Last Twilight
a
g begitu dekat dengan Dilan, tetapi ia bisa apa? Raga hanya sebatas mantan yang ti
dulu. Raga tahu sesakit apa Senja dulu. Raga mengerti setidak bisa itu kesalahannya dimaafkan. Kes
pada Senja? Juga bagaimana mungkin akan semudah itu Senja menerima lelaki yang benar-ben
n pastinya menghancurkan hidup Senja, kala ingatan-ingatan dirinya yang begitu jahat pad
nak-kanakan memang, Raga akui. Hanya untuk bersenang-senang ia menyakiti pujaan hati. Padahal Raga j
ang kala itu selalu tercurah kala Senja bersama Raga. Bahagia yang Senja kira akan teru
a, ah ... sungguh manis. Raga rindu Senja. Senyumnya ikut merekah mengingat itu. Namun, ia sudah tak lagi bi
yang telah lama teralihkan? Argh ... mobil yang ia kendarai tak bisa dikendalikan. Raut muka Raga berubah tegang mencoba kembali fokus pa
e o
lungkupkan kepala pada bantal dengan po
ar. Ingin sekali ia menjerit. Namun
teriaknya dalam bantal. "Gue kangen sama lo, Senja!
yang mendengar. Hanya diri yang semakin lara men
ukuran hubungan yang "katanya" hanya sebatas teman. Jelas ia paham, mana ada pe
guh menggan
itu. Masuk, lantas mulai melihat-lihat seisi toko. Tak perlu berlama-lama, karena ia sudah tahu
umamnya yang teringat makna dari liontin
tanpa berpikir langsung saja m
a yang sedang menyisir lembut rambut Tara, adi
tap kotak kecil yang ia baw
itu berceceran di lantai. Kotak putih tulang dengan pita merah muda menghiasi tutup itu berisi tas cantik
anpa sedikit pun memikirkan perasaan Senja yang tentunya sakit
ada kotak. Sedikit air matanya mengalir, tetapi cepat
sayang Senja, kok," uja
ahun lalu, tepat hari ibu setahun lalu. Ia tidak ingin berpikiran buru
berharap sang bunda menyambutnya senang.
ana tidak jika selama ia hidup belum pernah sekalipun mendapat s
ja juga anak bunda? Senja lahir dari rahim bunda, 'kan? Akan tetapi
Mereka selalu saja memanjakan Tara dan melupakan dirinya. Aneh. Akan tetapi memang i
risi kalung yang ia beli tadi. "Selam
ya untuk sang bunda. Berharap dengan begitu hati bunda akan mencair. Namun
hun kemarin kado yang ia berikan di lempar, ma
menjawab, dan terus saja menyisir rambut
rlakuan berbeda? Namun, ia hanya terus meyakinkan diri bahwa bunda menyayanginya. Entah di bagian mana Senja bisa
digenggamnya sedari tadi ke sebelah bunda duduk. Lantas ia berjalan menjau