya menyukai gadis itu. Senja bukan primadona sekolah bukan juga anak kaya raya yang mampu menciptakan daya tarik bagi orang di sekitarnya. Ia hanyalah gadis kecilnya Andra, ayahnya. Senja Aluna tidak peduli dengan segala bentuk ketenaran siswa yang ada di sekolah. Baginya, bisa bersekolah dengan baik sampai ia lulus saja sudah cukup.

Siang ini, cuaca terasa begitu terik. Tidak ada awan putih yang menyelimuti langit. Warna biru begitu mendominasi hamparan angkasa. Membuat beberapa orang memilih untuk berada di dalam ruangan agar terhindar dari teriknya matahari yang begitu menyengat.

Namun, sepertinya hal itu tidak berlaku bagi Senja. Gadis itu dengan peluh yang membanjiri wajahnya terlihat tengah menyapu halaman sekolah. Sesekali gadis itu menyeka peluhnya. Bahkan wajah putihnya menjadi sedikit kemerahan karena terpapar sinar matahari.

"Kenapa jadi Senja yang dihukum? Padahal, 'kan, Dilan yang bikin salah," omelnya sambil terus mengumpulkan daun-daun kering yang berterbangan karena terbawa angin.

"Senja, semangat!" teriak seseorang di ujung halaman membuat Senja mencebik kesal. Bibir mungilnya tak berhenti menggerutu.

"'Kan, Dilan yang salah, harusnya Dilan bantuin Senja!" balas gadis itu sambil mengangkat sapu lidi yang ada di tangannya.

Sementara Dilan, lelaki itu tampak tertawa pelan. Kemudian berlari menghampiri Senja. "Yaudah, gue bantu doa, deh." Senja merengut kesal kemudian menjatuhkan sapunya.

"Dilan!!" pekik gadis itu.

Dilan tertawa lagi kemudian tangannya bergerak mengusap sayang pucuk kepala Senja. "Iya, deh. Maaf, ya? 'Kan gue tadi nggak tau kalo malah lo yang kena hukum," ujar lelaki itu sambil menampilkan senyum manis miliknya.

Senja yang melihat itu pun langsung lupa kalau dirinya sedang marah dengan Dilan. Gadis itu tampak ikut tersenyum.

"Bener, ya? Dilan bantuin nyapunya. Ini luas loh halamannya. Senja enggak kuat," ucap gadis itu. Bibirnya mengerucut membuat Dilan gemas.

Dilan pun menarik tangan Senja dan membawa gadis itu untuk duduk di bawah pohon yang cukup teduh.

"Lo di sini dulu. Gue mau lanjutin nyapunya," kata Dilan.

Senja pun mengangguk kemudian mengangkat jari jempolnya. "Okey! Semangat, ya, Dilan!" serunya.

Dilan hanya tersenyum tipis kemudian beranjak mengambil sapu yang tadi sempat dijatuhkan Senja. Kemudian lelaki itu mulai melanjutkan pekerjaan Senja tadi.

Dilan tampak mengeluh dalam hati. Rupanya pekerjaan ini cukup melelahkan. Padahal menurutnya, halaman ini tidak terlalu luas, tetapi rasa lelahnya begitu terasa. Pantas saja Senja marah karena dirinya tidak membantu padahal semua masalah ini berawal dari dirinya. Apalagi cuaca siang ini begitu terik.

"Dilan capek, ya?" tanya Senja dari ujung sana.

Dilan menggelengkan kepalanya. "Nggak! Segini doang mah gampang!" ujarnya sombong. Padahal rasanya sudah mau pingsan saja. Namun lelaki itu malu untuk mengakuinya, gengsi.

Senja tampak menatap kagum ke arah Dilan. "Woah! Hebat, ya, Dilan. Senja aja rasanya udah mau ping-"

Bruk!!

Mata Senja membola. "Dilan kok pingsan?!"

***

Lelaki itu tampak mengerjapkan kelopak matanya berulang kali. Berusaha menyesuaikan cahaya ruangan yang menerobos masuk ke retina matanya.

Tangannya terangkat untuk menyentuh kepalanya. Terasa pusing dan berat. Ia pun menatap sekelilingnya kemudian mengernyit heran. Ini adalah ruangan UKS. Jadi sekarang ia berada di UKS? Bagaimana bisa?

Ah, ia lupa. Ia pun mengusap wajahnya kasar. Kenapa ia bisa pingsan segala, sih? Apalagi di depan gadis yang disukainya. Terlebihnya lagi, ia dengan bangganya menyombongkan diri padahal akhirnya ia tumbang juga. Benar-benar memalukan.

