Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Promise

Promise

ROZE

5.0
Komentar
1K
Penayangan
51
Bab

Elphia, seorang perempuan yang pergi dari rumahnya ke desa kecil karena hubungannya dengan keluarganya tidak baik. Di desa itu, dia menghabiskan waktunya dengan melukis. Hingga suatu hari, dia bertemu dengan seorang pria muda yang menemaninya. Namun kebersamaan mereka berakhir karena sang pria meninggalkannya. Apakah mereka akan bertemu lagi?

Bab 1 1 Pertemuan

Aku merasa asing di tempat ini, tempat yang berbeda dari tempat tinggalku yang dulu. Aku merindukan sesuatu, sangat rindu. Tapi aku sendiri tidak tahu apa itu. Aku sering sekali mendapati perasaan seperti ini. Kini, pikiranku kembali pada tempat pengasingan ini. Tempat yang berada di pantai, pantai yang sangat sepi. Yang terdengar hanyalah suara ombak yang memecah kesunyian. Di belakang rumahku terdapat beberapa bukit dan gunung yang tinggi. Aku mulai membereskan barang-barangku yang tidak terlalu banyak.

Tiba-tiba saja mataku tertuju pada peralatan lukisku, dan hal ini juga yang menyebabkan aku berada di tempat ini. Tapi aku tidak peduli, asalkan aku bisa terus melukis, bagiku itu sudah cukup. Aku tidak peduli walaupun aku diasingkan oleh keluargaku sendiri. Jika mereka saja tidak peduli padaku, lalu untuk apa aku mempedulikan mereka? Walaupun aku adalah anak tunggal mereka.

Aku pasang lukisan kelinciku di dinding yang catnya telah kusam, dan kupandangi lukisan itu lekat-lekat. Aku menghela nafas panjang lalu mengelap lukisan itu dengan perlahan. Lukisan itu mempunyai arti yang dalam bagiku, selain karena lukisan pertamaku, juga karena alasan aku melukisnya.

♡♡♡

Udara pagi hari di sini sangat sejuk. Sepanjang pagi aku hanya melihat laut dan mendengarkan suara gelombang. Ternyata, tempat pengasingan ini lebih menyenangkan dari tempat manapun. Aku terus berjalan, mengikuti arah pantai dan akhirnya tiba di kaki bukit. Aku biarkan kaki melangkah menaiki bukit itu. Terus mendaki dan mendaki, sampai akhirnya aku menyadari bahwa kini aku berada di tengah hutan dengan pohon-pohon tua dan semak-semak berduri. Aku terus berpikir, arah mana yang harus aku lalui, dan pada akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti arah ranting yang baru saja aku jatuhkan. Jalan setapak ini mempertemukan aku pada anak sungai dengan batu-batu yang besar. Rasa haus memerintahkan aku untuk meminum air itu.

Aku terus berjalan, berjalan dan berjalan, mengikuti anak sungai itu, yang kemudian mengarah pada suatu perkampungan. Aku bersyukur, karena aku tidak bertemu dengan hewan-hewan yang membahayakan. Aku segera turun dengan tergesa-gesa. Aku tidak tahu di desa apa kini aku berada.

"Maaf!" ucap seorang pria yang baru saja menabrakku. Dia terlihat sangat tergesa-gesa dengan membawa tas gunung yang sangat besar dan terlihat berat. Dia mengenakan baju kaos hitam kusam dengan celana denim sobek dan topi hitam. Walaupun berpenampilan demikian, tetapi dia seperti seorang yang terpelajar. Mungkin usianya sekitar dua tahun lebih tua dariku.

♡♡♡

Hampir sembilan bulan aku berada di sini, dan hanya satu orang yang sering datang ke rumah ini, atau aku yang ke rumahnya. Dia seperti nenekku sendiri. Walaupun rumahku ini jauh dari perkampungan, tetapi aku tidak pernah merasa kesepian.

"Assalamualaikum, Phia!" aku mendengar suara seorang pria yang sedang mengetuk pintu rumahku, langsung saja aku membukakan pintu.

Aku melihat seorang pria yang berwajah tampan. Kulitnya putih bersih, alisnya tebal, hidungnya mancung, bentuk rahangnya juga tegas. Aku yakin banyak wanita yang terpesona dengannya. Apakah termasuk aku?

Sorotan matanya tajam, membuat setiap orang yang ditatapnya akan merasa segan.

Meskipun ditutupi oleh kaos yang dipakainya, aku yakin dia memiliki lengan yang kekar.

Penampilannya tidak terlalu menonjol, terlihat biasa-biasa saja, namun aku tahu dia bukan orang sembarangan.

Suaranya juga tegas namun menenangkan. Aku yakin, jika dia menjadi dokter atau psikolog, maka para pasiennya rela bolak-balik hanya untuk sekedar konsultasi dengannya.

Tunggu, ada apa dengan diriku? Sejak kapan aku mengamati penampilan seseorang? Apakah tinggal di desa terpencil membuatku hobi mengamati segala sesuatu yang ada di sekitarku?

Aku merasa seperti pernah melihatnya, tapi tidak tahu dimana. Beberapa saat kemudian baru kusadari ternyata orang itu adalah pria yang pernah menabrakku di desa sembilan bulan yang lalu. Tapi siapa dia? Aku tidak pernah mengenalnya sama sekali. Lalu bagaimana dia bisa tahu nama dan tempat tinggalku?

"Jadi, kamu yang namanya Phia?" ucap pria itu sambil tersenyum.

Pertanyaan pria itu menyadarkan aku dari lamunanku.

"Aku Aisar. Kamu pasti kenal nenekku! Nenek memintaku mengantarkan ini."

Pria yang bernama Aisar itu menyodorkan sebuah bungkusan. Aku menyuruhnya masuk tanpa berbicara sepatah katapun.

"Jadi, kamu seorang pelukis ya?" tanyanya tanpa mengharapkan jawaban.

Dia duduk di bangku reot tang ada di depan rumahku. Aku menyuguhkan teh hangat tanpa cemilan. Aku duduk di sebelahnya.

Semilir angin laut membuat teh itu cepat dingin. Pria itu menyeruput teh yang aku buat itu dengan perlahan, seolah menikmati rasa teh yang aku yakin rasanya biasa-biasa saja.

Aroma parfumnya tercium di indra penciumanku. Aroma maskulin yang menenangkan.

Sebanarnya siapa dia? Semua yang ada pada dirinya membuatku penasaran, setidaknya hingga saat ini. Di hari pertama pertemuan aku dengannya.

Kami saling menatap, dia tersenyum menampilkan wajah tampan, yang sekali lagi, aku yakin akan banyak wanita yang bersyukur akan anugerah yang ada di hadapan mereka. Apakah aku salah satunya?

Lagi-lagi dia membuatku penasaran. Dia memiliki daya tarik tanpa harus melakukan ini itu. Entah apapun pekerjaan pria ini, sekali lagi, dia akan membuat orang-orang di sekitarnya merasa kagum.

♡♡♡

Setiap hari Aisar ke rumahku. Aku tidak tahu kenapa, mungkin karena disuruh oleh neneknya, untuk menemani hari-hariku yang sepi tanpa sanak saudara yang memang tidak pernah peduli padaku.

"Kamu mau ke rumah nenek, Phi? Sudah tidak usah, hari ini nenek pergi ke rumah nek Santi."

Kami duduk di tepi pantai. Aku juga sering melukis dan dia selalu melihatnya. Di sini, tidak ada seorang pun yang dapat melarangku melukis. Aisar sering menceritakan tentang dirinya.

"Aku ke sini saat liburan semester."

Aku tidak mengerti mengapa dia seperti itu. Dia menceritakan seluruh riwayat hidupnya dan keluarganya. Dia juga tidak pernah terbebani oleh apapun.

"Ah, maaf!"

Aisar menumpahkan catku. Raut wajahnya menunjukkan rasa bersalah yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.

"Jangan katakan maaf, karena itu tidak perlu dipermasalahkan. Kehilangan cat segini tidak masalah untukku. Dulu, alat-alat lukisku sering dibuang oleh mereka."

Perkataanku yang tiba-tiba sepertinya mengagetkan dia. Tentu saja, karena selama aku berada di tempat pengasingan ini, aku tidak pernah berbicara pada siapapun. Untuk membeli sesuatu, aku hanya menunjuk, mengangguk, menggeleng, semua hanya dengan gerakan tubuh. Orang-orang pasti menganggapku bisu, termasuk nenek.

"Loh, jadi kamu bisa bicara, Phi?" tanyanya bingung sekaligus senang.

"Kenapa sih selama ini kamu tidak pernah bicara?" dia menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan sikapku selama ini.

Nenek senang sekali saat mengetahui bahwa aku dapat berbicara.

"Kamu seperti adikku," ucap Aisar tiba-tiba. Kata-katanya terdengar aneh.

"Benar, aku mungkin seperti adikmu, tetapi kamu tidak seperti kakakku. Hanya nenek, yang seperti nenek kandungku."

Dua bulan sudah kami bersama dan aku selalu mendengarkan cerita-ceritanya.

"Kamu pendengar yang baik." Aisar mengusap-usap kepalaku.

"Tidak! Aku bukanlah seorang pendengar yang baik. Baik untukmu, nenek, atau siapapun. Pendengar yang baik untuk diri kita adalah Allah dan diri kita sendiri. Bahkan, aku sendiri tidak tahu apakah aku dapat memahami diriku sendiri atau tidak."

♡♡♡

"Phi, Phi! Ayo cepat, nenek memanggilmu," kata Aisar terburu-buru.

"Ada apa, nenek sakit, ya?"

Aku melihat Aisar mengangguk.

"Phia, ini! Simpanlah leontin ini, jangan sampai hilang. Apapun yang terjadi, leontin ini harus selalu bersamamu."

Sementara aku dan nenek berbicara berdua, Aisar berada di luar menunggu kedatangan dokter.

Wajah nenek semakin pucat dan aku tidak dapat membendung rasa sedihku.

Setiap hari aku merawat nenek, sampai akhirnya keadaan nenek semakin membaik.

"Phi, aku harus kembali ke Jakarta dan aku tidak tahu kapan akan kembali lagi ke sini."

"Tapi ... bagaimana dengan nenek? Apa kamu akan meninggalkannya? Aku tidak keberatan merawatnya, tapi dia juga membutuhkanmu," kata-kataku mungkin saja membuatnya terbebani, dan aku tidak menginginkan hal ini.

"Apa nenek sudah tahu?" tanyaku buru-buru untuk memecahkan keheningan.

"Ya," katanya dengan suara sedikit tertahan.

Walaupun sangat sedih, tetapi nenek merelakan Aisar kembali ke Jakarta. Hari ini Aisar memakai pakaian yang sama seperti pertama kali aku bertemu dengannya. Terukir kembali di benakku saat-saat itu. Saat-saat yang tidak terduga.

"Sar, berjanjilah padaku kamu akan pulang. Aku ingin saat aku membuka pintu, ada kamu yang sedang menungguku. Aku tunggu kamu di pantai ini, aku tunggu kamu di rumah ini. Aku tunggu, selalu kutunggu sampai kamu kembali, dan satu hal lagi yang tidak boleh kamu lupakan, kamu harus menggunakan baju dan topi yang sama!"

"Aku janji. Tunggulah aku di pantai ini. Pada saat itu, aku pasti akan memakai segala sesuatu yang sama."

Hari ini telah memisahkan Aisar dari nenek dan aku.

♡♡♡

"Ada apa?"

Tidak seperti biasanya rumah nenek banyak orang.

"Tiba-tiba saja penyakit nenek bertambah parah."

Agar bisa selalu menjaga nenek, akhirnya aku tinggal di rumah nenek. Setiap hari penyakit nenek semakin bertambah parah.

"Nenek, ayo minum obat dulu, baru nanti tidur lagi. Nenek, nenek!" kataku sambil mengguncang-guncangkan tubuhnya.

Beberapa waktu kemudian

"Nenek, sekarang aku sendiri. Aku merasa kesepian, sangat kesepian. Mengapa nenek tidak menunggu Aisar. Dia berjanji akan pulang. Benar kan, nek?" tanyaku di depan kuburan nenek.

Rasa kesepian kembali menyelimuti hatiku sejak kepergian nenek untuk selamanya. Nenek memang bukan nenek kandungku, tapi kasih sayang dan perhatiannya melebihi keluarga kandungku sendiri.

Aku memegang leontin pemberian nenek. Aku rasa leontin ini sangat berharga buat nenek. Aisar bahkan tidak tahu kalau nenek memberikan leontin ini padaku. Kenapa nenenek memberikannya padaku?

Yang datang akan pergi. Jadi jangan berharap mereka akan selalu berada di sisiku.

Nenek pergi, untuk selamanya dan tidak akan kembali.

Aisar pergi, entah untuk berapa lama. Apakah dia akan kembali untuk menepati janjinya? Atau kami akan saling melupakan pertemuan yang singkat itu.

Pertemuan singkat yang menyisakan ruang kosong di hati. Memberikan rasa sepi yang bahkan lebih dalam dari sebelumnya, saat pertama kali aku ke tempat ini.

Setiap pagi, saat aku membuka pintu, dengan keyakinan dia akan datang. Setiap hari selama satu tahun ini aku selalu menunggunya, dan kapankah dia akan pulang. Kutatap, selalu kutatap pantai ini dan mendengarkan suara ombaknya yang bagaikan nyanyian menyayat hati dalam penantian panjang yang tak berujung. Aku memegang erat-erat leontin pemberian yang ada di leherku, dan sekali lagi aku membuka pintu yang menghadap pantai ini.

Biarkan sesuatu menjadi milikku

Hari ini, esok dan selamanya

Bisakah itu terjadi?

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh ROZE

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Promise
1

Bab 1 1 Pertemuan

28/05/2024

2

Bab 2 2 Penantian

28/05/2024

3

Bab 3 3 Lukisan

28/05/2024

4

Bab 4 4 Pencarian

28/05/2024

5

Bab 5 5 Bertemu Lagi

28/05/2024

6

Bab 6 6 Carlos Anderson

28/05/2024

7

Bab 7 7 Arthur Julio

28/05/2024

8

Bab 8 8 Pencarian

28/05/2024

9

Bab 9 9 Rencana Elphia Ayura

28/05/2024

10

Bab 10 10 Secret

28/05/2024

11

Bab 11 11 Rindu

28/05/2024

12

Bab 12 12 Mistery of Journey

28/05/2024

13

Bab 13 13 Gold Hand Painter

28/05/2024

14

Bab 14 14 Kejar-kejaran dan Petak Umpet

28/05/2024

15

Bab 15 15 Erlan dan Julia

28/05/2024

16

Bab 16 16 Cinta Sejati Carlos Anderson

28/05/2024

17

Bab 17 17 Pertemuan Aidan dan Ziko

28/05/2024

18

Bab 18 18 Viola dan Stevano

28/05/2024

19

Bab 19 19 Dia Elphia Ayura

28/05/2024

20

Bab 20 20 Pertemuan

10/06/2024

21

Bab 21 21 Pertemuan (2)

11/06/2024

22

Bab 22 22 Tiga Foto Berbingkai Hitam

12/06/2024

23

Bab 23 23 Tiga Foto Berbingkai Hitam (2)

13/06/2024

24

Bab 24 24 Rumah Sakit

14/06/2024

25

Bab 25 25 Rumah Sakit (2)

15/06/2024

26

Bab 26 26 Kembali ke Jakarta

16/06/2024

27

Bab 27 27 Kembali ke Jakarta (2)

17/06/2024

28

Bab 28 28 Kebenaran

18/06/2024

29

Bab 29 29 Fakta

19/06/2024

30

Bab 30 30 Hubungan Keluarga

20/06/2024

31

Bab 31 31 Hubungan Keluarga (2)

21/06/2024

32

Bab 32 32 Pertemuan Pertama

22/06/2024

33

Bab 33 33 Pertemuan Pertama (2)

23/06/2024

34

Bab 34 34 Pewaris Resmi

24/06/2024

35

Bab 35 35 Pewaris Resmi (2)

25/06/2024

36

Bab 36 36 Dua Istri

26/06/2024

37

Bab 37 37 Dua Istri (2)

27/06/2024

38

Bab 38 38 Pihak Lain

28/06/2024

39

Bab 39 39 Kisah

29/06/2024

40

Bab 40 40 Kisah (2)

30/06/2024