Ia merasa tak punya wajah untuk sekedar bertatap muka dengan gadis itu. Apa kata dunia, Dilan si cowok terkece di SMA Deihasen itu pingsan hanya karena menyapu halaman? Bisa-bisa ia dianggap sebagai cowok lembek nantinya.

Dilan menolehkan kepalanya ke arah pintu ketika ada seseorang yang membukanya. Ia menatap malu ke arah gadis yang kini tengah berjalan ke arahnya. Gadis itu tampak membawa sebotol air mineral dan sepiring nasi goreng di atas nampan. Gadis itu melemparkan senyum manisnya ke arah Dilan. Membuat Dilan menjadi ikut tersenyum juga.

Senja, gadis itu meletakkan nampannya di atas nakas. Kemudian tangannya terulur untuk mengecek suhu badan Dilan melalui keningnya. Senja tampak mengernyit saat suhu badan Dilan sedikit hangat.

"Dilan sakit, ya? Kok badannya anget gini?" tanya Senja dengan raut wajah khawatir.

Dilan meringis tertahan. Jelas saja panas, ia sedang menahan malu di depan Senja perkara kejadian tadi. Tapi gadis yang kelewat polos itu malah tidak mengerti situasi.

Dilan menurunkan tangan Senja dari keningnya. Kemudian tersenyum kaku. "Nggak kok. Gue sehat-sehat aja," ujar Dilan.

Senja menyipitkan matanya seolah tak percaya dengan ucapan Dilan. "Terus kenapa bisa pingsan? Senja tadi khawatir banget, loh. Gara-gara Senja, Dilan jadi pingsan," kata Senja. Jelas saja ia takut. Dilan pingsan itu karena ia yang menyuruh Dilan untuk membantunya.

Dilan langsung memegang tangan Senja yang berada di atas ranjang. "Bukan salah lo. Jelas-jelas ini salah gue. Kan gue tadi yang nyari masalah sama guru terus lo kena imbasnya, deh. Jadi lo nggak perlu merasa bersalah gitu, ya?" kata Dilan menenangkan Senja. Ia tidak suka melihat gadis yang disukainya itu murung.

Senja menarik tangannya dari dalam genggaman Dilan kemudian memukul pelan lenga Dilan. "Makanya, Dilan jangan suka nakal. Jadinya kena hukum terus sama guru," ketus Senja yang kesal karena tingkah Dilan yang kerap membuat onar di sekolah.

Dilan mencebikkan bibirnya. "Ja, sekolah kalo nggak cari masalah itu nggak seru. Nanti kita nggak punya cerita buat dibagikan ke anak cucu kita," ujar Dilan beralibi.

Senja tampak merotasikan bola matanya jengah. "Masa Dilan mau nyeritain keburukan Dilan pas sekolah sama anak cucu. Nanti kalo mereka ngikutin jejak Dilan gimana? Kan nggak baik," omel Senja membuat Dilan tertawa gemas.

Dilan pun mencubit pipi gembil milik Senja membuat Senja mengaduh sakit. Gadis itu tampak merengut kesal.

"Jangan ditarik! Kalo makin besar pipinya gimana?" marah Senja sambil menatap Dilan tajam.

"Nggak papa dong. Kan, jadi makin lucu nanti, Ja," kekeh Dilan yang hanya ditanggapi cebikan oleh Senja.

Senja pun tampak menyodorkan sepiring nasi goreng itu ke arah Dilan. Membuat Dilan menatap Senja sambil menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya maksud Senja menyodorkan sepiring nasi goreng itu apa.

"Makan, Dilan. Kata penjaga UKS, Dilan tuh kurang istirahat sama belum sarapan. Makanya Senja belikan nasi biar perut Dilan nggak kosong," jelas Senja.

Dilan hanya menganggukkan kepalanya kemudian tersenyum manis sembari menatap Senja. Senja hanya menaikkan alisnya, tak mengerti dengan sikap Dilan yang sedikit aneh itu.

"Apa?" tanya Senja.

Dilan mengambil sendok yang berada di piring lalu meletakkannya di genggaman tangan Senja.

"Suapin," ujar Dilan.

"Dilan kayak anak kecil. Makan aja minta disuapin. Untung aja Senja itu temen yang baik, jadi mau deh nyuapin Dilan," ujar Senja tanpa menyadari perubahan raut muka Dilan kala gadis itu menyebutkan status mereka yang kenyataannya memang hanya sebatas teman.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Sellova96

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku